Liputan6.com, Jakarta - Utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus membengkak hingga sampai triliunan rupiah. Namun uang tersebut tidak seirama dengan laba yang disetorkan oleh negara. Hal ini membuat ekonom senior Institute for Develompent of Economic and Finance (Indef) Didik J Rachbini merasa miris.
"Sekarang BUMN ini penyerahan labanya kepada pemerintah, utangnya ribuan triliun, setoran labanya itu seupil," ujar Didik dalam diskusi online, Jakarta, Rabu (24/3/2021).
Baca Juga
Adapun beberapa BUMN yang memberi laba besar di antaranya adalah BRI Rp 11 triliun, Telkom Rp 8 triliun dan BNI Rp 2 triliun. Sementara itu, Pupuk Indonesia yang mendapat subsidi Rp 30 triliun, hanya memberikan laba kepada negara sebesar Rp 1 triliun.
Advertisement
"Jadi BUMN ini saya kira binatang yang antara diperlukan dan tidak diperlukan. Diperlukannya karena dia mengeksekusi kegiatan ekonomi, tapi beban utangnya sangat banyak,” kata dia.
Belum lagi, kata Didik, saat ini ada banyak perusahaan pelat merah yang merugi dan memiliki banyak utang. Beberapa di antaranya adalah PT Garuda Indonesia dan PT Krakatau Steel.
"Sudah utangnya banyak, menyusu kepada APBN, setorannya kepada APBN kecil, yang paling besar BRI Rp 11 triliun, sisanya cuma Rp 100-200 miliar. Yang rugi banyak dan menjadi beban negara. Jadi BUMN ini sekarang jadi beban kelas berat, ini harus diperhatikan dalam pengembalian keputusan,” jelasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Asal Ambil Proyek
Didik menambahkan, BUMN juga termasuk asal dalam mengambil proyek tanpa mempertimbangkan pengaruh terhadap keuangan perusahaan ke depan. Hal ini menyebabkan BUMN memiliki tumpukan utang yang sangat banyak.
“Jadi sekarang BUMN itu tumpukan utangnya, sangat banyak. Kalau BUMN diberikan mandat, main embat saja perkara resikonya urusan belakangan. Kita siap-siap saja presiden berikutnya menerima tumpukan utang yang sangat besar,” tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement