Antisipasi Hama Ulat dan Banjir, Kementan Minta Petani Manfaatkan Asuransi

Serangan hama dan banjir kembali menyerang lahan pertanian Tanah Air. Akibatnya, petani terancam gagal panen.

oleh Gilar Ramdhani pada 25 Jun 2020, 19:45 WIB
Diperbarui 25 Jun 2020, 19:42 WIB
Kementan
Banjir rob melanda Pekalongan dan membuat ratusan hektar sawah di pesisir terendam.

Liputan6.com, Jakarta Serangan hama dan banjir kembali menyerang lahan pertanian Tanah Air. Akibatnya, petani terancam gagal panen. Kementerian Pertanian mengimbau petani untuk memanfaatkan asuransi untuk meminimalisir kerugian.

Serangan hama berupa ulat grayak menyerang petani jagung di Situbondo, Jawa Timur (Jatim). Akibatnya,  puluhan hektare ladang jagung di Desa Kedungdowo, Kecamatan Arjasa rusak dalam waktu singkat. Ulat warna cokelat ini menyerang tanaman jagung yang berumur muda sekitar 10 hingga 30 hari. Bagi petani, ulat grayak dianggap ganas. Karena, dapat merusak tanaman jagung seluas 1 hektar hanya dalam dalam waktu kurang dari 24 jam. 

Sedangkan 50 hektar sawah petani di areal persawahan Air Deras, Desa Bandar Agung, Kecamatan Pendopo, Kabupaten Empat Lawang, rusak akibat luapan Sungai Kelampaian. Di lokasi lain yang juga juga di area persawahan di Desa Bandar Agung terdapat irigasi patah. Akibatnya, sekitar 150 hektar sawah petani di area Sawah Bendungan, terancam kekeringan.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, petani harus selalu bersiap mengantisipasi setiap gangguan.

“Langkah antisipatif harus dimiliki petani. Mereka harus menjaga agar pertanian tidak terganggu dan mereka pun tidak mengalami kerugian. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan asuransi pertanian,” tutur Mentan SYL, Kamis (25/06/2020).

Sementara Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy, mengatakan asuransi merupakan salah satu komponen dalam manajemen usahatani untuk mitigasi risiko bila terjadi gagal panen.

Dua Jenis Asuransi Pertanian

Seorang petani tengah memanen padi organik varites mentik wangi di Cingebul Kecamatan Lumbir, Banyumas. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Seorang petani tengah memanen padi organik varites mentik wangi di Cingebul Kecamatan Lumbir, Banyumas. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Ada dua jenis asuransi pertanian yang bisa dimanfaatkan. Yaitu Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) dan Asuransi Usaha Ternak Sapi/Kerbau (AUTS/K).

Untuk AUTP, premi yang harus dibayarkan sebesar Rp 180.000 /hektare (ha)/MT. Nilai pertanggungan sebesar Rp 6.000.000/Ha/MT. Asuransi ini memberikan perlindungan terhadap serangan hama penyakit, banjir, dan kekeringan.

Sementara premi pada AUTS/K sebesar Rp 200.000/Ekor/Tahun. Nilai pertanggungan terbagi menjadi tiga. Untuk ternak mati nilai pertanggungannya sebesar Rp 10 Juta/Ekor, ternak potong paksa  Rp 5 Juta/Ekor, dan kehilangan Rp 7 Juta/Ekor.

Agar tidak memberatkan petani, pelaksanaan asuransi pertanian dapat disinergikan dengan KUR.

“Sinergi KUR dan asuransi ini akan membantu petani. Setiap petani yang mendapatkan pembiayaan KUR, harus mendaftar asuransi pertanian, khususnya untuk usaha tani padi (AUTP) dan asuransi usaha ternak sapi/kerbau (AUTS/K),” jelasnya. 

Sarwo Edhy menjelaskan, apabila usaha tani atau ternak mengalami gagal panen, petani akan mendapatkan penggantian atau klaim dari perusahaan asuransi. Sehingga, ada jaminan terhadap keberlangsungan usaha tani dan tidak terjadi gagal bayar terhadap kreditnya.

 

(*)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya