Liputan6.com, Jakarta - Wakil Direktur Utama I PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI), Ngatari mengakui, aset perbankan syariah di Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan sejumlah negara muslim. Termasuk dengan negara tetangga Malaysia.
"Kita lihat lini aset bank syariah Indonesia masih tertinggal jauh. Negara tetangga Malaysia di peringkat 3 dunia. Sementara kita kurang lebih di peringkat 10," ungkapnya dalam acara Sarasehan Industri Jasa Keuangan di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (1/5).
Baca Juga
Dalam bahan paparannya, tercatat ada 10 negara dengan kepemilikan aset perbankan syariah terbesar di dunia. Iran berada peringkat pertama dengan kepemilikan nilai aset syariah terbesar di dunia. Kemudian di peringkat kedua ada Arab Saudi dan diikuti Malaysia di peringkat ketiga.
Advertisement
Peringkat keempat diduduki oleh UAE dan ikuti Kuwait di peringkat kelima. Lalu, Qatar berada di posisi keenam dibuntuti oleh Bahrain diposisi Ketuju.
Selanjutnya ada Turki di peringkat kedelapan, dan Bangladesh di peringkat sembilan. Sementara Indonesia berada di peringkat 10.
Kendati demikian, dia tidak menyebut besaran nilai aset yang dibukukan perbankan syariah di Indonesia maupun Malaysia.
Ngatari mengatakan, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, mestinya Indonesia bisa membukukan nilai aset yang lebih tinggi lagi. Oleh karena itu, pihaknya terpadu untuk mengoptimalkan kinerja lembaga keuangan syariah yang ada di Indonesia.
"Mudah-mudahan kita bisa menuju mendekati Malaysia. Itu semangat kami. Di Indonesia sendiri saat ini ada 12 bank umum syariah, 20 unit usaha syariah 163 BPR syariah," ungkapnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Wapre Ma'ruf Ungkap Penyebab Ekonomi Syariah Terkontraksi di 2020
Laporan Ekonomi Keuangan Syariah 2020 yang dirilis Bank Indonesia menyebutkan bahwa kontraksi ekonomi syariah Indonesia pada 2020 mencapai minus 1,72 persen (yoy). Angka ini masih lebih baik dibandingkan ekonomi nasional yang mencapai minus 2,07 persen.
Wakil Presiden, Ma'ruf Amin memahami, kinerja ekonomi syariah Indonesia memang alami kontraksi. Ini dikarenakan kinerja ekonomi syariah di masa pandemi hanya didorong oleh beberapa sektor prioritas dalam rantai nilai halal. Utamanya sektor pertanian dan makanan halal yang masih tumbuh positif.
"Sektor yang paling terdampak yaitu pariwisata ramah muslim. Adapun sektor fesyen juga terpukul, meski cukup ditopang penjualan secara online," katanya dalam webinar Ekonomi Syariah yang digelar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Rabu (28/4).
Namun di sisi lain dari pandemi Covid-19, juga memberikan dampak positif terhadap akselerasi proses digitalisasi di berbagai sektor ekonomi dan keuangan syariah. Digitalisasi berperan signifikan, di antaranya dalam menahan laju penurunan kinerja penjualan produk industri halal.
Selain itu juga bisa mempercepat mekanisme audit online dalam pengajuan sertifikasi halal, mendorong peningkatan keuangan sosial syariah terutama dalam hal pembayaran ZISWAF secara online oleh masyarakat.
Data Bank Indonesia mencatatkan nominal transaksi produk halal melalui perdagangan elektronik (e-commerce marketplace) selama Mei sampai Desember 2020 secara kumulatif tumbuh 49,52 persen dibanding periode yang sama tahun 2019.
Produk halal yang mendominasi transaksi adalah produk fesyen dengan pangsa mencapai 86,63 persen dari total nominal transaksi melalui e-commerce marketplace.
Digitalisasi juga terjadi pada metode pembayaran yang digunakan oleh masyarakat selama pandemi. Selama 2020, metode pembayaran transaksi produk halal di e-commerce marketplace didominasi oleh uang elektronik dan transfer bank, masing-masing sebesar 42,10 persen dan 23,08 persen dari pangsa.
Data terkini secara umum, volume transaksi keuangan digital perbankan Indonesia pada Maret 2021 telah mencapai 553,6 juta atau tumbuh 42,47 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Adapun nilai transaksinya juga naik 26,44 persen atau mencapai Rp3.025,6 triliun (yoy).
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Indonesia Duduki Peringkat 4 di Dunia dalam Pengembangan Ekonomi Syariah
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, perkembangan ekonomi syariah di Indonesia semakin mengalami kemajuan tiap tahun. Hal ini terlihat dari beberapa indikator, misalnya dari sektor keuangan syariah.
"Bahkan untuk keuangan syariah, menurut data ICD Refinitif Development Report 2020, Indonesia menempati peringkat ke-2 dunia setelah Malaysia," ujar Perry dalam Rakornas Badan Wakaf Indonesia, Selasa (30/3/2021).
Selain itu, indikator lainnya ialah sektor pengembangan ekonomi syariah dan industri halal.
Berdasarkan Global Economic Indicator 2020, Indonesia menduduki peringkat ke 4 dalam pengembangan ekonomi syariah dan masuk peringkat 10 terbesar di sektor industri halal dunia.
Lanjut Perry, kemajuan tersebut tidak lepas dari upaya pemerintah dalam mendorong komitmen pengembangan ekonomi syariah. Hal ini ditandai dengan pembentukan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS).
Pihaknya juga memperbesar peran perbankan syariah, membangun keuangan sosial seperti zakat, infaq, sedekah dan wakaf, literasi dan edukasi ekonomi syariah hingga mendorong pembiayaan syariah.
"Kita berjamaah dalam pengembangan ekonomi syariah untuk membangun mata rantai ekonomi halal, dari pesantren hingga industri besar, di seluruh sektor unggulan," tandasnya.