Liputan6.com, Jakarta Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang hasil pertanian tertentu (BHPT) bukan merupakan pajak baru.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Senin (11/04/2022).
Baca Juga
“Pengenaan PPN atas barang hasil pertanian tertentu ini juga bukan pajak baru, sudah dikenakan PPN sejak tahun 2013 dengan tarif 10 persen,” ujarnya.
Advertisement
Dalam perjalanannya, tata cara pemungutan atas objek pajak ini terus disederhanakan. Terakhir, mulai 1 April 2022 pemerintah memberlakukan PMK 64/PMK.03/2022 tentang PPN atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu yang mengatur PPN BHPT dipungut dengan besaran tertentu sebesar 1,1 persen final dari harga jual.
Neilmaldrin, menjelaskan, beleid ini bertujuan untuk memberikan rasa keadilan dan menyederhanakan administrasi perpajakan.
“Selain latar belakangnya adalah karena telah terbitnya UU HPP (Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan), beleid ini berkomitmen tetap memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum, serta menyederhanakan administrasi perpajakan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban bagi pengusaha yang menyerahkan barang hasil pertanian tertentu,” jelasnya.
Pokok-Pokok Aturan
Berikut beberapa pokok pengaturan di dalam PMK ini:
1. Objek Barang hasil pertanian tertentu (BHPT) sebagai tercantum dalam lampiran peraturan ini, di antaranya cangkang dan tempurung kelapa sawit, biji kakao kering, biji kopi sangrai, kacang mete, sekam dan dedak padi, serta klobot jagung yang semuanya telah melewati proses seperti dipotong, direbus, diperam, difermentasi ataupun proses lanjutan lainnya.
2. PPN Terutang PPN Terutang dipungut menggunakan besaran tertentu sebesar 1,1 persen final dari harga jual.
3. Saat pembuatan faktur pajak Pengusaha kena pajak (PKP) wajib menerbitkan faktur pajak saat penyerahan BHPT.
Advertisement
Pemerintah Jamin Tarif PPN 11 Persen Tak Bikin Harga Pangan Naik
Sesuai dengan amanat pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) klaster Pajak Pertambahan Nilai (PPN), tarif PPN disesuaikan sebesar 1 persen menjadi 11 persen mulai hari ini, 1 April 2022.
Kebijakan tarif PPN 11 persen ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari reformasi perpajakan dan konsolidasi fiskal sebagai fondasi sistem perpajakan yang lebih adil, optimal, dan berkelanjutan.
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan selain masyarakat tidak perlu khawatir dengan penyesuaian tersebut karena tidak berimbas terhadap barang/jasa yang dibutuhkan masyarakat banyak, seperti kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa Pendidikan, dan semua barang/jasa yang selama ini diberikan fasilitas pembebasan/tidak dipungut, masyarakat diharap juga bisa memandang kebijakan ini sebagai satu kesatuan utuh di dalam UU HPP.
“Mohon untuk tidak dilihat dalam suatu konteks PPN semata, namun satu kesatuan keseluruhan yang dibuat untuk menjaga struktur perpajakan dan sustainabilitas APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara),” kata Suryo pada Media Briefing DJP, Jumat (1/4/2022).
Suryo juga mengingatkan tujuan besar dari kebijakan yang dirumuskan pemerintah ini adalah untuk mewujudkan keadilan yang berbasis gotong royong.
“Pajak berkeadilan yang berbasis gotong royong artinya yang berkemampuan lebih membayar lebih, dan yang tidak mampu, ya, pemerintah turun memberikan bantuannya,” imbuhnya.
Keadilan berbasis gotong royong di dalam UU HPP tersebut antara lain, pelebaran lapisan tarif PPh Orang Pribadi, penghasilan Rp50 juta sampai dengan Rp60 juta yang sebelumnya dikenakan tarif 15 persen turun menjadi 5 persen, penghasilan di atas Rp 5 miliar yang sebelumnya dikenakan tarif 30 persen naik menjadi 35 persen, pembebasan pajak untuk wajib pajak Orang Pribadi UMKM sampai dengan Rp500 juta, termasuk penyesuaian tarif PPN menjadi 11 persen ini yang dibarengi pembebasan dan pengenaan PPN dengan besaran tertentu untuk barang/jasa tertentu.
Penyesuaian Tarif
Disampaikan juga, penyesuaian tarif PPN tidak berdampak siginifikan terhadap inflasi.karena banyak barang pembentuk inflasi yang tidak terimbas karena dibebaskan dari pengenaan PPN, seperti beras, cabai, dan telur.
Berkenaan dengan transisi perubahan tarif PPN, dapat pula disampaikan terkait penggunaan tarif PPN di faktur pajak. Faktur pajak tetap menggunakan tarif 10 persen dalam hal saat terutang PPN terjadi sebelum tanggal 1 April 2022 dan/atau faktur pajak dibuat sebelum tanggal 1 April 2022.
Faktur pajak menggunakan tarif 11 persen dalam hal saat terutang terjadi sejak tanggal 1 April 2022 dan/atau faktur pajak dibuat sejak tanggal 1 April 2022. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak membuat faktur pajak pengganti, tarif PPN yang digunakan adalah tarif yang digunakan dalam faktur pajak yang diganti tersebut.
Selain itu, dalam hal Pengusaha Kena Pajak membuat nota retur atau nota pembatalan, penghitungan PPN dari Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak yang dikembalikan atau dibatalkan menggunakan tarif PPN yang digunakan dalam faktur pajak yang dikembalikan atau dibatalkan tersebut.
Advertisement