Ini Sebab OJK hingga Bank Indonesia Belum Atur Kripto

Berbagai pengaturan terkait keberadaan kripto saat ini di bawah tanggung jawab Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

oleh Nurmayanti diperbarui 19 Des 2021, 22:31 WIB
Diterbitkan 19 Des 2021, 21:49 WIB
Ilustrasi aset kripto, mata uang kripto, Bitcoin, Ethereum, Ripple
Ilustrasi aset kripto, mata uang kripto, Bitcoin, Ethereum, Ripple. Kredit: WorldSpectrum via Pixabay

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida mengungkapkan alasan jika hingga kini lembaga atau otoritas sektor jasa keuangan belum mengatur masalah kripto.

Dia mengatakan hal ini dikarenakan otoritas jasa keuangan mulai dari OJK, Bank Indonesia hingga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melihat kripto sebagai komoditi.

Dengan status masih dianggap sebagai komoditi maka berbagai pengaturan terkait keberadaannya berada di bawah tanggung jawab Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

"Soal kripto ini kalau lembaga jasa keuangan baik dari OJK, Bank Indonesia, LPS kami melihat kripto ini adalah komoditi sehingga pada saat ini komoditi itu pengaturan ada di bappebti," ujar dia pada Focus Group Discussion bertajuk Inovasi Keuangan Digital dan Digitalisasi Pengawasan Sektor Jasa Keuangan di Bukittinggi, Sumatera Barat, Sabtu (18/12/2021).

Dari penilaian ini lembaga pengawas sektor jasa keuangan masih belum akan mengatur perihal kripto yang dinilai belum sebagai produk terkait keuangan.

Meski tidak menampik jika ada kemungkinan para otoritas di kemudian hari bisa saja harus saling berkoordinasi terkait kripto mengingat pengawasan kerap tak bisa berdiri sendiri.

Namun hingga saat ini, pengaturan kripto dipastikan masih di bawah pengawasan Bappebti.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Akademisi Ini Prediksi Bitcoin Bakal Berakhir

Aset Kripto
Perkembangan pasar aset kripto di Indonesia. foto: istimewa

Akademisi mengingatkan aset kripto paling populer yaitu bitcoin dapat memudar dalam waktu dekat. Profesor Universitas Cornell, Eswar Prasad menuturkan, bitcoin mungkin tidak bertahan lama.

Harga bitcoin sangat fluktuaktif selama beberapa tahun terakhir. Dalam sebulan terakhir, harga bitcoin turun dari USD 58.000 atau setara Rp 833,41 juta (asumsi kurs Rp 14.369 per dolar AS) menjadi USD 46.000 atau Rp 660,9 juta. Pada Jumat, 17 Desember 2021, harga bitcoin di posisi USD 45.637 atau setara Rp 655,77 juta.

Dulu hanya ada beberapa aset kripto, tetapi saat ini ada ratusan dan beberapa di antaranya lebih berguna dan ramah lingkungan ketimbang bitcoin. Adapun blockchain menjadi teknologi yang mendasari di balik sebagian besar kripto. Ini pada dasarnya adalah buku besar digital dan transaksi mata uang virtual yang didistribusikan di seluruh jaringan komputer global.

"Penggunaan bitcoin atas teknologi blockchain sangat tidak efisien," kata Prasad dilansir dari CNBC, Sabtu (18/12/2021).

Ia menuturkan, aset kripto memakai mekanisme validasi untuk transaksi yang merusak lingkungan tidak meningkat dengan baik.

Memang jejak karbon bitcoin lebih besar dari seluruh Selandia Baru. Prasad menuturkan, beberapa aset kripto baru memakai teknologi blockchain jauh lebih efisien dari pada bitcoin.

Dia percaya teknologi blockhain akan secara fundamental transformatif dalam cara keuangan dilakukan dan dalam cara melakukan transaksi sehari-hari seperti membeli rumah dan mobil.

"Mengingat bitcoin tidak berfungsi dengan baik sebagai alat tukar, saya tidak berpikir itu akan memiliki nilai fundamental apa pun selain keyakinan investor apa pun yang dimilikinya,” kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya