Liputan6.com, Jakarta - Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, sistem Online Single Submission (OSS) berbasis risiko ternyata belum memuaskan investor. Oleh karena itu saat ini BKPM terus melakukan penyempurnaan kepada sistem tersebut.
"OSS ini belum 100 persen memenuhi kepuasan bapak ibu semua, karena implementasi baru dilakukan sejak 9 Agustus 2021," kata Bahlil Lahadalia dalam diskusi daring Berita Satu, Jakarta, Selasa (23/11/2021).
OSS berbasis risiko merupakan merupakan perwujudan dari amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tepatnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Advertisement
Sistem itu disebut telah memberi dampak pada percepatan pengurusan izin meski masih banyak dikeluhkan karena belum sepenuhnya terintegrasi. "Memang, ini butuh waktu untuk kita melakukan sinkronisasi lebih dalam," kata Bahlil.
Bahlil yakin UU Cipta Kerja akan jadi pintu untuk bisa mencapai target realisasi investasi yang pada 2022 dipatok sebesar Rp 1.200 triliun. Sebab, aturan ini memberikan kepastian kepada investor.
"Jadi UU Cipta Kerja akan jadi jalan tengah atau pintu untuk menuju peningkatan realisasi investasi," tandasnya.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
OSS Banyak Timbulkan Calo, Kebijakan BKPM Gagal?
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia/AKUMINDO Ikhsan Ingratubun, menilai kebijakan Online Single Submission (OSS) yang diatur oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) akan menimbulkan calo-calo baru, lantaran mengurus perizinan menjadi sulit.
“Kebijakan OSS di BKPM akhirnya menimbulkan calo-calo baru, begitu sulitnya mendapatkan izin melalui OSS muncullah calo-calo baru yang bertindak sebagai petugas-petugas di BKPM. Apakah ini keinginan Pemerintah sekarang? kan tidak,” kata Ikhsan dalam Forum Komnas UKM Perlunya Pemerintah Meninjau Ulang Mengenai Pelaksanaan OSS, Kamis (30/9/2021).
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Komunitas UMKM Naik Kelas Raden Redy, mengatakan dominan pelaku UMKM di Indonesia ini berpendidikan rendah dan tidak terlalu paham hal-hal yang berkaitan dengan digital.
Oleh karena itu masih dibutuhkan pembinaan-pembinaan yang membutuhkan waktu. Hal itulah yang memicu munculnya calo-calo baru.
Misalnya saja untuk dapat mengakses Nomor Induk Berusaha (NIB), setiap NIB harus satu email, jadi kalau seorang pedagang jualannya macam-macam dan perlu NIB banyak.
Maka soal email ini, katanya, harus dibuat logis agar tidak menjadi hambatan dalam OSS. Menurutnya, UMKM punya e-mail satu saja sering lupa alamat dan passwordnya. Pihaknya pun meminta agar hal itu dibuat yang wajar-wajar saja.
Advertisement