Liputan6.com, Jakarta - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sejak 2018 secara konsisten mempublikasikan Laporan Belanja Perpajakan. Laporan ini berisi estimasi atas jumlah dukungan Pemerintah dalam bentuk insentif perpajakan yang diberikan kepada masyarakat dan dunia usaha.
“Publikasi tahun ini merupakan wujud kontinuitas transparansi fiskal serta akuntabilitas pemerintah kepada publik terkait kebijakan insentif perpajakan,” ujar Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu, dalam keterangan resmi, Jumat (1/1/2021).
Advertisement
Baca Juga
BKF memperkirakan nilai belanja perpajakan 2019 mencapai Rp 257,2 triliun, atau sekitar 1,62 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jumlah ini meningkat sebesar 14,24 persen dari nilai belanja perpajakan tahun 2018 sebesar Rp 225,2 triliun, atau sekitar 1,52 persen dari PDB.
Advertisement
Berdasarkan jenis pajak, bagian terbesar belanja perpajakan pada tahun 2019 berasal dari Pajak Pertambangan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Yakni sebesar Rp 166,9 triliun, atau 64,9 persen dari total estimasi belanja perpajakan.
Sebagian besar belanja perpajakan PPN dan PPnBM ini terkait dengan upaya pengurangan beban pajak pengusaha kecil. Sedangkan berdasarkan penerimanya, belanja perpajakan dimanfaatkan oleh dunia usaha (50,9 persen) dan rumah tangga (49,1 persen).
Belanja perpajakan juga diklasifikasikan berdasarkan tujuan dan fungsi. Berdasarkan tujuannya, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mengembangkan UMKM adalah peruntukan terbesar belanja perpajakan 2019 dengan nilai masing-masing sebesar Rp 142,4 triliun dan Rp 64,7 triliun.
“Nilai yang cukup besar untuk tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat berupa pengecualian barang kebutuhan pokok, jasa angkutan umum, serta jasa pendidikan dan kesehatan dari pajak (PPN dan PPnBM),” terang Febrio.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Berdasarkan Fungsi
Berdasarkan fungsi, belanja perpajakan tahun 2019 paling besar ditujukan untuk ekonomi, yaitu sebesar Rp 152,1 triliun (59,1 persen dari total belanja perpajakan). Disusul dengan pelayanan umum dan perlindungan sosial (12,9 persen dan 11,6 persen). Serta fungsi kesehatan dan pendidikan (8,3 persen dan 5,7 persen).
“Hal ini mengafirmasi besarnya dukungan pemerintah untuk bidang- bidang prioritas ini, sebagai tambahan atas sisi alokasi belanja negara yang besar untuk fungsi APBN ini,” kata Febrio.
Adapun publikasi laporan belanja perpajakan diharapkan dapat melengkapi informasi yang diperlukan dalam proses evaluasi, baik yang dilakukan oleh internal pemerintah maupun pihak eksternal.
Advertisement