Utang Menggunung, Grup Bakrie Disarankan Jual Aset

Grup Bakrie kembali terlilit utang.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Mei 2021, 21:06 WIB
Diterbitkan 06 Mei 2021, 20:15 WIB
IHSG Berakhir Bertahan di Zona Hijau
Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Grup Bakrie kembali terlilit utang. Paling anyar, salah satu anak usaha yakni PT Bakrie Darma Indonesia (BDI) sejak 31 Desember 2019 memiliki utang sebesar Rp75 miliar ke PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), yang tak lain pengelola gerai KFC. BDI baru membayar Rp25 miliar. Sisanya belum dilunasi.

Soal utang, Grup Bakrie punya rekam jejak panjang, misal akibat utang mengggunung PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) menjual satu per satu aset bisnisnya, terutama di beberapa sektor. Upaya ini dilakukan demi menutupi utang jangka pendek yang sudah menggunung. Mau tak mau Grup Bakrie melakukan langkah restukturisasi, demi menyelamatkan bisnis dan meringankan beban utang.

Analis pasar modal Lucky Bayu Purnomo mengatakan, beban utang denominasi dollar di Grup Bakrie bisa membayakan, jika terjadi fluktuasi mata uang. Jika kondisi pasar makin tak stabil utang bisa makin menggunung. Kata Bayu, perlu diwaspadai oleh Bakrie Group yakni status utang dengan nominal dollar.

"Ini yang perlu diwaspadai, karena utang dengan USD memang harus diturunkan, karena memang kinerja pasar selalu mempertimbangkan dua aspek yakni USD dan rupiah," kata dia, saat dihubungi wartawan, Kamis (6/5/2021).

Bila utang dengan nominal USD, Lucky mengaku khawatir utang itu bisa semakin tinggi, terutama di tengah ketidakpastian pasar Untuk itu, emiten lain juga harus memewaspadai situasi ini.

Kata dia, meski tak masalah emiten melakukan kesepatakan pakai USD, namun jika perhatikan emiten-emiten sekarang ini lebih pakai rupiah demi menghindari fluktuasi. Memang, dengan menggunakan USD tentunya lebih tinggi nominalnya.

Dia pun mengingatkan agar emiten di bawah Grup Bakrie yang tidak produktif, sebaiknya melakukan sejumlah langkah agar melakukan transformasi.

"Mau tidak mau emitan yang tidak perform, seperti lini selulernya yang saat ini memang kurang bagus, karena faktor lain perlu melakukan langkah-langkah agar kembali bergairah," jelasnya.

Supaya Grup Bakre bisa bayar utang, opsi yang bisa dipilih yaitu restrukturisasi internal guna mengurangi beban. Karena itu, langkah Bakrie Gorup yang melakukan restrukturisasi secara internal, perlu diikuti oleh anak usaha lain. Seperti halnya upaya yang dilakukan oleh emiten media Grup Bakrie, PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) yang akan menjual 39 persen saham perusahaan di PT Intermedia Capital Tbk (MDIA), untuk menyelamatkan beban utang.

"Perlu restrukturisasi internal, karena sifatnya untuk menurunkan beban utang," kata Lucky.

Meski begitu diakui Lucky, tak selamanya perusahaan tidak dalam kualitas kinerja yang buruk. Tatapi, kata dia, setidaknya Group Bakrie harus berusaha menekan beban utang yang sudah mengkhwatirkan itu.

"Dengan kondisi saat ini emiten seharusnya lebih giat melakukan corporat action, dengan menekan budget dengan cara melakukan penjualan aset," jelas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Saham BRMS Jadi Jaminan, Bakrie Punya Utang Rp 75 Miliar ke KFC

FOTO: Restoran Cepat Saji Terapkan Physical Distancing
Pelayan merapikan banner bergambar karakter di KFC Salemba, Jakarta, Selasa (23/6/2020). Banner bergambar tersebut berguna untuk pembatas bagi pengunjung yang makan di tempat saat fase kenormalan baru. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

PT Fast Food Indonesia Tbk selaku pengelola KFC menegaskan bila PT Bakrie Darma Indonesia (BDI) memiliki utang sebesar Rp75 miliar yang belum dibayarkan hingga saat ini.

Hal ini diungkapkan emiten berkode FAST tersebut melalui keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Rabu (5/5/2021). Dalam keterangan tertulis yang diberikan, KFC mengaku bila skema utang yang diberikan pada BDI tanpa bunga dan akan digunakan untuk pendanaan proyek properti.

"PT BDI perusahaan yang memiliki rencana proyek properti dan menawarkan pada Perseroan untuk turut berpartisipasi dalam proyek properti tersebut dengan memberikan dana kepada PT BDI untuk kepentingan modal atas rencana kegiatan usaha, pembangunan dan pembelian properti. Dengan latar belakang tersebut, Perseroan sepakat untuk memberikan investasi di proyek tersebut di mana Perseroan akan memperoleh hak untuk menggunakan properti untuk pengembangan usaha restoran," tulis perseroan.

Dalam proyek ini, perjanjian yang ditetapkan kedua belah pihak yakni sebesar Rp100 miliar. Namun, tak terealisasi proyek membuat BDI harus mengembalikan dana yang telah disepakati.

"Karena tidak terealisasinya proyek properti ini, pihak PT BDI telah mengembalikan sebagian dana yang diterima sebesar Rp 25 miliar pada Desember 2020. Sisa pengembalian sebesar Rp 75 miliar akan tetap diselesaikan oleh PT BDl," tulis KFC.

Perjanjian terkait proyek disepakati PT Fast Food Indonesia Tbk dan PT BDI pada 18 September 2019. Investasi ini memiliki jangka waktu hingga 29 Februari 2020.

Namun, perjanjian ini telah melewati jatuh tempo yang ditetapkan yakni pada 31 Desember 2019, sehingga pengembalian dana harus dilakukan karena proyek tidak teralisasi.

Manajemen pengelola KFC ini menyatakan, piutang perseroan masih dijamin dengan gadai saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya