Liputan6.com, Jakarta Bauran energi baru terbarukan (EBT) tiap tahunnya masih berada dibawah target. Diketahui selisih atau gap-nya berada di rata-rata 3 persen.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan hal itu terjadi sejak 2015-2016 lalu. Hingga saat ini gap yang tercatat masih di 3 persen.
Baca Juga
"Di 2018 misalnya, angkanya 8,6 persen dari sisi bauran EBT, yang targetnya 11,6 persen dan saat ini juga segitu, di 2021 perhitungan sementara kami dari EBT itu 11,5 persen sedangkan target dari RUEN itu 14,5 persen," katanya dalam webinar Indonesia Economic Outlook 2022, Rabu (26/1/2022).
Advertisement
"Persis ini selisihnya tiga persen," imbuh Dadan.
Sementara, ia menyebut pemerintah menargetkan bauran EBT sebesar 23 persen di 2025. Mengacu dokumen RUPTL yang disusun PLN, dari segi roadmap itu mengarah pada bauran target tersebut.
"Kalau by perencanaan dan proyek bisa kami pastikan arahnya mencapai target 23 persen di 2025," katanya.
Di sisi lain, ditinjau dari potensi EBT di Indonesia, Dadan menyebut ada banyak potensi yang bisa dimanfaatkan.
"Kalau dari sisi potensi, kita punya luar biasa dari EBT, tak hanya besar tapi juga tersebar tak terfokus di satu tempat, kalau surya ada dimanapun, lalu hidro di wilayah barat di Aceh sampai wilayah timur itu di beberapa wilayah secara khusus memiliki potensi yang baik," katanya.
Kemudian, angin juga memiliki potensi energi di sejumlah titik meski tak sebesar hidro. Lalu, panas bumi juga memiliki potensi besar dan tersebar.
"Kita malah kini kedua terbesar dari sisi potensi dan kedua terbesar dari sisi pemanfaatan," katanya.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Keunggulan
Dengan adanya beragam potensi pemanfaatan EBT ini, kata dia, bisa menjadikan Indonesia lebih unggu dari negara lain. Misalnya, ia mencontohkan krisis energi di Eropa, sehingga terpaksa mengaktifkan kembali PLTU.
"Lihat Eropa si akhir tahun kemarin, si beberapa wilayah yang sangat maju, tapi karena hanya punya EBT yang tak se-variatif kita, (misal) mengembangkan surya dan angin di satu wilayah, saat terjadi terjadi gangguan cuaca sehingga (kemampuan EBT) anginnya berkurang," katanya.
"Dan secara sistem ini belum siap untuk menghadapi perubahan tersebit sehingga kita lihat terjadi dengan yang kita kenal di dalam bulan Oktober 2021 itu PLTU (di Eropa) dihidupkan kembali," tambahnya.
Ia menilai, dengan Indonesia mau untuk mengembangkan lebih dari satu pembangkit EBT di satu wilayah bisa menhindarkan dari risiko serupa.
"Nah kalau kita kembangkan dari sisi diversifikasi dari ebt, jadi kita manfaatkan surya, angin, hidro, hingga lain secara sekaligus jadi bauran baik, secara risiko dipengaruhi alamnya itu bisa kita minimalkan," katanya.
Advertisement