Sri Mulyani: Indonesia Butuh Rp 3.779 Triliun untuk Mitigasi Perubahan Iklim

Sri Mulyani menjelaskan, biaya terbesar adalah untuk menurunkan emisi karbon sektor energi dan transformasi yang nilainya mencapai Rp 3.500 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Mar 2022, 11:07 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2022, 11:07 WIB
Raker Kemenkeu dengan Komisi XI DPR RI
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/1/2022). Rapat kerja tersebut terkait evaluasi APBN tahun 2021 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 serta rencana PEN 2022. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, Indonesia membutuhkan dana kurang lebih Rp 3.779 triliun untuk memitigasi perubahan iklim. Dana tersebut untuk kebutuhan pada 2020 hingga 2030.

Sri Mulyani menjelaskan, untuk mencapai target penurunan emisi karbon sesuai dengan Roadmap NDC Mitigasi Indonesia dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dibutuhkan dana hampir Rp 4.000 triliun. 

"Estimasi total biaya mencapai Rp 3.779 triliun atau Rp 343,6 triliun per tahun," kata Sri Mulyani dalam Orasi Ilmiah FEB UI, Jakarta, pada Jumat 25 Maret 2022 malam.

Biaya terbesar untuk menurunkan emisi karbon sektor energi dan transformasi yang nilainya mencapai Rp 3.500 triliun. Sri Mulyani mengatakan penurunan emisi dari sektor ini menjadi tantangan yang besar bagi Indonesia. 

"Kebutuhan energinya meningkat tapi kita butuh biaya buat transisi ke energi hijau. Berarti kita butuh investasi di bidang energi dan transportasi hijau," kata Sri Mulyani.

Sementara itu, pendanaan terbesar kedua yakni untuk pengolahan limbah dengan estimasi kebutuhan dana Rp 181,40 triliun. Kemudian disusul untuk sektor kehutanan yang membutuhkan dana Rp 93,28 triliun, sektor pertanian Rp 4,04 triliun dan IPPU sebesar Rp 920 miliar.

Sri Mulyani mengatakan dengan dana tersebut, sektor kehutanan menjadi yang paling membantu mengurangi emisi karbon. Dengan dana Rp 93,28 triliun, sektor ini bisa mengurangi 497 juta ton, sesuai dengan target penurunan emisi Indonesia dalam Paris Agreement.

Penurunan akan lebih maksimal juga mendapatkan dukungan dari internasional, sehingga penurunann emisinya hingga 692 juta ton.

Sektor terbesar kedua yang berperan menurunkan emisi karbon yakni dari transisi ke energi bersih. Bila dengan pembiayaan pribadi bisa mencapai 314 juta ton dan 414 juta ton dengan bantuan dana dari internasional.

"Kalau dilihat dari biaya, sektor kehutanan ini bisa kontribusi lebih murah Rp 77 triliun untuk menurunkan emisi hingga 29 persen," kata dia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Alokasi APBN

Raker Kemenkeu dengan Komisi XI DPR RI
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/1/2022). Rapat kerja tersebut terkait evaluasi APBN tahun 2021 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 serta rencana PEN 2022. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, Sri Mulyani mengakui kontribusi APBN dalam mitigasi perubahan iklim belum maksimal. Selama 5 tahun terakhir rata-rata belanja kementerian/lembaga untuk perubahan iklim baru mencapai Rp 86, triliun.

Sekitar 88,1 persen merupakan belanja untuk infrastruktur hijau. Sedangkan sisanya 11,9 persen untuk perumusan kebijakan dan regulasi terkait perubahan iklim, MRV, pemberdayaan masyarakat dan program peningkatan kapasitas kementerian/lembaga maupun para pemangku kebijakan.

Sementara bila dihitung dari kebutuhan dana dan target pencapaiannya, dana yang dibutuhkan mencapai Rp 343,6 triliun per tahun. Meskipun APBN telah melakukan alokasi, namun kontribusinya baru mencapai 23 persen.

"APBN ini melakukan alokasi tapi kontribunya hanya 23 persen," kata dia.

Hasil penandaan anggaran ini menunjukkan adanya ketimpangan antara kebutuhan pendanaan dan kemampuan APBN. Sehingga memerlukan sumber pendanaan lain seperti investasi swasta langsung, filantropi, BUMN, APBD dan dukungan internasional seperti Green Climate Fund (GCF) dan Multilateral Development Banks (MDBs).

"Untuk bisa memenuhi ini jelas Indonesia dan dunia tidak bisa andalkan pada instrumen APBN atau fiskal. APBN kita sudah kerja luar biasa selama 2 tahun karena pandemi. Kalau perubahan iklim ini harus kerja lebih keras supaya bisa mencapai tekad penurunan karbon," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya