Pemerintah Diminta Lanjutkan Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Rokok

Pemerintah dinilai perlu melanjutkan proses penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebagai sebuah solusi.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Agu 2022, 19:15 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2022, 19:15 WIB
20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah dinilai perlu melanjutkan proses penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebagai sebuah solusi.

Selisih tarif antar golongan yang lebar dinilai menjadi problem karena memberikan celah bagi para produsen rokok menghindari pembayaran cukai yang tinggi.

Chief Strategist Center for Indonesia's Strategic Development Initiative (CISDI) Yurdhinna Meilisa menyatakan, ada jarak yang cukup besar antara tarif CHT golongan 1 dan 2, sehingga pabrikan memiliki ruang yang lebar untuk berpindah-pindah dan mengelola biaya.

"Penyederhanaan tarif cukai menjadi solusi dan proses ini bisa dilakukan secara bertahap. Kita harus maju dan beradaptasi untuk mengurangi kerugian penerimaan negara. Saat ini ada potensi sekitar Rp. 51 triliun penerimaan yang hilang akibat simplifikasi tidak dijalankan," kata Yurdhinna, ditulis Jumat (12/8/2022).

Menurut Yurdhinna, penyederhanaan struktur tarif cukai rokok perlu dilanjutkan demi mencapai tujuan pengendalian konsumsi dan optimalisasi penerimaan negara.

Dari sisi pengendalian konsumsi, penyederhanaan akan menaikkan harga rokok sebesar 2,9 persen sehingga permintaan terkendali. Masalah utama saat ini juga disparitas harga rokok semakin besar tahun ke tahun.

 


Banyak Pilihan

Petugas Bea Cukai Gagalkan Peredaran Rokok Ilegal Lintas Provinsi
(Foto:Dok.Bea Cukai)

Harga rokok yang bervariasi menyebabkan perokok memiliki pilihan yang sangat banyak untuk beralih ke rokok yang murah ketika mereka tidak mampu membeli rokok dengan harga yang lebih mahal setiap harinya. Hal ini membuat konsumsi rokok sulit turun secara signifikan.

“Perbandingan tarif cukai terendah dan tertinggi menyebabkan spread harga yang sangat jauh dan lebar, jadi ada rokok yang sangat mahal dan yang sangat murah. Penyederhanaan struktur tarif cukai secara bertahap bisa menjadi solusi dari masalah ini,” ujarnya.

Hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi perbedaan tarif cukai golongan I dan II sehingga harga rokok tak lagi bervariasi dan konsumsi dapat lebih terkendali.

Sebelumnya, Bank Dunia dalam rekomendasinya menyatakan kebijakan penyederhanaan struktur dari 10 ke 6 akan mampu menekan konsumsi rokok sebesar 2 persen, dan meningkatkan penerimaan sebesar 6,4 persen (Rp10,9 triliun). Di saat yang sama, penyederhanaan juga tidak akan membawa efek terlalu besar terhadap perusahaan dan tidak membuat pabrikan rugi.

 


Pertimbangan

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai Ditjen Bea Cukai, Akbar Harfianto menjelaskan dalam merumuskan kebijakan cukai rokok, pemerintah mempertimbangkan empat aspek yakni kesehatan, tenaga kerja dan keberlangsungan industri rokok, penerimaan negara, dan pengendalian rokok ilegal. Sepanjang semester 1/2022, produksi rokok menurun sebesar 4,8 persen bila dibandingkan dengan semester 1/2021.

Menurut Akbar, data itu diperoleh dari jumlah pita cukai yang dipesan atau laporan perusahaan, terutama yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan menyampaikan laporan tahunan. Dengan penurunan produksi tersebut diharapkan tingkat konsumsi rokok oleh masyarakat akan turut berkurang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya