Liputan6.com, Jakarta Pandemi Covid-19 yang menyelimuti hampir di seluruh dunia ini, membawa kepanikan tersendiri bagi perbankan dunia. Pasalnya, ketika sebagian besar kegiatan ekonomi berhenti akibat pembatasan sosial untuk mencegah penyebaran Covid-19, orang-orang mulai kehilangan pendapatan dan mempengaruhi kemampuannya dalam transaksi di perbankan, seperti kredit.
“(Kepanikan) yang pertama mengenai asset quality. Dan ini sudah dijawab dengan optimal oleh OJK dengan mengeluarkan POJK 11/2020 tentang relaksasi, restrukturisasi terdampak Covid untuk maksimal loannya itu Rp 10 miliar,” ujar Kepala Ekonom BNI, Ryan Kiryanto dalam Infobanktalknews : Peran Pemilik Dalam Mendukung Kinerja Bank, Kamis (9/7/2020).
Kemudian, hal kedua yang menjadi kekhawatiran perbankan dunia yakni perihal likuiditas. Dimana dalam situasi seperti ini, khususnya di Indonesia, Pemerintah telah memberikan relaksasi kredit. Sehingga likuiditas perbankan akan sangat dibutuhkan untuk menyokong kebijakan ini.
Advertisement
“Yang kedua adalah likuiditas, itu juga menjadi kekhawatiran banker-banker global. Karena situasi yang gloomy saat ini, orang yang harusnya setor full, tiba-tiba dapat diskon setornya nggak full. Akibatnya likuiditas dari bank itu berpotensi terganggu karena terjadi ketidaknormalan masuknya dana dari pihak eksternal,” beber dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pihak Eksternal
Adapun pihak eksternal yang dimaksudkan meliputi, deposan, pemilik dana, dan debitur yang seharusnya memenuhi kewajiban full payment.
Namun karena ada relaksasi, yang memungkinkan mereka untuk menunda pembayaran bunga sampai batas waktu tertentu. Sehingga dapat dipastikan bahwa pemasukan perbankan juga terganggu.
Selain asset quality dan likuiditas. Ryan juga menyebutkan bahwa aspek permodalan juga menjadi bagian yang terus menjadi fokus perbankan. Dimana, sekali lagi, dengan berthentinya banyak kegiatan ekonomi, maka perputaran uang juga turut terganggu.
Advertisement