3 Kecelakaan Besar Libatkan Pesawat Boeing 737 di Indonesia

Ternyata pesawat Boeing 737 terjual paling banyak daripada jenis lainnya.

oleh Nurmayanti diperbarui 21 Mar 2022, 19:40 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2022, 19:40 WIB
3 Kecelakaan Besar yang Libatkan Pesawat Boeing 737 di Indonesia . (Liputan6.com/Abdillah)
3 Kecelakaan Besar yang Libatkan Pesawat Boeing 737 di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta Dunia tengah menyoroti pesawat jatuh di China yang membawa 132 penumpang dan kru yang diterbangkan maskapai China Eastern Airlines di Guangxi Zhuang Autonomous Region di wilayah selatan China. Pesawat Jatuh ini berjenis Boeing 737.

Ternyata pesawat Boeing 737 terjual paling banyak daripada jenis lainnya. Pesawat bermesin dua itu terbang pertama kali pada 9 April 1967 dan mulai beroperasi pada Februari 1968.

Selain di China, kecelakaan pesawat jatuh Boeing 737 juga telah beberapa kali terjadi di Indonesia. Dirangkum Liputan6.com, berikut catatannya, Senin (21/3/2022):

1. Sriwijaya Air SJ182

Masih berbekas dalam ingatan, kecelakaan pesawat yang terjadi pada maskapai Sriwijaya Air SJ182 rute Jakarta-Pontianak. Pesawat hilang kontak pasca lepas landas (take off) dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta) pada Sabtu, 9 Januari 2021 pukul 14.40 WIB.

Diketahui, pesawat yang membawa 62 orang, terdiri 2 Pilot, 4 awak kabin, dan 56 penumpang itu take off pada pukul 14.36 WIB dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Direktur Utama Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia atau Airnav Indonesia M Pramintohadi Sukarno menyatakan, pesawat Sriwijaya Air SJ 182 sempat berbelok ke kiri sejauh 075 derajat untuk menghindari cuaca.

"Pada 14.38, Sj 182 meminta arah 075 derajat kepada ATC (Air Traffic Controller) dengan alasan cuaca, dan diizinkan untuk diinstruksikan naik ke ketinggian ke 11.000 kaki," kata Pramintohadi dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V DPR di Jakarta, Rabu, 3 Februari 2021.

"Saat diizinkan oleh ATC diinstruksikan naik ke ketinggian 11.000 kaki, ini memang dijawab pilot 'clear'. Karena pada ketinggian sama ada pesawat sama yang akan terbang juga ke Pontianak, yaitu AirAsia, saat ketinggian 10.600 kaki, diinstruksikan oleh ATC naik ke 13.000 kaki dan masih direspon baik oleh Sriwijaya SJ 182," sambung dia.

Dia menjelaskan, selama proses komunikasi dengan ATC sejak 14.36 WIB hingga 14.39 WIB tidak ada laporan kondisi pesawat tidak normal.

Namun, pada pukul 14.39 WIB, lanjut Pramintohadi, Sriwijaya Air SJ 182 terpantau di layar radar ATC berbelok ke kiri arah Barat laut, seharusnya ke arah kanan 075 derajat.

Lalu pada 14.40 WIB, ATC melakukan konfirmasi arah, namun tidak ada respons dan target hilang dari layar radar.

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merilis hasil sementara investigasi dari salah satu bagian dari kotak hitam atau Black Box pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yakni Cockpit Voice Recorder (CVR), yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu pada Januari 2021 lalu.

 

 

 

2. Lion Air JT 610

Dirut Lion Air Group
Dirut Lion Air Group Edward Sirait (tengah) bersama Rusdi Kirana saat melihat serpihan pesawat Lion Air JT 610 di Pelabuhan JICT 2, Jakarta, Selasa (30/10). Sejumlah barang ditemukan petugas dalam operasi pencarian. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Pada 2018 lalu, dunia penerbangan Indonesia berkabung. Pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta - Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung jatuh di Tanjung Karawang, Jawa Barat.

Sebelum jatuh, pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610 hilang kontak sejak lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta pukul 06.33 WIB, Senin (29/10/2018).

Pesawat membawa total 189 orang. Terdiri atas 178 penumpang dewasa, 1 penumpang anak-anak dan 2 bayi, 2 pilot dan 6 awak kabin. 

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merilis hasil investigasi kecelakaan Boeing 737 Max registrasi PK-LQP JT 610 milik Lion Air yang jatuh di Laut Jawa.

KNKT menemukan ada sembilan faktor penyebab kecelakaan pada pesawat nahas tersebut. Satu dari sembilan penyebab kecelakaan yakni, Angle of Attack (AOA) sensor pengganti mengalami kesalahan kalibrasi yang tidak terdeteksi pada saat perbaikan sebelumnya.

Hasil investigasi KNKT menemukan, kerusakan indikator kecepatan dan ketinggian di pesawat PK-LQP terjadi pertama kali pada tanggal 26 Oktober 2018 dalam penerbangan dari Tianjin, China ke Manado, Indonesia.

Setelah beberapa kali perbaikan pada kerusakan yang berulang, pada tanggal 28 Oktober 2018 Angle of Attack (AOA) sensor kiri diganti di Denpasar, Bali.

Ketua Sub Komite Investigasi Penerbangan Nurcahyo Utomo mengatakan, AOA sensor kiri yang dipasang mengalami deviasi sebesar 21 derajat yang tidak terdeteksi pada saat diuji setelah dipasang.

"AOA sensor yang terpasang di pesawat, ternyata mengalami miskalibrasi sebesar kira-kira 21 derajat," kata dia, di Kantor KNKT, Jakarta, Jumat (25/10).

Deviasi ini mengakibatkan perbedaan penunjukan ketinggian dan kecepatan antara instrument kiri dan kanan di cockpit, juga mengaktifkan stick shaker dan Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) pada penerbangan dari Denpasar ke Jakarta.

Hasil investigasi KNKT pun menemukan bahwa AOA sensor pengganti yang terpasang di pesawat JT 610, sebelumnya dipasang pada pesawat Malindo.

"AOA sensor yang terpasang ini sebelumnya dipasang di pesawat Malindo yang mengalami kerusakan," ungkapnya.

Lebih jauh, Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ony Soerjo Wibowo menjelaskan, AOA sensor yang rusak tersebut kemudian dikirim untuk diperbaiki di Florida, Amerika Serikat.

"Dikirim ke Amerika, Kemudian sampai di Amerika diperbaiki. Diperbaiki itu ada tata caranya. Ada buku panduannya, ada alatnya," jelas Ony ketika ditemui di Kantor KNKT.

Namun, di Florida ternyata perbaikan AOA sensor diduga tidak mengikuti tata cara dan prosedur yang disyaratkan. Memang AOA bisa dipakai, tapi ada kelemahannya.

"Pihak Amerika mengerjakan tidak menggunakan alat yang direkomendasikan oleh manufaktur. Tapi bisa dipakai dan sah," papar dia.

"Cuma ada kelemahannya. Kalau switch satu saja akan menyebabkan kalibrasinya bermasalah. Inilah yang kita sangka terjadi. Karena ketika kita uji kembali. Ketika dicoba switch-nya sengaja disalahin, benar nggak ada miskalibrasi? Ternyata benar (ada miskalibrasi). Sehingga kita berpendapat barangkali inilah yang mengakibatkan angle of attack (AOA) itu miskalibrasi," imbuhnya.

 

3. AdamAir

1-1-2007: Detik-detik AdamAir Menghilang Tanpa Jejak
Mereka yang terbang dari Bandara Juanda (SUB) Surabaya, Indonesia pada 1 Januari 2007 tak pernah tiba di Bandara Sam Ratulangi (MDC).

Pada 1 Januari 2007, pesawat maskapai AdamAir dengan nomor penerbangan KI 574 Surabaya-Manado jatuh di Selat Makassar. Pesawat itu membawa 96 penumpang dan 6 orang awak pesawat

AdamAir Air KL 574 tujuan Manado, Sulawesi Utara itu lepas landas dari Bandara Juanda pada pukul 12.59 WIB dan dijadwalkan mendarat di Manado pukul 16.14 WITA.

Pesawat kemudian putus kontak dengan radar Air Traffic Centre (ATC) Bandara Makassar, Sulawesi Selatan. Pesawat AdamAir yang jatuh merupakan jenis Boeing 737-400 buatan 1990.

Black box pesawat ini baru ditemukan delapan bulan setelah kejadian yaitu pada 28 Agustus 2007 di kedalaman 2000 meter Selat Makassar. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya