Liputan6.com, Jakarta Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, menyebut melambatnya pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2024 sebesar 4,95 persen dikarenakan penurunan daya beli masyarakat.
Menarik ini jika kita melihat memang terjadi penurunan daya beli masyarakat dimana pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat. Artinya, daya beli masyarakat yang menurun tidak bisa dielakkan lagi oleh pemerintah. Dampaknya adalah pertumbuhan ekonomi melambat lagi dari 5,05 persen menjadi 4,95 persen," kata Nailul Huda kepada Liputan6.com, Kamis (7/11/2024).
Baca Juga
Dari sisi sektoral, penyediaan akomodasi dan makanan minuman, serta transportasi juga melambat. Ia melihat yang menguat justru industri pengolahan dan pertambangan. Menurutnya, industri pengolahan hasil tambang mempunyai pertumbuhan yang positif.
Advertisement
Maka dengan struktur ekonomi seperti itu, baginya, dimana daya beli masyarakat melambat, terutama di barang jadi seperti ke makanan dan minuman, maka pemerintah harus fokus terlebih dahulu dalam mengerek daya beli masyarakat terutama untuk kelas menengah.
"Kelas menengah ini yang biasanya ke kafe dan sebagainya, sudah mengurangi konsumsi tersebut karena sudah berkurang kemampuan membeli barang-barang bersifat leisure," ujarnya.
Subsidi BBM ke BLT Kurang Tepat?
Nailul menyarankan Pemerintah agar tidak membuat kebijakan yang membuat kelas menengah semakin tertekan. Misalnya, kebijakan terkait dengan subsidi BBM harus dipertimbangkan ulang karena bisa menekan daya beli kela menengah.Â
"Bansos sebagai kompensasi kenaikan harga BBM, juga tidak dinikmati oleh kelas menengah," pungkasnya.
PR Besar Pemerintah Capai Target Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen di 2024
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2024 mencapai 5 persen. Namun, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2024 justru melambat menjadi 4,95 persen.
Pengamat Ekonomi Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI), Ronny P Sasmita, menilai secara akumulatif peluang mencapai target 5 persen masih terbuka. Berdasarkan data pertumbuhan year-to-date, angka ini mencapai 5,03 persen.
"Jadi, jika di kuartal IV pemerintah dapat mencapai pertumbuhan sekitar 5 persen, maka secara akumulatif target 5 persen bisa tercapai. Namun, ini hanya sekadar angka. Masalah utamanya terletak pada detailnya," kata Ronny kepada Liputan6.com, Kamis (7/11/2024).
Di sisi lain, ia mengamati bahwa konsumsi rumah tangga masih melemah akibat daya beli yang bermasalah, terutama pada kelas menengah yang selama ini menjadi penopang utama konsumsi.
Selain itu, sektor manufaktur hanya tumbuh 4 persen dibandingkan kuartal sebelumnya. Meskipun tidak kontraktif, pertumbuhan ini belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang signifikan.
"Menurut hemat saya, perlambatan di sektor manufaktur ini berkontribusi terhadap penurunan daya beli. Perlambatan di sektor manufaktur memicu banyak PHK, sehingga meningkatkan jumlah penduduk tanpa penghasilan yang berdampak pada konsumsi rumah tangga," ujarnya.
Sektor Konstruksi
Sementara itu, sektor konstruksi menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi, didorong oleh proyek-proyek pemerintah yang mulai masif menjelang akhir tahun. Demikian pula investasi yang meningkat, karena realisasinya biasanya terjadi pada semester kedua setiap tahun.
Ronny menyarankan agar pemerintah secara teknis mencari formula kebijakan sosial yang tepat untuk mendongkrak daya beli masyarakat. Secara strategis, pemerintah juga perlu lebih agresif dalam meningkatkan investasi.
"Langkah paling efektif untuk menjaga daya beli adalah dengan menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya, sehingga semakin banyak orang memiliki penghasilan. Dengan begitu, konsumsi akan kembali meningkat," pungkasnya.
Advertisement