Harga Minyak Naik, Peluang RI Genjot Penggunaan EBT

Naiknya harga minyak dunia akibat perang Rusia-Ukraina bisa menjadi peluang Indonesia untuk meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT)

oleh Tira Santia diperbarui 09 Mar 2022, 10:15 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2022, 10:15 WIB
Ilustrasi energi bersih dan terbarukan
Ilustrasi (iStock)

Liputan6.com, Jakarta Pengamat energi Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan peningkatan harga minyak yang signifikan akibat perang Rusia-Ukraina, berpotensi memberikan tekanan terhadap kondisi fiskal, moneter dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

Peningkatan harga tersebut menuntut pemerintah menyiapkan formulasi kebijakan yang proporsional, untuk meminimalkan dampaknya dan menegaskan pentingnya meningkatkan produksi minyak dalam negeri.

Kondisi tersebut juga menjadi momentum untuk mendorong pengembangan dan pemanfaatan EBT di dalam negeri.

“Mencermati permasalahan yang ada serta dalam kaitannya dengan implementasi kebijakan transisi energi, ReforMiner menilai penyelesaian revisi UU Migas dan penyelesaian penyusunan UU EBT mendesak untuk segera dilakukan,” kata Komaidi dikutip dari laporan ReforMiner Note, Rabu (9/3/2022).

Dia menjelaskan, implikasi harga minyak dengan posisi sebagai net oil importer, dengan porsi ketergantungan konsumsi energi nasional terhadap migas yang cukup besar (51 persen), kenaikan harga minyak akan semakin memberikan tekanan terhadap neraca perdagangan migas nasional. Defisit neraca perdagangan migas yang ada akan semakin membesar.

Kemudian, perolehan tambahan devisa dari kenaikan harga, tidak akan mampu menutup tambahan devisa yang diperlukan untuk impor migas. Kebutuhan devisa untuk impor migas dengan asumsi harga minyak 120 USD/barel dapat mencapai sekitar USD 49,27 miliar; terdistribusi untuk impor minyak dan produk BBM sekitar USD 44,04 miliar dan impor LPG sekitar USD 5,23 miliar.

“Kebutuhan devisa impor migas tersebut kurang lebih setara 35 persen dari cadangan devisa Indonesia saat ini yang tercatat sekitar USD 141 miliar,” ujarnya.

 

Penerimaan Negara

Ini yang Diperlukan Untuk Menemukan Cadangan Migas Baru
Kesulitan pembebasan lahan menjadi isu mengemuka di tengah eksplorasi migas.

Dimana setiap kenaikan harga minyak sebesar 1 USD/barel, di satu sisi akan menambah penerimaan migas (Pajak & PNBP) pada APBN 2022 sekitar Rp 3 triliun.

Namun di sisi lain kenaikan harga tersebut juga akan meningkatkan kebutuhan tambahan anggaran subsidi dan kompensasi migas dalam jumlah yang lebih besar.

Tentunya, kenaikan harga yang dipicu konflik geopolitik dan perang seperti saat ini menegaskan bahwa meskipun di dalam era transisi energi, security supply/ keamanan pasokan migas tetap menjadi isu utama yang tidak dapat diabaikan.

Penyelesaian mendasar atas persoalan di atas adalah melalui peningkatan produksi migas nasional dan pengembangan EBT secara masif untuk mengurangi ketergantungan ekonomi energi Indonesia dari migas. Dua hal ini memerlukan landasan payung hukum yang kuat.

“Dalam konteks tersebut dua “pekerjaan rumah” besar yang perlu segera dituntaskan adalah penyelesaian revisi Undang-Undang Migas dan penyelesaian penyusunan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai payung hukum yang kuat untuk lebih mendorong kegiatan pengusahaan dan pengembangan migas dan EBT nasional,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya