Sri Mulyani Ubah Skema Dana Alokasi Umum, Nantinya Bersifat Dinamis

Kebijakan pagu Dana Alokasi Umum yang bersifat final atau tetap sepanjang tahun berdampak pada beban keuangan negara.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Sep 2020, 13:45 WIB
Diterbitkan 09 Sep 2020, 13:45 WIB
Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Realisasi defisit APBN pada Januari lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu mencapai Rp37,7 triliun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mengubah penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU). Rencananya Dana Alokasi Umum tidak akan lagi bersifat final atau tetap. Hal itu disebabkan karena penerimaan negara mengalami tekanan akibat Pandemi Covid-19, apalagi pembagian DAU ke daerah didasari atas Pendapatan Domestik Nasional neto (PDN) yang tidak tetap.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, risiko naik turunnya pendapatan tersebut tidak mempengaruhi besaran DAU yang diberikan pemerintah ke daerah. Mengingat risiko penurunan sendiri ditanggung oleh pemerintah.

"Namun kami akan secara bertahap membagi dinamika dari penerimaan negara ini ke daerah melalui formula yang sifatnya dinamis dari PDN neto yang ditetapkan pemerintah," kata dia, dalam rapat kerja bersama dengan DPD RI membahas RUU Pelaksanaan APBN 2019 dan RAPBN 2021, di Jakarta, Rabu (9/9/2020).

Kebijakan pagu Dana Alokasi Umum bersifat final atau tetap sepanjang tahun ini menurutnya berdampak pada beban keuangan negara ketika terjadi penurunan penerimaan atau tidak tercapainya target penerimaan.

Pada saat terjadi penerimaan negara di bawah target, dibutuhkan langkah-langkah untuk dapat menjaga pelaksanaan APBN tetap kredibel. Salah satu langkah yang ditempuh dengan melakukan efisiensi belanja negara.

"Jadi dalam hal ini bapak ibu sekalian Komite IV mohon dipahami APBN kita mengalami shock cukup berat dari sisi penerimaan negara, seharusnya kalau DAU nya bersifat dinamis, fleksibel," ungkap dia.

Adapun berdasarkan catatan, pagu anggaran DAU pada 2020 sesuai Perpres 72 Tahun 2020 sebesar Rp 384,4 triliun atau 35,3 persen terhadap PDN neto. Sementara itu, pada 2021 pagu anggaran untuk DAU Rp 390,3 triliun atau 30,8 persen PDN Neto.

"Biasanya daerah bereaksi, DPD termasuk yang selalu menyampaikan agar Dana Alokasi Umum sifatnya fix karena daerah tidak siap menerima penerimaan yang merosot padahal seperti tahun ini kami harus menghadapi APBN di mana penerimaan mengalami penurunan akibat Covid yang luar biasa," pungkas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Kemendagri Tunda DAU 380 Pemda yang Belum Realokasi Anggaran Covid-19

Kemendagri tunda DAU 380 Pemda yang belum realokasi anggaran Covid-19.
Kemendagri tunda DAU 380 Pemda yang belum realokasi anggaran Covid-19. (Istimewa)

Sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri (BPP Kemendagri) Agus Fatoni menyatakan, sampai saat ini  masih ada sejumlah daerah yang belum mengikuti kebijakan refocussing dan realokasi APBD. Kondisi ini menunjukkan, penanganan Covid-19 belum menjadi prioritas.

"Bagi pemerintah daerah yang tidak menaati ketentuan, dikenakan sanksi penundaan DAU (dana alokasi umum)," ujarnya saat webinar membahas solusi refocussing kegiatan dan realokasi APBD dalam penanganan Covid-19, yang diterima Liputan6, Jumat (22/5/2020).

Berdasarkan evaluasi Kemenkeu dan Kemendagri pada April lalu, terdapat lebih dari 380 pemerintah daerah yang belum menjalankan realokasi anggaran, mendapat sanksi penundaan penyaluran DAU.

"Penundaan tersebut seharusnya tidak terjadi, apabila pemerintah daerah melakukannya secara tepat, cermat, teliti, dan berkonsultasi dengan pemerintah pusat,” ujar Fatoni.

Sementara itu, Plt Dirjen Bina Keuda Kemendagri Ardian membenarkan adanya evaluasi yang dilakukan Kemendagri dan Kemenkeu terhadap laporan pemerintah daerah. Sejumlah pemerintah daerah sudah refocussing dan realokasi dengan jumlah yang cukup besar. Namun, ada pula daerah yang melakukannya dengan persentase terbatas.

"Ada beberapa pemerintah daerah yang proses refocussing-nya kurang dari 30 persen, karena setelah diasesmen, pemerintah daerah tersebut tidak mungkin refocussing dan realokasi lagi,” ujarnya.

Ia menduga kondisi tersebut akibat pemerintah daerah belum menganggap penanganan Covid-19 sebagai suatu hal yang krusial.

Terapi Kejut

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Jaweng mengatakan, sanksi penundaan DAU harus dilihat sebagai terapi kejut bagi pemerintah daerah. Penundaan ini bertujuan untuk memastikan pemerintah daerah memunyai komitmen dan kapasitas dalam menanggulangi pandemi.

Ia berharap, sanksi ini betul-betul ditegakkan untuk menjadi pelajaran di masa mendatang.

"Kalau kita menjadikan sanksi ini hanya sebagai macan kertas, dan kita tidak tegas, ini akan menjadi kebiasaan. Karena kita tidak tahu kapan pandemi ini berakhir,” ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya