Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai masalah utama perlambatan ekonomi saat ini disebabkan turunnya permintaan konsumsi dari masyarakat.
Sementara dari sisi penawaran dalam kondisi stabil dan tidak bermasalah. Sehingga strategi yang diperlukan untuk memulihkan keadaan yakni dengan meningkatkan permintaan masyarakat.
Baca Juga
"Isu besar sekarang ini di sisi permintaan, kalau dari penawaran tidak ada masalah karena kondisi kita likuid dan CAR tidak masalah," kata Staf Ahli OJK, Ryan Kiryanto dalam Live Streaming Keterangan Pers OJK bertajuk 'Stabilitas Sistem Keuangan dan Pengawasan Terintegrasi OJK' di akun YouTube Jasa Keuangan, Jakarta, Rabu (2/8/2020).
Advertisement
Ryan menjelaskan, dari sisi permintaan masih belum terlihat. Pelonggaran kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dibukanya pusat perbelanjaan dan beberapa objek wisata masih belum menunjukkan kenaikan hingga titik sebelum pandemi. Meski begitu hal ini tetap menjadi harapan pulihnya aktivitas perekonomian.
"Mall dibuka itu bagus tapi belum kembali ke titik normal," kata Ryan.
Dibukanya kegiatan ekonomi dengan penerapan protokol kesehatan diharapkan akan meningkatkan permintaan. Ryan mencatat hingga Juli 2020 tercatat peningkatan kredit konsumsi tumbuh 1,45 persen.
Selain itu, upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan permintaan konsumsi dengan menggerakkan sektor keuangan konglomerasi.
Sebagai perusahaan dengan berbagai lini usaha, konglomerasi keuangan diharapkan bisa tumbuh bersama. Misalnya perbankan menyalurkan kredit, perusahaan asuransi melakukan penjaminan di sekuritas. Bila hal ini dilakukan serempak, akan berdampak pada meningkatnya permintaan masyarakat.
"Kalau semua bergerak bersama ini bagus, ini akan memberikan dampak pada kegiatan ekonomi yang riil," kata dia.
Sehingga dia meyakini pertumbuhan permintaan akan meningkat pada triwulan III dan triwulan IV tahun 2020. Ryan menyebut dalam asesmen jasa keuangan triwulan kedua jadi titik terendah pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Selain itu, pemerintah baik kementerian/lembaga dan Pemda diharapkan segera merealisasikan anggaran belanja. Kemudian pelaku usaha akan datang ke bank untuk menambah kredit atau membuka kredit baru. Sebab cara ini dinilai akan memberikan efek domino terhadap permintaan yang saat ini menjadi akar masalah perlambatan ekonomi.
"Ini akan memberikan multiplier efek dan permintaan akan tumbuh, tambah kredit atau buka kredit baru, makanya ini harus didorong," kata Ryan.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Konsumsi Rumah Tangga Belum Pulih, Sri Mulyani Mulai Was-Was
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengaku sulit untuk mendongkrak konsumsi rumah tangga di sisa tahun 2020. Apalagi, sejauh ini belum ada tanda-tanda pemulihan di sektor konsumsi rumah tangga.
Pada kuartal II-2020 konsumsi rumah tangga berada di bawah 5 persen atau masuk ke dalam zona negatif yakni berada minus 1,3 persen. Sementara proyeksi keseluruhan konsumsi rumah tangga hingga akhir tahun hanya berada di 0 persen.
"Pada kuartal ketiga dan keempat diakui bahwa ini adalah satu yang cukup berat karena di kuartal ketiga konsumsi kita lihat belum menunjukkan pemulihan seperti yang kita harapkan," kata dia dalam APBN Kita, di Jakarta, Selasa (25/8/2020).
Kendati begitu, pemerintah masih tetap optimis mendorong konsumsi rumah tangga di sisa waktu kuartal III atau satu setengah bulan lagi. Pemirntah masih menaruh harapan seiring dengan APBN yang mengalami perubuhan dengan stimulus pemulihan ekonomi.
"Penanganan pemulihan ekonomi yang cukup besar yang diharapkan bisa dieksekusi secara efektif pada kuartal ketiga dan keempat sehingga ini akan memberikan kontribusi positif pada outlook ekonomi kita tahun 2020 sehingga pertumbuhannya antara 2 sampai 4 persen," kata dia.
Advertisement