Bos Bappenas soal Anggaran Alutsista Rp 1.700 Triliun: Kita Tak Pernah Tahu Angka Itu

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengaku, tidak mengetahui sama sekali ada rencana pembelian alutsista senilai Rp 1.700 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Jun 2021, 16:00 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2021, 16:00 WIB
Deretan Alutsista Dipamerkan di HUT ke-74 TNI
Prajurit TNI menaiki panser saat parade alutsista pada perayaan HUT ke-74 TNI di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu (5/10/2019). Perayaan HUT ke-74 TNI bertemakan 'TNI Profesional Kebanggaan Rakyat'. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengaku, tidak mengetahui sama sekali ada rencana pembelian alutsista atau alat peralatan pertahanan dan keamanan (Alpalhankam) senilai Rp 1.700 triliun. Sebab secara pembiayaan sendiri harus melalui Bappenas, karena mengunakan pinjaman luar negeri.

“Kalau itu dibiayai oleh pinjaman luar negeri, harus lewat Bappenas. Kan Bappenas tidak pernah tahu angka itu,” ujar Suharso saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (9/6).

Suharso juga heran, beredarnya anggaran untuk Alpalhankam tersebut yang mencuat di berbagai media. Karena menurutnya, belanja alutsista tersebut menjadi rahasia negara, dan tidak dipublikasikan.

“Dan saya tahu persis bahwa tidak mungkin belanja alutsista itu terbuka. Saya merasa heran ketika belanja alpalhankam bisa bocor kemana-mana, itu rahasia negara. Itu membingungkan saya,” jelasnya.

Sebelumnya, Kementerian Pertahanan berencana membeli alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI dengan meminjam uang kepada negara asing. Hal tersebut tertuang pada rancangan Peraturan Presiden tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2020-2024.

"Pendanaan untuk membiayai pengadaan Alpalhankam Kemenhan dan TNI dibebankan pada anggaran dan pendapatan negara melalui anggaran pinjaman luar negeri," dalam rancangan Perpres yang didapat, Sabtu (29/5).

Dalam rancangan perpres tersebut dijelaskan pada pasal 7, duit yang dibutuhkan untuk membeli alutsista adalah USD 124.995.000. Kemudian secara merinci meliputi akuisisi Alpalhankam sebesar USD 79.099.625.314, pembayaran bunga tetap selama 5 Renstra sebesar USD 13.390.000.000, untuk dana kontingensi serta pemeliharaan dan perawatan Alpalhankam sebesar USD 32.505.274.686.

Kemudian dijelaskan bahwa pengadaan Alpalhankam Kemenhan dan TNI dalam Renbut dilaksanakan Kemenhan pada Rencana Strategis (Renstra) tahun 2020-2024. Tetapi dalam peraturan tersebut, dijelaskan peraturan akan dilaksanakan setelah peraturan presiden diundangkan.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

ICW Sebut Pembentukan PT TMI dan Pengadaan Alutsista Rp 1,7 Kuadriliun Rawan Korupsi

Alutsista TNI
Pengunjung melihat-lihat produk pada pameran Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) TNI di halaman Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa (3/12/2019). Pameran untuk meningkatkan Alutsista TNI agar modernisasi, baik angkatan laut, udara, maupun angkatan darat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo, memaparkan temuan bahwa rencana modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) senilai Rp 1.760 triliun rawan tindak korupsi. Utamanya dalam kasus pembentukan PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) selaku pengurus alutsista.

Adnan menyatakan, dirinya menemukan sejumlah informasi mengejutkan antara proyek alutsista Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan PT TMI, seiring beredarnya surat bernomor B/2099/M/XI/2020 tertanggal 16 November 2020.

Pertama, Prabowo sebagai Menteri Pertahanan dalam surat itu menjelaskan telah membuat beberapa perusahaan yang dikendalikan langsung oleh dirinya melalui yayasan, dan di dalamnya termasuk PT Teknologi Militer Indonesia (TMI).

"Ini jadi pertanyaan, ada seorang pejabat negara dengan posisinya sebagai menteri mendirikan perusahaan, yang nanti perusahaan itu sesuai dengan surat yang sama ditetapkan oleh Prabowo sebagai pihak yang akan mengurus berbagai hal, termasuk pengadaan alutsista. Ini mengerikan," paparnya dalam sesi webinar, Rabu (9/6/2021).

Selain itu, Prabowo dalam pembentukan PT TMI juga memanggil Glenny H Kairupan yang merupakan kerabatnya di Partai Gerindra. Lalu ada juga Harsusanto, mantan Direktur Utama PT PAL yang beberapa kali dipanggil oleh KPK sebagai saksi dalam beberapa kasus indikasi korupsi.

"Melihat dari isi surat itu dan kemudian dikaji dalam perspektif anti korupsi, kita bisa mengatakan sebenarnya kebijakan surat itu sendiri adalah kebijakan yang koruptif," ucap Adnan.

Analisa selanjutnya, Adnan coba merujuk pada Undang-Undang Nomor 28/1999 tentang penyelenggaraan pemerintah yang bersih dan bebas dari KKN. Melihat isi substansi surat tersebut, ia melihat ada kesamaan jabatan di luar pemerintah antara yang ditunjuk dan menunjuk dalam PT TMI, sama-sama dari Partai Gerindra

"Pak Prabowo sebagai Menhan juga tidak bisa jelaskan apa dasar hukumnya untuk mendirikan perusahaan swasta, yant sudah ditetapkan untuk mengurus alutsista yang mungkin konteksnya berangkat dari rencana Rp 1.760 triliun dana modernisasi alutsista," tuturnya.

Skema Pengadaan

Deretan Alutsista Dipamerkan di HUT ke-74 TNI
Prajurit TNI menaiki tank saat parade alutsista pada perayaan HUT ke-74 TNI di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu (5/10/2019). Perayaan HUT ke-74 TNI ini diikuti oleh 6.806 prajurit. (Liputan6.com/JohanTallo)

Sementara dalam konteks UU 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor), Adnan menjelaskan, korupsi didefinisikan sebagai tindak melawan hukum yang perbuatan itu memperkaya diri sendiri, orang lain, atau satu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.

"Secara melawan hukumnya sudah jelas, seorang menteri mendirikan perusahaan swasta, dan perusahaan itu ditunjuk langsung mengurus pengadaan alutsista di lingkungan Kementerian Pertahanan," ujar dia.

"Nanti akan kita lihat apakah sebenarnya skema pengadaan dan pembiayaan yang seluruh sumbernya berasal dari pinjaman luar negeri itu menguntungkan Indonesia atau tidak," tukas Adnan. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya