Perlukah Indonesia Terus Bangun Bandara?

Menurut data Kementerian Perhubungan, pada 2019 jumlah penumpang LCC domestik mencapai 56 persen. Diikuti dngan penumpang full service 33 persen dan medium service 10 persen.

oleh Arief Rahman H diperbarui 21 Jul 2022, 18:49 WIB
Diterbitkan 21 Jul 2022, 18:47 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) direncanakan akan meresmikan pengembangan Bandara Komodo di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) Kamis 21 Juli 2022
Presiden Joko Widodo (Jokowi) direncanakan akan meresmikan pengembangan Bandara Komodo di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) Kamis 21 Juli 2022 besok.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia tengah gencar melakukan penataan di sejumlah bandara di Indonesia. Terbaru, Presiden Joko Widodo meresmikan pengembangan Bandara Komodo, di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.

Sementara, seperti Bandara Internasional Soekarno-Hatta, ada beberapa bagian di terminal 2 yang sedang dalam tahap konstruksi. Sama halnya dengan bandara-bandara lain di kota-kota di Indonesia.

Pengamat Bisnis Penerbangan Nasional Gatot Raharjo mencoba melihat urgensi pengembangan bandara di Indonesia. Apalagi berkaitan dengan biaya yang harus dikeluarkan oleh penumpang.

"Pengembangan bandara seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan serta tipe penumpang dan maskapai," ujarnya kepada Liputan6.com, Kamis (21/7/2022).

Hal ini berdasar pada tingkat penumpang penerbangan dengan tiket murah atau Low Cost Carrier (LCC) yang mendominasi industri penerbangan. Gatot memandang, penumpang kelas ini tidak terlalu membutuhkan pelayanan dan pengembangan yang berlebihan.

Menurut data Kementerian Perhubungan, pada 2019 jumlah penumpang LCC domestik mencapai 56 persen. Diikuti dngan penumpang full service 33 persen dan medium service 10 persen.

Pada 2020, angkanya meningkat drastis dengan jumlah penumpang LCC sebanyak 63 persen dari total penumpang pesawat domestik di Indonesia.

"Penumpang ini diangkut oleh Lion Air, Citilink, Wings Air dan Indonesia AirAsia," kata dia.

Maskapai penerbangan baru banyak bermunculan sejak 2000, penumpang dengan biaya murah ikut mendominasi. Gatot memprediksi kedepannya jumlah jenis ini akan semakin bertambah.

Menurutnya, penumpang jenis ini tidak mengharapkan pelayanan yang berlebihan, baik di atas pesawat maupun di lingkungan bandara. Mereka lebih mementingkan keselamatan dan keamanannya.

"Jika membutuhkan layanan lebih, mereka bisa membeli secara pribadi, baik di pesawat maupun di bandara," ujarnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Terminal Khusus

20151227-Bandara labuan bajo
Bandara Komodo Labuan Bajo. (Wikipedia)

Mengaca pada negara lain, guna melayani penumpang dan maskapai LCC dibuatkan terminal bandara khusus. Di terminal ini, misalnya tidak memakai garbarata yang harus disewa oleh maskapai.

"Terminalnya juga dibuat sangat besar, tapi lebih menyerupai hanggar dibanding hotel atau mall. Walau begitu, terminalnya tertata rapi dan banyak menggunakan teknologi canggih sehingga penumpang tetap dapat terlayani dengan baik, sesuai kebutuhannya," papar Gatot.

Dengan layanan yang diberikan tersebut, hal ini mempengaruhi harga tiket dan biaya yang dikeluarkan penumpang. Angkanya menjadi lebih murah tapi dengan pelayanan yang sesuai.

"Dengan demikian, tentu saja PSC bandara dan harga tiket pesawat oleh maskapai juga murah. Penumpang juga pasti senang," tukasnya.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Bukan Hal Mutlak

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meninjau pengembangan Bandara Komodo di Nusa Tenggara Timur
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meninjau pengembangan Bandara Komodo di Nusa Tenggara Timur. (Dok. Kementerian Perhubungan)

Sebelumya, Pengamat Bisnis Penerbangan Gatot Raharjo menyebut penumpang tidak membutuhkan tingkat layanan yang berlebihan di bandara. Apalagi penumpang penerbangan dengan harga murah menjadi mayoritas di industri penerbangan tanah air.

Hal ini menyusul adanya kenaikan biaya pelayanan yang diatur operator sejumlah bandara. Kenaikan pajak layanan ini disinyalir juga akan berpengaruh terhadap harga tiket pesawat.

"Layanan kepada penumpang bukan sesuatu yang mutlak harus ada, baik dalam pesawat maupun di bandara. Di bandara, sebagian besar penumpang dan maskapai sebenarnya juga tidak membutuhkan layanan yang berlebihan," kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (21/7/2022).

Gatot menilai, bandara maupun maskapai sepatutnya berpegang pada keamanan penumpang dan keselamatan penerbangan. Untuk itu dalam setiap operasional pada industri penerbangan, baik operasional penerbangan pesawat udara maupun di bandara, keselamatan dan keamanan harus dilaksanakan sesuai aturan yang berlaku.

 

 

 

Tiket Mahal

Ia menyebut penumpang dan maskapai penerbangan murah menolak layanan yang berlebihan di bandara. Apalagi akan mempengaruhi harga yang dibayar ke pengelola bandara.

"Kalau biaya operasional melonjak, maskapai LCC (low cos carrier) tidak bisa lagi menjual tiket murah, penumpang terpaksa bayar PSC (passenger service charge) dan beli tiket lebih mahal," katanya.

Meski saat ini pemerintah sedang menggalakkan pengembangan sejumlah bandara. Tujuannya untuk meningkatkan layanan yang diberikan kepada calon penumpang yang melakukan pepnerbangan.

Padahal, menurut Gatot, belum tentu penumpang butuh pengembangan dan layanan bandara tersebut.

"Saat ini banyak bandara yang dikembangkan dengan megah dan tentu saja biaya besar, dengan dalih untuk meningkatkan laynan pada semua penumpang, tidak ada kecuali," ujarnya.

Infografis 16 Bandara Dibuka untuk Penerbangan Internasional
Infografis 16 Bandara Dibuka untuk Penerbangan Internasional (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya