Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mentah naik pada perdagangan Jumat didorong oleh kekhawatiran pasokan baru setelah kelompok negara produsen minyak, OPEC+ menolak seruan Amerika Serikat (AS) untuk mempercepat peningkatan produksi bahkan ketika permintaan mendekati tingkat pra-pandemi.
Dikutip dari CNBC, Sabtu (6/11/2021), harga minyak mentah Brent naik USD 2,20 menjadi USD 82,74 per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik USD 2,46 menjadi USD 81,27.
Baca Juga
Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, pada hari Kamis sepakat untuk tetap pada rencana mereka untuk meningkatkan produksi minyak sebesar 400.000 barel per hari mulai Desember. Presiden AS Joe Biden telah menyerukan produksi ekstra untuk mendinginkan kenaikan harga minyak.
Advertisement
Direktur Energi Berjangka di Mizuho, Bob Yawger mengatakan keputusan OPEC untuk tetap berada di jalur dan kurangnya respons substansial dari pemerintah Biden membuat reli minyak terus berlanjut.
Hanya upaya terkoordinasi, dengan China dan lainnya yang terlibat, yang akan mengatasi kekurangan barel di pasar, tambah Yawger.
Gedung Putih mengatakan akan mempertimbangkan semua alat yang ada untuk menjamin energi yang terjangkau, termasuk kemungkinan melepaskan minyak dari cadangan minyak strategis (SPR).
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Faktor yang Mempengaruhi Harga Minyak
Sentimen juga diperoleh dari data yang menunjukkan pekerjaan AS meningkat lebih dari yang diharapkan pada bulan Oktober.
"Pasar tahu bahwa pelepasan cadangan strategis hanya dapat memiliki efek bearish sementara pada harga yang cepat dan bukan solusi jangka panjang untuk ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan," kata kepala pasar minyak Rystad Energy Bjornar Tonhaugen dalam sebuah catatan.
Harga minyak Brent turun untuk minggu kedua berturut-turut, tergelincir sekitar 2 persen, sementara WTI turun 2,7 persen.
"Sementara faktor-faktor seperti musim dingin yang sangat dingin, yang dapat mendorong penggunaan lebih banyak minyak untuk pemanasan, dapat mendukung harga, akan sulit bagi Brent untuk menembus di atas angka USD 87," kata Ann-Louise Hittle, wakil presiden, minyak penelitian di konsultan Wood Mackenzie.
Advertisement