Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu memastikan bahwa pemerintah terus menjaga utang dalam batas aman. Utang akan dikelola secara hati-hati dan makin efisien.
Febrio mengakui bahwa pembiayaan utang pemerintah mengalami peningkatan signifikan sejak 2020. Peningkatan tersebut seiring dengan langkah fiskal untuk menangani pandemi covid-19 dan mendorong pemulihan ekonomi nasional.
"Ke depan, kami harus terus mengendalikan utang secara fleksibel dan penuh kehati-hatian," katanya dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR RI, Rabu (16/6/2021).
Advertisement
Di samping itu, kebijakan fiskal yang extraordinary juga menyebabkan implikasi pada defisit APBN yang harus melebar hingga 6,09 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Namun, pemerintah akan mengembalikan defisit APBN ke bawah 3 persen PDB seperti amanat UU 2/2020.
Febrio mengatakan pandemi Covid-19 menyebabkan rasio utang melonjak dari 30,2 persen terhadap PDB pada 2019 menjadi 39,4 persen PDB pada 2020. Sementara tahun ini, rasio utang diprediksi mencapai 41,1 persen dari PDB.
“Ke depan kita harus mengendalikan utang secara fleksibel dan penuh kehati-hatian kita jaga rasio utang dalam batas aman yakni 43,76 persen hingga 44,28 persen terhadap PDB,” tuturnya.
Dia melajutkan pemerintah akan meningkatkan efisiensi dari biaya utang, mendorong pendalaman pasar, memperluas basis investor, serta mendorong penerbitan obligasi atau sukuk daerah. Secara bersamaan, pemerintah juga akan menggunakan utang sebagai instrumen menjaga keseimbangan melalui komposisi portofolio utang yang optimal untuk menjaga stabilitas makroekonomi.
“Utang sebagai industrumen ini untuk menjaga keseimbangan melalui komposisi portofolio utang yang optimal untuk menjaga stabilitas makroekonomi kita," jelas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Utang Luar Negeri Indonesia per April 2021 Tembus Rp 5.954,4 Triliun
Sebelumnya, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada April 2021 tumbuh melambat. Posisi ULN Indonesia pada akhir April 2021 sebesar USD 418,0 miliar setara dengan Rp 5.954,4 triliun (kurs Rp 14.245 per dolar AS) atau tumbuh 4,8 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 7,2 persen (yoy). Perkembangan tersebut didorong oleh perlambatan pertumbuhan posisi utang Pemerintah dan utang Swasta.
Dikutip dari laporan Bank Indonesia, Selasa (15/6/2021), ULN Pemerintah bulan April 2021 tumbuh lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya. Secara tahunan, ULN Pemerintah pada April 2021 tumbuh 8,6 persen (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada Maret 2021 sebesar 12,6 persen (yoy).
"ULN Pemerintah tumbuh pada bulan April 2021 seiring dengan penarikan neto pinjaman luar negeri yang digunakan untuk mendukung pembiayaan program dan proyek, diantaranya program inklusi keuangan," tulis Bank Indonesia.
Di samping itu, sentimen positif kepercayaan pelaku pasar global yang tetap terjaga, mendorong investor asing kembali menempatkan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik. ULN Pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas, termasuk upaya penanganan pandemi Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Program PEN ini antara lain mencakup sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (17,7 persen dari total ULN Pemerintah), sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (17,1 persen), sektor jasa pendidikan (16,3 persen), sektor konstruksi (15,3 persen), dan sektor jasa keuangan dan asuransi (12,8 persen).
Posisi Utang Luar Negeri Pemerintah di bulan April 2021 tercatat sebesar USD 206,0 miliar, relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruhnya merupakan ULN dalam jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN Pemerintah.
Advertisement