Harga Elpiji Nonsubsidi Naik, Pedagang Warteg Khawatirkan Stok LPG 3 Kg Langka

Pertamina menaikkan harga jual Bright Gas 5,5 kg Rp 100.000 per tabung, Bright Gas atau Elpiji 12 kg Rp 213.000 per tabung, dan EaseGas 14 kg Rp 246.000 per tabung.

oleh Arief Rahman H diperbarui 11 Jul 2022, 19:30 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2022, 19:30 WIB
Selama WFH, Konsumsi Gas Meningkat
Petugas merapikan bright gas 5,5 kg dan 12 kg di SPBU Cikini, Jakarta, Rabu (8/4/2020). PT Pertamina (Persero) melalui MOR III mencatat peningkatan konsumsi LPG nonsubsidi rumah tangga sebesar 25 persen di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten dalam sepekan terakhir.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) memutuskan untuk menaikkan harga Liquified Petroleum Gas (LPG) nonsubsidi alami kenaikan. Pedagang warteg mengkhawatirkan dengan kenaikan harga LPG nonsbsidi ini nantinya akan membuat stok LPG Subsidi 3 kilogram (kg) langka.

Ketua Koordinator Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni mengungkapkan, dengan adanya kenaikan harga di LPG nonsubsidi, dikhawatirkan banyak konsumen beralih ke LPG subsidi alias LPG tabug melon. Sehingga, nantinya malah akan mengurangi stok LPG 3 kg di pasaran.

“Pedagang warteg masih banyak menggunakan elpiji melon 3 kg, yang tidak kmi harapkan ada migrasi pengguna gas 12 kg ke 3 kg gas melon, karena ada perbedaan harga yang banyak,” kata dia kepada Liputan6.com, Senin (11/7/2022).

Diketahui, Pertamina menaikkan harga jual Bright Gas 3 kg menjadi Rp 58.000 per tabung, Bright Gas 5,5 kg Rp 100.000 per tabung, Bright Gas atau Elpiji 12 kg Rp 213.000 per tabung, dan EaseGas 14 kg Rp 246.000 per tabung.

Sementara di tingkat konsumen harga isi ulang LPG 3 kg yang mendapat subsidi pemerintah masih berada di kisaran Rp 21.000 per tabung. Dengan porsi sekitar 6 persen dari total konsumsi LPG nasional.

Melihat perbedaan harga yang cukup jauh tersebut, Mukroni khawatir akan mempengaruhi penyediaan stok LPG 3 kg di pasaran. Ia pun meminta pemerintah mampu mengontrol ketersediaan LPG 3 kg subsidi itu bagi pelaku usaha warteg.

“Kami harapkan pemerintah memantau kesediaan gas melon untuk usaha kecil termasuk warteg yang jumlah outlet atau gerai di Jabodetabek kurang lebih 50 ribu gerai. Artinya di masa daya beli belum pemerintah malah menambah beban dengan adanya kelangkaan stok gas 3 kg/melon,” paparnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Belum Ada Keluhan

20160106-Gas-Elpiji-12Kg-AY
Pekerja tengah merapihkan dan mengisi tabung gas LPG 12 kg di Terminal pengisian Gas Pertamina, Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kendati begitu, Mukroni mengaku sejak kenaikan diberlakukan papda 10 Juli 2022, belum ada keluhan dari pedagang warteg yang tergabunga dalam Kowantara. Alasannya, karena disinyalir pedagang warteg masih memiliki stok LPG 3 kg.

“Belum ada suara-suara kesulitan dari teman-teman, mungkin nunggu seminggu, karena bisa aja pedagang warteg masih ada stok,” katanya.

Ia mengaku, terkait kebutuhan di satu warteg, bisa mencapai 3 tabung LPG 3 kg per hari. Namun, ini kembali pada tingkat omset masing-masing warteg.

“Tergantung omzetnya, kalau di atas Rp 1-3 juta omsetnya bisa 3 tabung perhari,” katanya.

Mengacu pada pengalaman ke belakang, ia mengaku pasca adanya kenaikan harga, stok gas LPG 3 kg di pasaran cukup sulit ditemui. Meski, dalam beberapa hari stok kembali memenuhi gerai-gerai pembelian LPG 3 kg.

 

Minta Pedagang Warteg Modern Beralih

Stok LPG
Pekerja melakukan sejumlah tahap pengisian LPG pada tabung 12 Kg di SPBE (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji), Srengseng, Jakarta, Jumat (3/5/2019). PT Pertamina (Persero) menjamin ketersediaan LPG di bulan Ramadan dan tidak ada kenaikan harga. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lebih lanjut, Mukroni juga menyoroti semakin menjamurnya pedagang warteg modern. ia menilai sejumlah warteg modern tersebut untuk beralih menggunakan tabung LPG nonsubsidi.

“Kami juga menghimbau warteg-warteg modern yang menjamur untuk beralih ke LPG 12 kilo, karena sudah masuk dalam klaster bukan kecil lagi,” ujarnya.

Ia menyebut, warteg yang dikelompokkannya sebagai warteg modern itu lebih mampu dari sisi finansial. Bahkan, disebut banyak dari kalangan menengah keatas yang notabene tak hanya menggantungkan hidupnya di warteg.

“Pemiliknya juga tidak harus orang Tegal, Brebes Pantura, yang penting punya duit dan juga banyak dari kalangan menengah ke atas, beda dengan orang Pantura yg memang mengandalkan warteg sebagai mata pencaharian mereka,” paparnya.

“Oleh karena itu dihimbau untuk tidak menggunakan gas subsidi seperti warteg-warteg kecil lainnya,” tutup Mukroni.

Infografis Ladang Gas
10 Ladang Gas Terbesar Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya