Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemerintah dan DPR untuk memperbaiki Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) dalam jangka waktu maksimal 2 tahun.
Dengan adanya keputusan ini, beberapa aturan baru yang berpedoman pada UU Cipta Kerja seperti UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan) dan kenaikan UMP 2022 (tertera dalam PP 36/2021) jadi terkesan setengah matang.
Baca Juga
"Dampaknya kemudian, kebijakan-kebijakan yang selama ini ada jadi setengah matang. Artinya tidak segera dilaksanakan," kata Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah kepada Liputan6.com, Sabtu (27/11/2021).
Advertisement
Trubus menilai, MK selaku benteng keadilan terakhir seharusnya tegas memutuskan, apakah peraturan baru yang dimohonkan konstitusional bersyarat atau inkonstitusional bersyarat.
"Kalau memang itu bertentangan dengan UUD 1945, yaudah dibatalkan aja, dan dinyatakan yang berlaku undang-undang sebelumnya," ujar dia.
Sebab, status berbagai kebijakan baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja seperti UU HPP dan kenaikan UMP 2022 kini jadi tidak jelas.
"Kalau secara kebijakan publik, ini jadi rancu. Rancunya itu, bagaimana turunan dari UU Cipta Kerja berupa kebijakan, bagaimana kemudian itu bisa dilaksanakan," terangnya.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Punya Banyak Celah
Meski belum berstatus inkonstitusional permanen, pihak yang kontra pada UU Cipta Kerja jadi punya banyak celah untuk lebih banyak mengajukan gugatan.
"Itu dikhawatirkan bisa menimbulkan carut-marut, kekacauan lah di tengah masyarakat," tukas Trubus.
Advertisement