Pedagang E-Commerce Obral Diskon Sesuka Hati, Karena Bebas Pajak?

Pemerintah akan mengatur diskon di e-commerce untuk memberantas tindak predatory pricing di perdagangan digital.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 05 Mar 2021, 20:20 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2021, 20:20 WIB
e-Commerce
Ilustrasi e-Commerce (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Vice President Corporate Communications Transmart Carrefour, Satria Hamid, menyambut baik inisiatif Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi dalam mengatur diskon di e-commerce untuk memberantas tindak predatory pricing di perdagangan digital.

Menurut Satria, regulasi tersebut nantinya bisa menciptakan equal playing field (kesetaraan) yang baik antara pedagang ritel online maupun offline. Dia pun mempersilakan pedagang e-commerce untuk menyebar diskon sebagai bentuk promosi, asal sesuai batas.

"Bukannya enggak boleh promosi ya, tetapi promosi itu hendaknya memang tidak jadi ancaman bagi sebuah industri yang sudah established," ujar dia kepada Liputan6.com, Jumat (5/3/2021).

Satria berpendapat, promosi itu bagus untuk menciptakan level kompetisi yang baik antar pelaku usaha. Dimana mereka dituntut untuk saling berlomba dan berkreasi guna memasarkan barang jualannya.

"Tapi kalau untuk promosi yang cenderung predatory pricing, kemudian juga potensi untuk abuse of power, itu yang memang harus diatur," sambung Satria.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti sikap hukum kepada pelaku usaha online dan offline yang dinilai sedikit timpang. Sebab, Satria menyebutkan, tata cara dagang pengusaha ritel konvensional telah diatur dalam regulasi hukum yang jelas, seperti dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) maupun Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag).

Di sisi lain, pemerintah memang telah mewajibkan pedagang e-commerce untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen dari pembelian produk barang dan jasa digital dari luar negeri.

Namun, pungutan PPN atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) belum dikenakan sepanjang produk yang dibeli bukan barang dan jasa digital dari penjual luar negeri.

"Kalau di kita (pedagang ritel offline) kan sudah jelas. PPN di kita, pajak penjualan, itu kan income buat negara. Kalau yang di online nanti kulik aja bagaimana penerapannya," tutur Satria.

Dia juga menyoroti penjualan digital oleh para pelaku usaha yang kini banyak tersebar di ranah media sosial (medsos). "Jadi kan orang bebas berjualan, tidak ada yang mengawasi, potensi penerimaan negara juga bisa menguap di sana. Jadi bayar PPN-nya ke mana?" ungkapnya.

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Bakal Ada Aturan, Situs Belanja Online Tak Lagi Bisa Beri Diskon Asal-asalan

Ilustrasi belanja online, ecommerce, e-commerce, toko online
Ilustrasi belanja online, ecommerce, e-commerce, toko online. Kredit: athree23 via Pixabay

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi, menegaskan pemerintah akan mewujudkan perdagangan yang adil dan bermanfaat di Indonesia. Salah satunya dengan mengatur ketentuan "bakar uang" di layanan e-commerce atau situs belanja online

Lutfi menjelaskan, pemerintah tidak ingin diskon di platform e-commerce merusak harga di pasar, sehingga merusak persaingan dan merugikan para pelaku usaha. Jangan sampai diskon menjadi alasan, padahal sebenarnya yang dilakukan adalah predatory pricing.

"Untuk alasan diskon kita akan regulasi, jadi tidak bisa sembarangan. Alasannya diskon, tapi sebetulnya predatory pricing maka itu akan kita larang dan akan lebih ketat mengawasinya untuk memastikan perdagangan di Indonesia menciptakan keadilan dan bermanfaat," kata Lutfi dalam konferensi pers pada Kamis (4/3/2021).

Lutfi menegaskan langkah ini bukan bentuk proteksionisme, karena itu akan merugikan negara. Sebaliknya, hal ini dinilai bertujuan untuk memperbaiki perdagangan agar terjadi pertukaran yang baik antara penjual dan pembeli.

"Diskon itu bukan hal tabu di dalam perdagangan, tapi kalau niatnya menghancurkan itu yang tidak boleh. Jadi kalau dia mau diskon boleh, tapi tidak boleh bakar uang untuk menghancurkan kompetisi," tuturnya.

Untuk membuat perdagangan yang adil dan bermanfaat, Lutfi menargetkan Kemendag akan merilis peraturan terkait pada pertengahan Maret 2021. Dalam hal ini juga menyangkut soal predatory pricing.

"Saya pastikan dalam waktu tidak terlalu lama pada bulan Maret ini akan selesai. Saya atur penjual di indonesia berjualan di Indonesia, harus mengikuti aturan di indonesia," ungkapnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya