Setahun Jokowi-Ma'ruf, Kartu Prakerja Diluncurkan Lebih Cepat

Di masa pandemi, Kartu Prakerja didesain menjadi “semi bansos”.

oleh Tira Santia diperbarui 20 Okt 2020, 14:10 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2020, 14:10 WIB
Ilustrasi kartu prakerja. Prakerja.go.id
Ilustrasi kartu prakerja. Prakerja.go.id

Liputan6.com, Jakarta - Dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia, Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin berencana meluncurkan Kartu Prakerja pada April 2020.

Namun, adanya pandemi covid-19 turut mempengaruhi berbagai rencana dan program termasuk program kartu Prakerja. Akhirnya program tersebut dipercepat peluncurannya pada 20 Maret 2020 lalu sebagai upaya menangani dampak pandemi.

Dikutip dari laporan kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'aruf tahun 2020 yang dipublikasikan oleh Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Selasa (20/10/2020), pemerintah memang menyiapkan Kartu Prakerja untuk mengatasi pengangguran.

Program bantuan pelatihan ini diberikan untuk pencari kerja dan pekerja ter-PHK. Tujuannya agar mereka memiliki kompetensi tambahan sebelum mendapatkan pekerjaan baru.

Selain sebagai program, Kartu Prakerja menjadi layanan publik pertama yang dijalankan secara digital dari hulu hingga hilir. Program ini kolaborasi pemerintah dengan platform digital (market place) dan lembaga pelatihan.

Di masa pandemi, Kartu Prakerja didesain menjadi “semi bansos”. Dalam tempo tujuh bulan sejak diluncurkan, berdasarkan data yang dihimpun Manajemen Pelaksana Program kartu Prakerja per 2 Oktober 2020, Jumlah pendaftar kartu Prakerja berjumlah 34,1 juta orang.

Sedangkan penerima manfaat Kartu Prakerja hanya ditargetkan untuk 5,6 juta orang, dengan anggaran yang terserap Rp 19,8 triliun dari pagu anggaran Rp 20 triliun dan jumlah pelatihan tersedia sebanyak 2.055 pelatihan.

"Jangan biarkan krisis membuahkan kemunduran. Krisis ini harus kita manfaatkan sebagai momentum untuk melakukan lompatan besar," tulis Jokowi dalam Laporan tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Survei: 87 Persen Peserta Kartu Prakerja Pengangguran

Kartu Prakerja
CfDS Fisipol UGM melakukan riset tentang Kartu Prakerja

Sebelumnya, Project Management Office (PMO) Program Kartu Prakerja telah melakukan survei kepada 1,2 juta peserta penerima manfaat program. Survei yang dilakukan pada 5 Agustus - 26 September 2020 ini menunjukkan 87 persen peserta program memang tidak memiliki pekerjaan alias pengangguran.

"Hasil survei kami menunjukkan 87 persen peserta program Kartu Prakerja menganggur," kata Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari dalam Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara PMO Kartu Prakerja dan DANA di Jakarta, Rabu,(14/10/2020).

Peserta program ini juga 79 persen diikuti oleh mereka yang berusia 18-35 tahun. Berdasarkan latar belakang pendidikan 87 persen lulusan SMA ke atas.

Selain itu, 81 persen penerima program juga bekerja di sektor informal. Median dari pendapatan mereka juga berada di kisaran Rp 1,3 juta per bulan. Terlebih, 79 persen memiliki tanggungan.

"Jadi menurut kami peserta program ini sudah tepat sasaran. Muda, menganggur, informal dan pendapatan rendah," kata Denni.

Dari sisi pemanfaatan, sebanyak 73 persen peserta mengaku belum pernah mendapatkan pelatihan atau kursus sebelumnya. Lalu tiap peserta rata-rata mengambil 2 jenis pelatihan yang ditawarkan penyelenggara pelatihan. Rata-rata harga pelatihan yang dibeli peserta non paket sebesar Rp 259.798.

Hasil survei juga menunjukan lebih dari 85 persen mengatakan program pelatihan meningkatkan kompetensi baik skilling, reskilling dan upskilling. Sehingga 92 persen peserta melampirkan sertifikat Prakerja untuk mendaftar pekerjaan.

Sementara itu, dari sisi pemanfaatan insentif, peserta banyak menggunakan dana yang diberikan pemerintah untuk membeli kebutuhan pokok. Sebanyak 96 persen responden mengaku dana insentif dibelanjakan untuk bahan pangan.

Lalu ada 75 persen menggunakan insentif pemerintah untuk membayar listrik. Sebanyak 67 persen untuk membeli bensin atau solar. Lalu 65 persen untuk membeli pulsa atau paket internet. Terakhir dibelanjakan untuk transportasi sebanyak 57 persen.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya