Kejar Target Zero Emission 2060, Batas Emisi Pembangkit Listrik Perlu Dipangkas

Pemerintah diingatkan untuk menurunkan batas emisi yang dihasilkan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD).

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 07 Feb 2022, 19:30 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2022, 19:30 WIB
Hutan Bakau di Pesisir Marunda Memprihatinkan
Kondisi hutan bakau di pesisir kawasan Marunda, Jakarta, Selasa (27/8/2019). Tutupan hutan tersebut berakibat bertambahnya emisi karbon dioksida hingga 4,69 kilo ton. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah diingatkan untuk menurunkan batas emisi yang dihasilkan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Hal ini untuk mengejar target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 39 persen pada 2030 dan Net Zero Emission pada 2060.

Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, pemerintah telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dalam Paris Aggrement atau COP 21 pada Desember 2015 untuk mengurangi emisi sebesar 39 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 perse dengan bantuan internasional pada 2030 yang akan datang.

"Komitmen tersebut kembali dipertegas oleh Presiden Joko Widodo dalam pertemuan COP 26 pada November 2021, dengan menyepakati target Net Zero Emission pada 2060," kata Mamit, di Jakarta, Senin (7/2/2022).

Menurut Mamit, komitmen tersebut harus didukung sampai dengan tingkat kementerian, terutama dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam upaya mencapai komitmen tersebut.

Menurut Mamit, salah satu upaya untuk menunjang pencapaian target tersebut adalah dengan menurunkan batas baku mutu emisi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD).

Dalam Peraturan Menteri LHK No 11 Tahun 2021 Tentang Baku Mutu Emisi Pembakaran Dalam, pembangkit diesel dengan kapasitas di atas 1000 KW kadar baku mutu Nitrogen Oxide (NOx) sebesar 2.300 mg/Nm3 @15 persen O2.

Mamit melanjutkan, batas emisi tersebut perlu diturunkan berdasarkan penelitian yang dilakukan adanya peningkatan kadar NOx yang tinggi dapat menggangu fungsi paru dan pernapasan pada manusia dan juga hewan. Jika berlangsung dalam jangka panjang dan kadar NOx terus meningkat bisa menimbulkan kematian.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

NOx

Ilustrasi emisi karbon (unsplash)
Ilustrasi emisi karbon (unsplash)

Di Eropa, NOx (termasuk Nitrogen dioksida) adalah penyumbang 14 persen kematian karena polusi udara. Bagi tumbuhan, kadar NOx yang tinggi akan menyebabkan tumbuhan tidak dapat berproduksi seperti yang diharapkan atau bahkan tumbuhan bisa mengalami kematian.

Selain itu, kadar NOx yang tinggi akan menyebabkan terjadinya hujan asam sehingga dapat mengakibatkan pelapukan bebatuan dan pengkaratan logam.

"Hal ini jelas membahayakan bagi kesehatan lingkungan di daerah yang terdapat adanya pembangkit listrik diesel tersebut," ujar Mamit.

Mengingat begitu bahayanya Nitrogen Oxide (NOx) ini, maka Mamit meminta agar Menteri Lingungan Hidup mencabut dan merevisi kembali Permen LHK No 11 Tahun 2021 tersebut demi kepentingan bersama dan sesuai dengan cita-cita dari Presiden Joko Widodo.

“Permen tersebut sudah selayaknya dicabut dan direvisi kembali. Kesehatan dan kebaikan dari kondisi lingkungan adalah yang utama, " tutur Mamit.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya