Waspada, Hybrid Office Buka Celah Hacker Curi Data Perusahaan 

Di era serba digital, terlebih dengan budaya kerja yang berjalan dengan cara hybrid, penting untuk organisasi maupun individu agar aware dengan kejahatan siber yang mengintai.

oleh Tira Santia diperbarui 02 Mar 2022, 11:30 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2022, 11:30 WIB
Hacker
Hacker asal Rusia kabarnya mencuri data rahasia milik NSA. (Doc: Lifehacker)

Liputan6.com, Jakarta Di era serba digital, terlebih dengan budaya kerja yang berjalan dengan cara hybrid, penting untuk organisasi maupun individu agar aware dengan kejahatan siber yang mengintai.

Dilansir dari data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), terdapat lebih dari 1,6 miliar anomali trafik yang terlacak sepanjang tahun 2021, 3 terbesar dilaporkan terjadi di situs pendidikan, situs swasta, dan situs milik pemerintah daerah. Dengan meningkatkan kewaspadaan dan rasa tanggung jawab terhadap data-data yang ada, hal tersebut dapat diminimalisir. 

“Cybersecurity culture menjadi penting karena dengan adanya hybrid office seperti sekarang ini, pelaku kejahatan siber memiliki lebih banyak kesempatan untuk bertindak," kata Head of Governance Risk Control & Technology Consulting RSM Indonesia Angela Simatupang dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (2/3/2022).

"Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keamanan siber, antara lain dengan perilaku seluruh insan organisasi yang sadar akan proteksi data, konsistensi dari komunikasi internal terkait keamanan data dan teknologi, program yang terencana dan terimplementasi yang baik untuk membangun budaya sadar keamanan siber," lanjut dia.

Dalam webinar berjudul “Building Cybersecurity Culture” yang diadakan oleh RSM Indonesia Partner Technology Risk Consulting RSM Indonesia Ponda S. Hidajat dan Senior Manager Technology Risk Consulting RSM Indonesia Erikman D. Pardamean memaparkan terkait pentingnya awareness dan berjalannya budaya keamanan siber di organisasi.

Perangkat dan aplikasi yang umum digunakan seperti Microsoft, Facebook, Twitter, Canva, dan banyak lainnya tidak luput dari serangan breaches dan hacking.

Menurut pantauan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), sepanjang tahun 2021, dari anomali trafik yan terdeteksi, terdapat 1,6 miliar pergerakan anomali di dunia siber yang terdeteksi dan 7,9 juta berasal dari pergerakan malware dan 5,4 juta dari phising. 

“Data terbaru menunjukkan sebanyak lebih dari 4000 pengguna data di sektor pemerintahan telah terinfeksi oleh malware. Dengan kondisi ini kita harus lebih peduli dengan keamanan sistem yang kita gunakan dan disarankan mengganti password akun yang dimiliki secara berkala guna menghindari information phishing dan hacking,” ujar Technology Risk Consulting Partner RSM Indonesia Ponda S. Hidajat. 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Keamanan Siber

Ilustrasi menjaga keamanan data
Seiringnya teknologi berkembang, tingkat kegunaan smartphone pun terus meningkat. Walaupun begitu, masih saja ada pencurian data

Berdasarkan survei yang diadakan oleh RSM Indonesia dalam special report: Emerging Threats in Cybersecurity, 36 persen responden berpendapat protokol keamanan siber harus diperbarui, dan 22 persen lainnya berpendapat kebijakan privasi juga harus diperbarui secara berkala.

Sebanyak 46 persen gangguan di tahap operasional diperkirakan sebagai bentuk gangguan paling parah di dunia siber, dan 29% beranggapan bahwa kerugian finansial merupakan kerugian terbesar yang dapat dialami organisasi.

“Menurut survei, 59 persen responden percaya dengan keamanan data organisasi mereka dan 83 persen menyatakan bahwa keamanan siber telah menjadi prioritas di organisasi mereka. 70 persen responden melihat ancaman terbesar berasal dari pihak eksternal seperti hacker dan pelaku kejahatan siber,” jelas Technology Risk Consulting Senior Manager RSM Indonesia Erikman D. Pardamean. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya