Liputan6.com, Jakarta Literasi dan Inklusi keuangan merupakan hal yang menguntungkan bagi mereka yang tinggal di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Makassar. Namun bagi mereka yang tinggal di kawasan Indonesia Timur, seperti Papua, pemahaman tentang produk keuangan adalah sesuatu yang masih tertinggal jauh.
Berdasarkan hasil survei nasional literasi dan inklusi keuangan tahun 2019 yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Papua hanya memiliki tingkat literasi keuangan sebesar 29,13% dan menduduki peringkat ke-32 dari 34 provinsi. Sementara untuk inklusi keuangan sebesar 60,89% atau masih di bawah indeks inklusi keuangan nasional 76,19%. Meski literasi dan inklusi keuangan di Papua masih rendah, namun angka tersebut mengalami peningkatan dibanding hasil survei nasional literasi dan inklusi keuangan tahun 2016.
Baca Juga
Kehadiran platform digital seperti GrabKios, GrabFood, dan GrabBike di Jayapura sejak 2017 lalu, membantu mengatasi permasalahan literasi dan inklusi keuangan, sekaligus membantu menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih besar bagi masyarakat lokal.
Advertisement
Melalui layanan GrabKios, ada ribuan warung dan kios di Jayapura yang kini bisa melayani berbagai transaksi digital dan finansial seperti pengiriman uang, pembayaran listrik, dan pembayaran BPJS. Lalu, dengan layanan pengantaran makanan seperti GrabFood, siapa saja bisa memulai usaha kuliner dan menjangkau pelanggan dengan mudah. Hal ini juga ternyata mampu menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan.
Bangkit setelah bangkrut dengan platform digital
Satrio Supriono (31) misalnya, yang kini tetap bisa menghidupi keluarganya berkat digitalisasi. Awalnya, ia menekuni usaha percetakan di Jayapura. Namun, usaha miliknya terkena imbas bencana banjir dan tanah longsor yang membuatnya harus gulung tikar.
“Sejak usaha percetakan tutup, saya harus memutar otak agar tetap punya penghasilan dan bisa membayar hutang. Berbekal keahlian memasak istri, saya memulai bisnis kuliner yang diberi nama Ayam Geprek Juragan Sambel. Bermula dari rumah, saya melakukan promosi dengan memanfaatkan media sosial. Sampai suatu hari, saya melihat banyak orang mengendarai sepeda motor dan menggunakan jaket hijau, serta melihat mereka berada di restoran tempat mereka mengantarkan makanan,” ungkap Satrio.
Dari situ, Satrio tergerak untuk mencari informasi lengkap dengan mendatangi kantor Grab di Jayapura dan mulai bergabung sebagai merchant partner GrabFood pada Februari 2020 .
"Selang 2 bulan, saya memberanikan diri membuka restoran kecil di daerah Polimak,” jelasnya.
Tapi kendala lain menghampiri saat pandemi datang. “Memasuki masa pandemi, hampir tidak ada yang datang untuk makan di restoran kami. Namun, saya dan istri tidak terlalu khawatir karena restoran tetap bisa mendapatkan pendapatan dari pesanan online. Saya juga tetap bisa mempertahankan 6 pegawai yang saya pekerjakan,” tambah Satrio.
Advertisement
Berdayakan ibu rumah tangga dan mereka yang kehilangan pekerjaan
Peningkatan kualitas hidup melalui teknologi inklusif turut dirasakan oleh Sugiyati (50). Menggunakan layanan Grab membuat ia banyak belajar mengenai teknologi yang sebelumnya tidak dimengerti. Awalnya ia hanya berjualan kebutuhan pokok di tokonya yang diberi nama Irfan Kios. Toko yang berlokasi di Pasar Lama Abepura tersebut melayani hampir 24 jam setiap harinya demi melayani kebutuhan pelanggan di Jayapura.
“Saya mencoba mengembangkan warung kelontong ini dengan menjadi mitra agen GrabKios. Sejak 2017, saya bisa berjualan produk digital seperti pulsa dan paket data. Selain itu, saya juga dapat melayani transaksi keuangan digital seperti layanan kirim uang. Layanan ini membantu lebih banyak pelanggan yang kebanyakan adalah pedagang di Pasar Lama Abepura. Mereka bisa langsung mentransfer uang hasil pendapatan hariannya dengan lebih mudah tanpa perlu pergi ke bank yang jaraknya lumayan jauh dari lokasi pasar,” ungkapnya.
“Bisa ada puluhan orang yang tiap hari melakukan transfer uang ke Kios saya, dan karena di sini buka 24 jam, jadi mereka bisa transaksi kapanpun dan tidak perlu jauh-jauh atau antre di ATM atau Bank,” jelasnya.
Hadirnya teknologi inklusif di Jayapura, juga turut membantu perekonomian masyarakat yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat pandemi COVID-19. Di tengah pandemi, Dwiki Pahlevi (30) harus kehilangan pekerjaan utamanya. Beruntung sebelumnya ia sudah membuka On Air Kios yang khusus menjual aksesori kebutuhan smartphone sebagai pekerjaan sampingan. Awalnya, ia hanya membuka kios tersebut setiap malam untuk mendapatkan penghasilan tambahan, dimana ia berjualan dari mobilnya di sekitar Pasar Hamadi.
“Sejak di-PHK, saya mulai fokus untuk mengembangkan usaha, salah satunya dengan bergabung menjadi mitra agen GrabKios agar saya bisa meningkatkan penghasilan melalui layanan keuangan digital yang dapat ditawarkan kepada pelanggan,” kisah Dwiki.
“Produk digital yang paling sering dibeli oleh pelanggan saya adalah data telepon dan pulsa. Selain itu, transaksi keuangan digital yang paling sering digunakan adalah layanan transfer uang oleh pedagang di sekitar Pasar Hamadi yang tidak memiliki rekening bank atau mobile banking. Pelanggan sangat terbantu karena dapat dengan cepat mentransfer uang atau membayar tagihan,” tambahnya.
Uniknya, sejak mengetahui Dwiki bergabung menjadi mitra agen GrabKios, banyak orang terdekatnya yang tertarik dengan layanan tersebut. Dwiki pun membantu banyak orang yang juga ingin bergabung menjadi mitra agen GrabKios karena kini pendaftarannya lebih mudah dan bisa dilakukan secara online sehingga masyarakat yang mungkin telah kehilangan pekerjaan selama pandemi ini bisa mulai berjualan dan mendapatkan penghasilan kembali melalui layanan ini.
Kehadiran teknologi digital di Jayapura, membantu akses pada layanan finansial dan juga membuka lapangan pekerjaan baru bagi ribuan orang.
Neneng Goenadi, Country Managing Director Grab Indonesia, mengungkapkan sebagai perusahaan teknologi digital yang pertama hadir di Jayapura, Grab berkomitmen untuk mendorong ekonomi digital dan inklusi keuangan, serta memberikan peluang bagi masyarakat setempat meningkatkan kualitas hidup, hal ini sejalan dengan misi GrabForGood.
"Kami percaya bahwa akses teknologi harus bersifat inklusif, agar dapat mengurangi kesenjangan inklusi finansial di berbagai kota di Indonesia. Digitalisasi yang dimotori oleh platform digital seperti Grab tidak hanya dirasakan manfaatnya oleh para merchant dan mitra, namun juga komunitas di sekitar mereka yang terbantu saat bisnis para merchant bertumbuh," tutur Neneng Goenadi.
(*)