Liputan6.com, Jakarta - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai pemerintah harus mensosialisasikan kebijakan mengenai sertifikat tanah elektronik kepada masyarakat sebelum merilisnya. Terlebih lagi, tidak semua masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup tentang internet.
Menurut Trubus, sosialisasi ini penting karena pemerintah harus menginformasikan kepada masyarakat secara transparan, termasuk mengenai proses dan perlindungan hukumnya.
"Menurut saya, kebijakan itu harus disosialisasikan dahulu. Selama ini Kementerian ATR/BPN saja untuk program sertifikasi tanah, itu yang PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) tidak capai target. Artinya, masih banyak orang yang belum memiliki," kata Trubus saat dihubungi Liputan6.com pada Kamis (4/2/2021).
Advertisement
"Dengan sekarang ada elektronik, apa tidak menjadi tumpang tindih?" katanya.
Selain itu, menurut Trubus, pemerintah juga harus memberikan edukasi yang cukup kepada masyarakat mengenai sertifikat tanah elektronik.
Dalam hal ini termasuk bagaimana kalau nanti mereka mau menjualnya. Hal penting lain, katanya, masyarakat harus terlebih dahulu memiliki pemahaman yang baik soal internet. Pengetahuan yang minim dikhawatirkan akan menimbulkan masalah baru.
"Yang penting lagi, masyarakat kita ini harus terlebih dahulu memahami soal internet. Pengetahuan soal itu kan masih minim, kalau dipaksakan bisa menimbulkan masalah baru. Kalau online, maka harus ada pengetahuan soal internet," jelasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ganti Sertifikat Tanah Jadi Elektronik, Berapa Biayanya?
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) secara bertahap akan memberlakukan sertifikat tanah elektronik di seluruh Indonesia. Jakarta dan Surabaya jadi kota pertama yang akan menerapkan sertifikat elektronik ini.
Lantas, adakah biaya yang harus dikeluarkan pemilik sertifikat tanah untuk menukarnya ke versi digital?
Staf Khusus Menteri ATR/BPN Bidang Kelembagaan, Teuku Taufiqulhadi, menjamin masyarakat tak perlu mengeluarkan uang pengurusan untuk mendapatkan sertifikat elektronik tanah.
Kendati demikian, proses penukaran tersebut memerlukan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai biaya normal untuk balik nama atau permohonan sertifikat baru.
"Pasti tidak ada biaya. Yang ada PNBP, itu hal yang biasa saja. Di luar itu tidak ada," kata Taufiq kepada Liputan6.com, Kamis (4/2/2021).
Taufiq menjelaskan, pendaftaran sertifikat tanah elektronik ini akan dimulai dengan dua cara. Pertama, ditujukan untuk kepemilikan tanah yang belum terdaftar. Kemudian yang kedua adalah penukaran sertifikat elektronik bagi pemilik tanah yang sudah terdaftar.
"Yang pertama adalah tanah yang belum terdaftar. Jadi nanti untuk tanah yang belum terdaftar akan dilakukan hal yang biasa, misal pengukuran, pengolahan data fisik, pembuktian hak dan pembukuannya, baru nanti terjadi penerbitan sertifikat," terangnya.
"Tetapi kalau misalnya yang kedua bila dia penggantian, itu melalui permohonan. Permohonan si pemegang sertifikat itu dia minta dialihkan ke sertifikat tanah elektronik," ujar Taufiq.
Advertisement