17 Kali Terbakar, Ombudsman Soroti Penangkal Petir di Kilang Pertamina

Meskipun penangkal petir di kilang minyak Pertamina sesuai dengan standar internasional namun tidak cocok dengan karakteristik petir di Indonesia.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 16 Nov 2021, 07:31 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2021, 07:30 WIB
Kebakaran Hebat Kilang Minyak Pertamina Cilacap
Api melalap kilang minyak milik Pertamina, di Cilacap, Jawa Tengah, Minggu dini hari (14/11/2021). General Manager Kilang Cilacap Eko Sunarno mengatakan tangki yang terbakar berisi 31 ribu kiloliter komponen produk Pertalite. (AP Photo/Agus Fitrah)

Liputan6.com, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia melihat bahwa PT Pertamina harus melakukan evaluasi terhadap penangkal petir yang ada di kilang. Hal ini mengingat kilang minyak Pertamina memgalami 17 kali kebakaran akibat sambaran petir.

Anggota Ombudsman Republik Indonesia Hery Susanto menjelaskan, Direktur Utama PT Kilang Pertamina International Djoko Priyono melaporkan bahwa sekitar pukul 19.15 WIB pada Sabtu 13 November 2021 Tangki 36T102 di Kilang Pertamina Cilacap terbakar. Hal ini diduga akibat adanya sambaran petir.

Hery mengatakan, sebenarnya sistem proteksi petir pada industri minyak dan gas di Indonesia secara umum sudah mengikuti standar internasional NFPA b780, API 653, dan API RP 2003.

"Itu hasil pembahasan kajian Ombudsman RI bersama ahli petir dari ITB di 25 Oktober 2021, yang pernah kami undang ke Kantor Ombudsman untuk melengkapi laporan investigasi inisiatif Ombudsman RI atas kasus kebakaran kilang minyak Balongan Indramayu Jawa Barat yang terjadi pada akhir Maret 2021 lalu," jelas Hery dalam keterangan tertulis, Selasa (16/11/2021).

Standar NFPA 780 mengatakan bahwa tangki yang terbuat dari metal dengan ketebalan 4,8 mm bersifat self-protected terhadap dampak sambaran langsung petir, sehingga tidak memerlukan adanya proteksi petir tambahan.

Namun, berdasarkan statistik, Hery mengatakan tangki kilang minyak di Indonesia hampir setiap tahun terbakar dan meledak akibat sambaran petir. Hal ini terutama disebabkan oleh perbedaan karakteristik petir di Indonesia yang beriklim tropis dengan karakteristik petir yang beriklim subtropis.

Standar internasional NFPA dan API disusun dengan mengacu pada kondisi di wilayah subtropis. Perbedaan karakteristik ini menjadikan standar NFPA dan API tersebut tidak cukup untuk melindungi tangki dari sambaran petir tropis.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Karakteristik Petir Indonesia

Anggota Ombudsman Republik Indonesia Hery Susanto. (Dok Ombudsman)
Anggota Ombudsman Republik Indonesia Hery Susanto. (Dok Ombudsman)

Ia menambahkan, petir di Indonesia memiliki ekor gelombang yang panjang, sehingga parameter muatan arusnya lebih besar dibandingkan dari petir sub-tropis. Muatan arus petir memiliki efek leleh pada logam. Petir yang mempunyai muatan besar dapat melelehkan bahkan melubangi metal pada tangki.

"Sejak tahun 1995 sampai dengan 2021, Pertamina telah alami kebakaran atau meledaknya tangki kilang minyak sebanyak 17 kali," kata Hery Susanto.

Ia menjelaskan, meskipun penangkal petirnya sesuai dengan standar internasional namun tidak cocok dengan karakteristik petir di Indonesia.

"Intinya perlu dievaluasi penangkal petir yang digunakan oleh kilang-kilang minyak Pertamina tersebut. Sebaiknya tetap sesuai standar internasional dan adaptasi terhadap karakteristik petir di Indonesia, maka perlu kombinasi penangkal petirnya dengan menambah penangkal petir yang sesuai dengan karakteristik petir yang dialami Indonesia," pungkas Hery.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya