Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus menilai tidak tepat kampanye benci produk asing yang digaungkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu.
Menurutnya, strategi itu justru bisa memicu retaliasi atau tindakan balasan dari negara mitra. Sehingga justru mempersulit produk Indonesia untuk mejeng di pasar internasional.
Baca Juga
"Penggunaan diksi benci produk asing itu menurut saya tidak tepat, jelas ya. Karena berpotensi akan memicu protes dari negara mitra dagang, di protes dong, juga memicu akan retaliasi nanti kalau kita di balas gimana benci produk Indonesia?. Gawat juga itu justru akan mempersulit ekspor kita gitu kan," ungkapnya dalam konferensi pers dengan bertajuk Produk Asing: Benci Tapi Rindu, Senin (8/3).
Advertisement
Dia mengingatkan, bahwa masih ada cara lain yang bisa dilakukan pemerintah untuk meningkatkan volume produk ekspornya ke pasar dunia. Diantaranya dengan memperluas dan memperbaiki hubungan kerja sama dagang dengan negara lain.
"Dalam kerja sama itu kan sifatnya resiprokal (saling berbalasan). Kalau mau ekspor banyak, ya kita juga harus mau nerima barang dagangan dia," bebernya.
Selain itu, pengaturan komoditi impor juga menjadi penting untuk pelaku usaha dalam negeri memperluas pasarnya. "Sehingga itu yang perlu kita atur, kira-kira kita perlu impor apa aja nih yang memang kita perlukan, contoh bahan baku industri, kemudian juga nanti kalau industri udah impor bahan baku produknya harus mungkin di ekspor sekian persen dan seterusnya," terangnya.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pendalaman Struktur Industri
Terakhir, pendalaman struktur industri manufaktur tanah air juga dinilai tak kalah pentingnya untuk segera dilakukan. Upaya ini guna membangun rantai pasok yang kuat dan terintegrasi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, mensubstitusi bahan baku impor, serta mampu mengisi pasar ekspor.
"Kalau hanya sebatas kata-kata, tagline, tentu tidak cukup. Harus ada upaya-upaya penyiapan yang konkret ya," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong pemerintah melakukan perbaikan diksi kampanye dagang yang lebih mempunyai kekuatan makna untuk membangkitkan kecintaan masyarakat akan produk lokal. Seperti halnya yang lazim digunakan oleh pemerintah di negara maju.
"Masih lebih mending yang tadi tuh, Made in Indonesia 2024 misalnya. Kalau China, Made in China 2025 nah kita 2024, kita menggaungkan itu. Jadi, kita tanamkan rasa cinta bangga akan memiliki produk Indonesia. Seharusnya seperti itu yang dilakukan presiden (Jokowi)," tutupnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement