Liputan6.com, Jakarta Penetapan alternatif pengganti LPG harus dilakukan. Pasalnya, energi tersebut semakin membebankan negara melalui subsidi LPG 3 Kg dan bahan bakunya yang sebagian besar diimpor.
Anggota Komite BPH Migas Yapit Saptaputra mengatakan, pada 2023 kebutuhan atas LPG 3 kg sama dengan tahun 2022 yaitu sebesar 8 juta MT dan 80 persennya berasal dari impor dengan besaran nilai subsidi Rp 117,4 triliun.
Baca Juga
Selain itu nilai subsidi ini masih berpotensi meningkat ditengah ketidakjelasan arah perekonomian dunia.
Advertisement
"Harga Contract Price (CP) Aramco untuk bahan baku LPG (Propane dan Butane) rata-rata tahun 2022 UD 777 per MT, masih diatas asumsi awal perhitungan penghitungan subsisi BBM tahun 2022 sebesar USD 569 per MT dengan nilai subsidi LPG tahun 2022 sebesar Rp 134,7 triliun," kata Yapit, di Jakarta, Jumat (30/9/2022).
Menurut Yapit, konversi minyak tanah tahun 2007 yang berhasil dilakukan untuk menghindari beban subsidi seolah tidak ada hasilnya. Subsidi LPG makin membengkak karena pola distribusinya masih terbuka dan banyak menyasar kepada kalangan yang tidak berhak.
Diperlukan upaya-upaya yang sustain dalam hal mencari sumber energi untuk masyarakat dengan mengandalkan sumber energi domestik. Maka diperlukan usaha progresif untuk menyediakan energi substitusi bagi masyarakat sesegera mungkin.
Yapit menuturkan, energi subsitusinya bisa berupa gasifikasi batubara menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai program hilirisasi batubara sesuai arahan Presiden Joko Widodo. Pemanfaatan DME sangat mungkin dimanfaatkan untuk menggantikan LPG. Hal tersebut dikarenakan DME memiliki sifat-sifat dasar yang tidak terlalu berbeda dengan LPG dan merubah spesifikasi teknik tabung LPG.
"Sebagai pioneer proyek gasifikasi terletak di Kawasan Industri Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan yang dikerjakan bersama antara PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Pertamina (Persero) dan Air Products & Chemicals Inc (APCI), perusahaan petrokimia asal Amerika Serikat. Namun target produksinya sendiri masih cukup lama yakni tahun 2028," ungkapnya.
Â
Subsidi LPG
Yapit menambahkan, jika dikaitkan dengan upaya-upaya menekan subsidi LPG, agar sejalan dengan transisi energi, maka peningkatan gas bumi domestik khususnya untuk sektor rumah tangga harus ditingkatkan. Jaringan gas kota untuk sektor rumah tangga menjadi hal mendesak yang harus dilakukan oleh pemerintah.
Menurutnya, jaringan gas bumi merupakan langkah terbaik yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah mengoptimalkan penggunaan gas bumi untuk rumah tangga sebagai produk subsitusi LPG kepada masyarakat. Jargas sendiri akan berorientasi tidak hanya kepada kalangan yang selama ini menikmati LPG subsidi namun akan secara luas dinikmati oleh kalangan umum.
"Pola distribusinya juga diarahkan kepada rumah tangga, bukan perorangan. Upaya kontrolnya akan lebih terkelola lebih baik," ujarnya.
Pembangunan jaringan gas kota (jargas) telah dilakukan Pemerintah dan PGN serta anak usahanya sejak 2009 hingga tahun 2021. Telah terbangun dan aktif melayani masyarakat masing-masing sebanyak 516.720 dan 118.718 sambungan rumah (SR) pada 18 provinsi dan 64 kabupaten/kota.
Â
Advertisement
Keberlanjutan
Sebagai kerbelanjutannya, pemerintah telah menugaskan PGN sebagai Subholding Gas PT. Pertamina (Persero) untuk membangun jargas dengan total sampai dengan 4 juta SR di seluruh Indonesia pada 2024 sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Program lain adalah program kompor induksi yang sejak awal tahun gencar dilakukan oleh PT PLN (Persero) dikarenakan adanya kondisi over supply listrik.
Diperkirakan sekitar 15 juta penambahan rumah tangga akan menggunakan kompor induksi, ujicoba sudah dilakukan namun publik dikejutkan dengan dibatalkan program tersebut secara resmi oleh PLN.
"Sebagai bentuk komitmen Indonesia untuk menekan emisi gas buang dalam rangka mendukung Paris Agreement, maka dilakukan persiapan-persiapan untuk menggeser ketergantungan dari fossil energy menuju renewable energy," imbuhnya.