Perkuat Devisa, Mendag Jajaki Kerja Sama Imbal Dagang

Manfaat imbal dagang antara lain adalah untuk mengatasi hambatan dan kendala ekspor di luar negeri. Sekaligus memperluas wilayah pasar dan memasarkan produk baru

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Jul 2020, 21:05 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2020, 21:05 WIB
Agus Suparmanto
Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) menjajaki mekanisme pelaksanaan imbal dagang dengan beberapa negara mitra dagang di tengah pandemi Covid-19. Langkah ini untuk mampu mendatangkan devisa.

Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto menjelaskan, beberapa komoditas yang siap diimbaldagangkan antara lain kelapa sawit, karet, permesinan, kopi dan turunannya, kakao dan turunannya. Selain itu juga produk tekstil, teh, alas kaki, ikan olahan, furnitur, buah-buahan, kopra, plastik dan turunannya, resin, kertas, serta rempah-rempah.

"Tujuan imbal dagang adalah untuk menyeimbangkan neraca perdagangan antara Indonesia dengan negara mitra dagang, sehingga bisa sama-sama mendatangkan devisa," kata Agus dalam keterangan tertulis, Kamis (16/7/2020).

Agus mengatakan dasar hukum pelaksanan imbal dagang adalah Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, PP Nomor 76 Tahun 2014 tentang Mekanisme Imbal Dagang dalam Pengadaan Alpahnkam dari Luar Negeri, PP Nomor 29 Tahun 2017 tentang Cara Pembayar Bareng dan Cara Penyerahan Barang, Permenhan Nomor 30 Tahun 2015 tentang Imbal Dagang, Kandung Lokal, dan Ofset dalam Pengadaan Alat Peralatan dan Keamanan dari Luar Negeri, serta Permendag Nomor 40 Tahun 2019 tentang Ketentuan Imbal Beli untuk Pengadaan Barang Pemerintah Asal Impor.

Adapun, manfaat imbal dagang antara lain adalah untuk mengatasi hambatan dan kendala ekspor di luar negeri. Sekaligus memperluas wilayah pasar dan memasarkan produk baru, memberikan on top/additional ekspor, penghematan devisa negara, dan mengatasi kesulitan impor karena keterbatasan devisa.

Selain itu, imbal dagang juga dianggap mempercepat transfer teknologi dan pengetahuan. Sehingga relevan dalam mendukung keseimbangan neraca perdagangan dan pembayaran, serta peningkatkan produksi juga memperluas kesempatan kerja.

"Dengan skema imbal dagang, komoditi ekspor Indonesia dapat mendukung pertumbuhan ekonomi nasional agar bisa semakin bergerak dan tumbuh," pungkas Agus. 

Ada Sengketa Dagang, Indonesia Berpotensi Kehilangan Devisa Rp 26,5 Triliun

Neraca Ekspor Perdagangan di April Melemah
Sebuah kapal bersandar di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Penyebab kinerja ekspor sedikit melambat karena dipengaruhi penurunan aktivitas manufaktur dan mitra dagang utama, seperti AS, China, dan Jepang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia mencatat terdapat 196 kebijakan perdagangan khusus yang diterapkan oleh negara-negara anggota pada masa pandemi covid-19

“Indonesia sendiri mencatatkan lima kebijakan perdagangan yang direlaksasi maupun diatur tata niaganya,” kata Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Srie Agustina, dalam web seminar “Trade Remedi di Masa Pandemi: Peluang dan Tantangan”, Senin (8/6/2020).

Kebijakan tersebut antara lain relaksasi impor bawang bombai dan bawang putih. Ada juga relaksasi impor gula. Selain itu juga kebijakan larangan ekspor alat pelindung diri atau APD dan kebutuhan medis.

Srie menjelaskan, kebijakan untuk impor gula dan bawang dilakukan untuk memenuhi konsumsi dalam negeri. Sedangkan untuk larangan ekspor APD untuk pemenuhan pasar dalam negeri, dan ekspor kebutuhan medis juga untuk kebutuhan di dalam negeri.

Menurutnya, memang dalam masa pandemi covid-19 ini ada tuduhan baru anti dumping dan aturan pengamanan perdagangan (safeguard), yang dilakukan negara mitra terhadap produk ekspor Indonesia.

Tuduhan tersebut untuk produk yang bervariasi mulai produk baja, kayu, benang tekstil, bahan kimia, dan produk otomotif. Semua tuduhan itu berpotensi akan menyebabkan hilangnya devisa negara yang diperkirakan USD 1,9 miliar atau setara dengan Rp 26,5 triliun.

“Itu suatu angka yang tidak sedikit di tengah kita membutuhkan sumber-sumber devisa untuk pendapatan negara, sungguh jumlah yang besar untuk jangka waktu hanya 5 bulan saja. Semua data tersebut menunjukkan bahwa ke depan tantangan yang akan kita hadapi sebagai bangsa Indonesia ternyata tidak mudah,” ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya