Jokowi Minta Proyek Blok Masela Segera Dimulai

Progres proyek Abadi LNG Blok Masela masih mandek usai mundurnya perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Belanda, Shell Upstream Overseas pada Juli 2020.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Sep 2022, 12:41 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2022, 12:41 WIB
Presiden Jokowi dan Ibu Iriana tiba di Bandara Mathilda Batlayeri, Kepulauan Tanimbar, Maluku, Kamis (01/09/2022). (Foto: BPMI Setpres)
Presiden Jokowi dan Ibu Iriana tiba di Bandara Mathilda Batlayeri, Kepulauan Tanimbar, Maluku, Kamis (01/09/2022). (Foto: BPMI Setpres)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan proyek LNG Lapangan Abadi Blok Masela di Maluku, bisa segera dimulai dengan cara mendorong hadirnya mitra baru bagi Inpex Corporation selaku operator.

"Blok Masela terus kita dorong, yang semua dulu sebetulnya sudah akan jalan Inpex, kemudian Shell, tapi karena saat itu harganya rendah sehingga ada satu yang mundur, sehingga pengerjaannya juga ikut mundur," ujar Jokowi melansir Antara, Jumat (2/9/2022).

Hal itu disampaikan Jokowi kepada wartawan usai meninjau pemberian bantuan sosial di Pasar Olilit, Saumlaki, Maluku, Jumat, sebagaimana disaksikan secara daring melalui Youtube Sekretariat Presiden.

Sebagaimana diketahui, Shell Upstream Overseas Services Limited yang merupakan anak usaha Royal Dutch Shell, mengundurkan diri sebagai operator dari proyek tersebut, namun masih kesulitan menjadi investor pengganti.

Jokowi menyampaikan pemerintah mendorong hadirnya mitra baru bagi Inpex Corporation, agar proyek Blok Masela bisa segera dimulai.

"Yang mendapat keuntungan besar jika Blok Masela jalan adalah Kepulauan Tanimbar di Saumlaki. Dan itu akan baik untuk perputaran uang di daerah, untuk PDRB di Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Provinsi Maluku. Jadi memang akan terus kita dorong agar segera dimulai," terangnya.

Progres proyek Abadi LNG Blok Masela masih mandek usai mundurnya perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Belanda, Shell Upstream Overseas pada Juli 2020.

Padahal proyek ini ditargetkan onstream atau mulai berproduksi pada 2027. Sebelum menarik diri dari proyek LNG Blok Masela, Shell menguasai 35 persen saham participating interest (PI). Sisanya dikuasai Inpex asal Jepang sebesar 65 persen.

Pertamina Yakin Produksi Blok Rokan Capai 170 Ribu BOPD di Akhir 2022

PHR Berhasil Bor 350 Sumur di Blok Rokan Jelang Setahun Alih Kelola
PHR Berhasil Bor 350 Sumur di Blok Rokan Jelang Setahun Alih Kelola

PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), operator Blok Rokan di Provinsi Riau, menargetkan produksi minyak di Blok Rokan bisa mencapai 170 ribu barel per hari (BOPD) pada akhir 2022.

Salah satu optimisme manajemen dengan target tersebut karena masifnya kegiatan, terutama pemboran sumur di Blok Rokan sepanjang tahun ini.

Jaffee Arizona Suardin, Direktur Utama PHR, mengatakan setelah alih kelola Blok Rokan dari operator lama pada 9 Agustus 2021, PHR terus menggenjot pemboran hingga stabil di posisi saat ini, yaitu satu sumur per hari.

Dengan realisasi pengerjaan seperti itu akan berdampak di realisasi produksi tahun depan karena tidak ada pengurangan kegiatan di akhir tahun.

"Pada Desember 2022 kami menargetkan produksi minyak menembus level 170 ribu BOPD, jumlah rig surah siap pengalaman kami pemboran rata-rata per hari satu sumur. Nanti 2023 akan ngebut lagi karena di awal tahun nanti bisa langsung kerja," kata Jaffee saat webinar “Capaian dan Tantangan Pengelolaan Satu Tahun Blok Rokan oleh PHR” yang diselenggarakan ReforMiner Institute, Kamis (18/8).

Selain Jaffee, narasumber lain pada webinar tersebut adalah Anggota Dewan Energi Nasional Satya W Yudha, Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi PAN Eddy Soeparno, dan Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro.

Jaffee menjelaskan peningkatan produksi di Blok Rokan merupakan hal yang patut disyukuri lantaran sudah hampir satu dekade ini tidak ada peningkatan produksi dari wilayah kerja tersebut. Apalagi jika dilihat secara alami penurunan produksi minyak di Rokan cukup tinggi.

Dia menyebutkan, secara natural data decline rate 26 persen sekitar 4 ribu BOPD. Produksi per sumur di bawah 150 BOPD. Jika mengikuti decline rate, realisasi produksi maksimal 120 ribu BOPD.

“Kalau kita maksimalkan seperti operator sebelumnya decline rate turun 11 persen. Kita lawan penurunan 26 persen. Akhir Juli naik produksi dibandingkan alihkelola. Agustus naik 2,6 persen. Kalau kita lihat beberapa dekade terakhir, ini terakhir kali produksi naik," jelas Jaffee.

Menurut Satya W Yudha, dalam strategi transisi energi memang Indonesia menuju ke penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) secara maksimal namun demikian bukan berarti energi fosil seperti minyak akan langsung ditinggalkan. Pasalnya, kebutuhan akan minyak masih besar maka Blok Rokan akan tetap menjadi tumpuan.

 

Emisi Turun

Pertamina terus lakukan persiapan untuk alih kelola Blok Rokan
Pertamina terus lakukan persiapan untuk alih kelola Blok Rokan

Selain itu, lanjut dia, dalam pengelolaan Blok Rokan ke depan Pertamina bisa merealisasikan penurunan emisi dalam mempoduksikan minyak di blok tersebut.

"Apa yang dilakukan oleh Rokan di kemudian hari tentunya ada partisipasi dari teknologi yang dipakai mengurangi emisi karbon ada beberapa tahapan dari hulu migas mulai dari eksplorasi sampai proses sampai pengangkutan semua punya faktor-faktor yang bisa dikecilkan dan emisinya," ungkap Satya.

Eddy Soeparno menjelaskan Pertamina mau tidak mau akan menjadi tumpuan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan energi. Sejak Blok Rokan diambil alih kini kontribusi Pertamina sudah tembus 60% terhadap produksi minyak nasional.

Eddy mengakui tantangan Indonesia, termasuk Pertamina, di tidak kecil. Apalagi bicara pengelolaan dana investasi sangat besar.

Kecuali itu, ada perbedaan antara perusahaan lain dengan Pertamina yang merupakan perusahaan milik negara sehingga proses pengambilan keputusan, investasi, itu membutuhkan waktu lebih panjang ketimbang perusahaan yang bergerak di bidang yang sama tapi milik swasta.

"Ini saya kira tantangan tersendiri ke depan bagaimana Pertamina bisa ikut mendukung peningkatna produksi migas nasional. Meski kita pada hari ini bicara tentang EBT yang menurut hemat kami proses transformasi energi tidak terelakkan, dalam waktu cukup lama kita masih akan tetap andalkan energi fosil," jelas Eddy.

Masalahnya, lanjut Eddy, saat ini sebagian besar lapangan migas di Indonesia sudah tidak lagi berada pada fase meningkatkan produksi tetapi telah berada pada fase mempertahankan tingkat produksi dan menahan laju penurunan produksi alamiah yang terus meningkat setiap tahunnya.

 

Infografis Blok Rokan
Infografis Blok Rokan (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya