Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) di level 3,50 persen pada April 2021. Keputusan itu diambil setelah bank sentral menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Senin hingga Selasa, 19-20 April 2021.
"Setelah mencermati dan melihat berbagai assesment baik ekonomi global dan domestik, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 19-20 April 2021 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan sebesar 3,50 persen," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam sesi teleconference, Selasa (20/4/2021).
Perry mengatakan, Bank Indonesia juga memutuskan untuk menahan suku bunga deposito facility di level 2,75 persen, dan suku bunga lending facility pada 4,25 persen.
Advertisement
"Keputusan ini sejalan dengan memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian global, dan di tengah angka inflasi yang rendah," sambung Perry.
Sebelumnya, Bank Indonesia dalam RDG pada Maret lalu juga telah memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan sebesar 3,50 persen, setelah sebelumnya diturunkan sebesar 25 bps dari level 3,75 persen pada Februari 2021.
Adapun di sepanjang 2020, Bank Indonesia telah memangkas suku bunga acuan sebanyak lima kali atau sebesar 150 basis points (bps), dari semula 5 persen menjadi 3,50 persen.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sesuai Prediksi
Sebelumnya, sejumlah ekonom sepakat Bank Indonesia (BI) melalui rapat dewan gubernur (RDG) pada Selasa (20/4/2021) siang ini akan kembali mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5 persen.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, suku bunga acuan tidak akan dipangkas lagi lantaran tingkat inflasi di Indonesia pada Maret 2021 lalu tercatat masih rendah sebesar 1,37 persen secara tahunan (year on year). Angka tersebut relatif masih di bawah target BI sebesar 3+1 persen.
"Namun demikian, BI juga tidak akan menurunkan suku bunganya sejalan dengan masih depresiasi rupiah yang secara year to date melemah hingga 3,7 persen," kata Josua kepada Liputan6.com, Selasa (20/4/2021).
Di sisi lain, Josua juga menyoroti kondisi makroekonomi lain berupa kenaikan impor pada Maret lalu, yang memberikan sinyal bahwa ke depannya transaksi berjalan akan kembali mencatatkan defisit sejalan dengan pemulihan ekonomi, yang mendorong permintaan impor.
Senada, Ekonom Senior Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah memperkirakan jika Bank Indonesia tidak akan lagi menurunkan suku bunga acuan. Pertimbangannya, rupiah sempat tertekan oleh kenaikan Yield US Treasury.
"Ada risiko semakin sempitnya interest rate differential yang akan mengakibatkan keluarnya modal asing dan Rupiah sulit untuk stabil. Rupiah akan terus tertekan melemah dan menghambat pemulihan ekonomi," ujarnya kepada Liputan6.com.
"Saya yakin BI memperhitungkan risiko tersebut. Pilihannya, suku bunga acuan akan dipertahankan atau dinaikkan. Saya kira BI Masih akan mempertahankan di 3,5 persen," tegas Piter.
Merujuk pada situasi terakhir dan proyeksi di masa depan, Piter menganggap suku bunga acuan sebesar 3,5 persen sudah mentok, sehingga Bank Indonesia diprediksi tidak akan lagi memangkasnya.
"Saya perkirakan sudah maksimal. Ke depan BI harus mengantisipasi tekanan terhadap rupiah, apalagi jika bank sentral global mulai melakukan normalisasi atau tapering," tuturnya.Â
Advertisement