Sebulan Pasca Kemacetan Terusan Suez, Efeknya Masih Terasa Sampai Sekarang

Insiden kemacetan di Terusan Suez bukan satu-satunya biang keladi dari masalah di industri pelayaran saat ini.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Mei 2021, 14:04 WIB
Diterbitkan 06 Mei 2021, 14:04 WIB
FOTO: Kapal Kargo Ever Given Berhasil Dievakuasi dari Terusan Suez
Kapal kargo Ever Given ditarik oleh salah satu kapal tunda di Terusan Suez, Mesir, Senin (29/3/2021). Lalu lintas Terusan Suez kembali normal setelah kapal kargo Ever Given yang terdampar dan memblokir jalur selama hampir seminggu akhirnya dievakuasi kru penyelamat. (Suez Canal Authority via AP)
Liputan6.com, Jakarta Seperti banyak proyeksi analis, kemacetan kapal kargo raksasa Ever Given selama hampir seminggu pada bulan Maret lalu di Terusan Suez bakal berefek panjang. Sebagian besar pelabuhan tampaknya masih menyelesaikan masalah penumpukan kargo karena kemacaten kemarin.
 
Charlotte Cook, Kepala Analis Perdagangan di VesselsValue, firma penyedia data kapal Inggris, mengatakan bahwa pelabuhan akan tetap padat hingga Mei seperti halnya di tempat lain, harus mengatasi masalah kacaunya jadwal pelayaran. 
 
Meski begitu, insiden kemacetan di Terusan Suez bukan satu-satunya biang keladi dari masalah di industri pelayaran saat ini. Namun juga karena pandemi Covid-19 yang turut memukul manufaktur di banyak pelabuhan.
 
Kini, karena kondisi mulai normal, volume pengiriman yang meningkat signifikan tentunya membuat pengelola pelabuhan kewalahan.
 
"Kecuali jika wabah virus Covid-19 dikendalikan sepenuhnya, normalisasi (pengiriman global) sulit dilakukan," kata Takuma Matsuda, seorang profesor di Universitas Takushoku Jepang, seperti dikutip dari Nikkei Asia, Kamis (6/5/2021).
 
Volume lalu lintas peti kemas dari Asia ke AS menyentuh rekor tertinggi pada bulan Maret. Di saat yang bersamaan, banyak pelabuhan di AS berjuang mengimbangi lonjakan volume kargo karena jumlah tenaga kerjanya yang berkurang signifikan sepanjang pandemi.
 
Sementara saat kejadian penyumbatan, kapal kargo yang gagal melintas dari pelabuhan AS menuju Asia, kebanyakan kemudian berbalik arah menuju pelabuhan asal, yang kemudian turut memperburuk penumpukan kargo.
 
Hal serupa juga terjadi dalam distribusi barang ke beberapa negara Eropa. Pasalnya masih ada sekitar 100 kapal yang menunggu untuk memasuki Pelabuhan Rotterdam di Belanda, pelabuhan laut terbesar di Eropa.
 
A.P. Moller-Maersk, perusahaan pengiriman peti kemas terbesar di dunia yang berbasis di Denmark, menangguhkan pemesanan kargo spot baru pada 31 Maret untuk menghindari kebingungan karena jadwal pengiriman yang jadi kacau. Bahkan hingga sekarang, mereka belum memperluas pemesanan ke volume sebelum kecelakaan.
 
 

Saksikan Video Ini

Dari Tarif Hingga Alternatif Pengiriman

Ilustrasi kapal kargo (AFP/Olga Maltseva)
Ilustrasi kapal kargo (AFP/Olga Maltseva)
Sejak masalah Ever Given di Terusan Suez akhir Maret, tarif angkutan peti kemas telah melonjak lebih dari 10 persen ke level tertingginya.
 
Hal ini telah memaksa beberapa perusahaan untuk menggunakan angkutan udara yang jauh lebih mahal dan transportasi kereta api yang jauh lebih lambat. Karenanya, rantai pasokan global masih tersendat.
 
Menurut Shanghai Shipping Exchange, tarif pengiriman untuk kargo yang menuju ke pelabuhan-pelabuhan di wilayah barat Amerika Serikat dari Shanghai, China telah meningkat menjadi USD 4.432 per peti kemas 40 kaki.
 
Sementara untuk kontainer yang menuju pelabuhan di wilayah timur AS juga naik jadi USD 5,452 per kontainer 40 kaki. Angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak survei dimulai pada tahun 2009.
 
Hal serupa juga terjadi pada pengiriman kargo ke Eropa. Tarif kargo untuk peti kemas tujuan Eropa kini adalah USD 4.187 per peti kemas berukuran 20 kaki, juga naik lebih dari 10 persen dari akhir Maret.
 
Penyumbatan Suez bukanlah penyebab utama, namun berhasil memberikan peringatan begitu rapuhnya industri pelayaran yang hanya bergantung pada mode transportasi tertentu saja, yaitu pelayaran laut. 
 
Wolfgang Lehmacher, mantan kepala industri rantai pasokan dan transportasi di Forum Ekonomi Dunia, menunjukkan bahwa meskipun biaya lebih tinggi, rute dan metode alternatif yang berbeda akan memperkuat rantai pasokan global.
 
Toyo Trans, anak perusahaan Toyo Wharf & Warehouse yang berbasis di Tokyo, meluncurkan layanan baru dari Jepang ke Eropa pada bulan Januari di Jalur Kereta Trans-Siberian Rusia sepanjang 9.300 km. Sejauh ini, layanan tersebut telah digunakan untuk mengangkut suku cadang mesin dan produk kimia dua hingga tiga kali sebulan dari Jepang ke Eropa.
 
Pemilik kargo juga mulai memakai angkutan udara. Menurut Japan Aircargo Forwarders Association, atau JAFA yang berbasis di Tokyo, volume ekspor Jepang melalui udara dengan basis kargo terkonsolidasi pada bulan Maret melonjak 63 perssn dari tahun sebelumnya, mencapai level tertinggi dalam 29 bulan terakhir.
 
Jumlah penerbangan kargo sewaan yang dioperasikan oleh Nippon Express, perusahaan ekspedisi internasional terbesar Jepang, antara Januari dan Maret tahun ini meningkat 2,5 kali lipat menjadi 261 dari periode Oktober-Desember sebelumnya.
 
 
Reporter: Abdul Azis Said
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya