Ekonomi China Kembali Menggeliat, Waspada Serbuan Impor Baja ke Indonesia

China kembali memperlihatkan gairah ekonomi pasca meredanya wabah Covid-19 dengan meningkatkan produktivitas di sektor industri baja.

oleh Tira Santia diperbarui 03 Mar 2021, 17:20 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2021, 17:20 WIB
Baja ringan
Baja ringan.

Liputan6.com, Jakarta - China kembali memperlihatkan gairah ekonomi pasca meredanya wabah Covid-19 dengan meningkatkan produktivitas di sektor industri baja. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi pelaku usaha baja lokal dan pemerintah Indonesia dalam menghadapi serbuan baja impor.

Dampak Covid-19 melanda seluruh dunia khususnya di sector manufaktur. China sebagai negara penghasil baja terbesar dunia pun sempat mengalami penurunan produktivitas. Menurunnya impor baja China ke Indonesia juga tidak terlepas dari upaya pengendalian importasi oleh pemerintah Indonesia.

Hal tersebut disinggung Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE), Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier dalam webinar yang digelar bertajuk 'Fair Trade Series' Peningkatan Daya Saing Industri BJLAS Dengan Menciptakan Arena Bermain Yang Sejajar, Rabu (3/03/2021).

“Penurunan impor ini diyakini berkontribusi kepada surplus neraca perdagangan Indonesia, namun surplus perlu dipertahankan kedepan dengan menjaga keseimbangan supply demand baja nasional untuk menarik investasi. Yang harus dipastikan dengan rata-rata peningkatan kebutuhan nasional 5 persen per tahun, pasar mampu memenuhinya dengan prioritas berasal dari industri dalam negeri," kata dia.

Tercatat, periode Januari-April 2020 importasi produk besi dan baja mencapai 2 juta ton atau mengalami penurunan sebesar 14 persen dibandingkan dengan tahun 2019 (y-o-y). Penurunan berlangsung hingga Juni 2020 seiring turunnya pasar baja Indonesia.

Namun pasca sembuh dari Covid-19, China menunjukan perbaikan ekonomi. Menurut data BPS semester II Juli 2020, terdapat peningkatan angka impor Baja Lapis Aluminium Seng (BJLAS) sejak Juli 2020 dengan titik tertinggi yaitu di Desember 2020 sebesar 166 persen dibanding bulan sebelumnya.

Indonesia Zinc Alumunium Steel Industries (IZASI) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat, sejak 2016, industri BJLAS dalam negeri mengalami cedera materiil, seperti menurunnya kinerja finansial dan pemutusan hubungan kerja pegawai (PHK) akibat serbuan impor yang menyebabkan tidak optimalnya penggunaan kapasitas produksi dan membawa kepada tingkat utilisasi hanya dikisaran 50 persen.

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Anti Dumping

Konstruksi Jalan Tol Layang Kelapa Gading
Pekerja merangkai besi baja dinding Jalan Tol Layang Dalam Kota di Kelapa Gading, Jakarta, Kamis (15/10/2020). Penyelesaian pembangunan Jalan Tol Layang Dalam Kota Jakarta atau sering disebut dengan 6 Ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta ini ditargetkan pada pertengahan 2021. (merdeka.com/Imam Buhori)

Menyikap hal tersebut, Ketua Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Bachrul Chairi mengatakan, agar tercapai kesetaraan area bermain (equal level playing field) untuk memberikan kesempatan industri BJLAS dalam negeri sembuh, terlindung dan dapat bersaing secara adil (fair trade), maka percepatan regulasi trade remedies berupa Anti Dumping BJLAS yang dikeluarkan KADI pada 12 Februari 2021, sangatlah penting untuk segera disahkan.

“Aturan Trade Remedies salah satunya adalah Anti Dumping sebagai wujud konsistensi aturan yang berkiblat pada perlindungan industri dalam negeri dari serangan impor yang tidak sehat," ungkapnya.

"Hal ini merupakan tindakan konkrit untuk mengendalikan impor dan sekaligus memberikan kesempatan industri baja dalam negeri untuk mampu merencanakan bisnis jangka panjang yang berpotensi kepada penambahan investasi dalam rangka meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan tentunya dapat menarik investasi baru serta melambungkan neraca perdagangan Indonesia,” terang Bachrul Chairi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya