Ini Update soal Pengkreditan Pajak Masukan Pasca-Implementasi Coretax

Informasi mengenai pengkreditan pajak masukan dalam masa pajak tidak sama pasca-implementasi Coretax DJP.

oleh Septian Deny Diperbarui 20 Feb 2025, 21:40 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2025, 21:40 WIB
Ilustrasi Pajak
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyampaikan informasi mengenai pengkreditan pajak masukan dalam masa pajak tidak sama pasca-implementasi Coretax DJP

DJP menyatakan, Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) Pasal 9 ayat (2) mengatur bahwa pajak masukan dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama. Selain itu, di dalam Pasal 9 ayat (9) UU PPN diatur juga bahwa pajak masukan dapat dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang tidak sama (berbeda) paling lama 3 masa pajak berikutnya sepanjang belum dibebankan sebagai biaya.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PMK-81/2024) mengatur bahwa pajak masukan dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama, namun tidak mengatur ketentuan terkait pengkreditan pajak masukan pada masa pajak yang berbeda, kecuali untuk dokumen tertentu yang dipersamakan dengan faktur pajak.

"Ketentuan pengkreditan pajak masukan pada masa pajak yang sama bertujuan agar faktur pajak yang dibuat melalui Coretax DJP bisa langsung ter-prepopulated ke SPT Masa PPN pada masa pajak yang sama dilakukannya transaksi," ungkap DJP dalam keterangan tertulis, Kamis (20/2/2025).

Lebih lanjut, PMK-81/2024 tidak mengatur secara eksplisit bahwa pajak masukan dalam e-Faktur hanya dapat dikreditkan pada Masa Pajak yang sama, ataupun melarang pengkreditan pajak masukan dalam e-Faktur pada masa pajak berikutnya paling lama 3 masa pajak.

Oleh karena itu, dalam rangka mengakomodasi adanya kebutuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP), aplikasi Coretax DJP telah dilakukan pembaruan sehingga pajak masukan pada e-Faktur dapat dikreditkan dengan pajak keluaran paling lama 3 masa pajak berikutnya.

Mengingat bahwa dalam UU PPN mengatur pengkreditan pajak masukan dalam masa pajak yang sama atau dapat dikreditkan pada 3 masa pajak berikutnya dan dalam PMK-81/2024 tidak terdapat norma pengaturan yang secara eksplisit mengatur bahwa pajak masukan yang tercantum dalam e-Faktur hanya dapat dikreditkan pada masa pajak yang sama atau melarang pengkreditan pajak masukan pada 3 masa pajak berikutnya, maka pembaruan aplikasi Coretax DJP sebagaimana tersebut dalam angka 4 di atas, saat ini belum memerlukan perubahan PMK-81/2024.

 

Masih Hadapi Kendala, Luhut Minta Prabowo Audit Sistem Coretax

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam ‘China-Indonesia Joint Dive Expedition to Java Trench (22-03-2024). (Dok Kemenko Marves)
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam ‘China-Indonesia Joint Dive Expedition to Java Trench (22-03-2024). (Dok Kemenko Marves)... Selengkapnya

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto diminta melakukan audit terhadap sistem Coretax yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Hal itu disampaikan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, seperti dikutip dari Antara, Rabu (19/2/2025).

Luhut Binsar Pandjaitan mencermati sistem inti perpajakan itu telah dikembangkan selama bertahun-tahun, tetapi sistem masih mengalami kendala setelah diimplementasikan.

"Ini perlu dilihat. Makanya Presiden lakukan audit saja, boleh lihat di mana kurang lebihnya. Apalagi sekarang Coretax dikembalikan lagi pada sistem yang lama,” tutur Luhut dalam acara the Economic Insights 2025, Rabu, 19 Februari 2025.

Masalahnya, menurut dia, rasio pajak Indonesia hingga sejauh ini terbilang rendah, yakni berada di kisaran level 10 persen. Luhut menekankan persoalan ini patut menjadi sorotan dan dicari solusinya.

"Kita harus bertanya kenapa tax ratio kita masih 10 persen saja, kenapa tidak bisa naik. Hal semacam ini perlu kita jawab dengan melakukan audit, sehingga kita tahu di mana masalahnya,” ujar Luhut.

Sebelumnya, DJP dan DPR sepakat untuk menjalankan sistem Coretax secara paralel dengan sistem perpajakan yang lama.

 

Fitur Layanan

Cerminkan Prinsip Keadilan dan Gotong Royong, Benarkah Kenaikan PPN Lebih Baik Daripada Kenaikan PPh?
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)... Selengkapnya

Skenario tersebut antara lain fitur layanan yang selama ini sudah dijalankan secara paralel, yaitu pelaporan SPT Tahunan sebelum tahun pajak 2025 dengan menggunakan e-Filing melalui laman Pajak.go.id, dan penggunaan aplikasi e-Faktur Desktop bagi wajib pajak PKP tertentu sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

"Sebagai antisipasi dalam mitigasi implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan, agar tidak mengganggu kolektivitas penerimaan pajak,” kata Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun saat ditemui usai RDP di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 10 Februari 2025.

Dia memberikan kesempatan kepada DJP untuk memperbaiki sistem Coretax hingga akhir masa lapor Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

Untuk diketahui, batas akhir masa pelaporan SPT bagi orang pribadi adalah 31 Maret, sedangkan bagi wajib pajak badan adalah 30 April 2025.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berjanji pihaknya akan terus memperbaiki sistem Coretax. DJP pun terus melakukan perbaikan dan melaporkan perkembangannya secara berkala.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya