PLTU Bolok NTT Sukses Ganti Bahan Bakar Batu Bara dengan Kepingan Kayu

PT PLN (Persero) berhasil melakukan uji coba penggunaan 75 persen biomassa Woodchips (kepingan kayu) untuk bahan bakar pengganti batu bara (cofiring).

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 22 Okt 2022, 19:00 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2022, 19:00 WIB
PLN berhasil melakukan uji coba penggunaan 75 persen biomassa Woodchips (kepingan kayu) untuk bahan bakar pengganti batu bara (cofiring) di PLTU Bolok dengan kapasitas 2x16,5 Megawatt (MW) di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Dok PLN)
PLN berhasil melakukan uji coba penggunaan 75 persen biomassa Woodchips (kepingan kayu) untuk bahan bakar pengganti batu bara (cofiring) di PLTU Bolok dengan kapasitas 2x16,5 Megawatt (MW) di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Dok PLN)

Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) berhasil melakukan uji coba penggunaan 75 persen biomassa Woodchips (kepingan kayu) untuk bahan bakar pengganti batu bara (cofiring) pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Bolok dengan kapasitas 2x16,5 Megawatt (MW) di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Direktur Utama PLN Nusantara Power Ruly Firmansyah menyatakan, penggunaan 75 persen biomassa dalam uji coba High Co-Firing (HCR) pada Oktober 2022 ini merupakan langkah lanjutan, setelah sebelumnya pada Juni 2022 lalu PLTU Tembilahan telah berhasil menerapkan inovasi 100 persen biomassa.

PLTU Tembilahan menjadi PLTU pertama di Indonesia yang telah menerapkan 100 persen biomassa dalam HCR. HCR biomassa ini sekaligus menjadi jawaban masa depan energi bersih di Tanah Air.

"Komitmen PLN Nusantara Power adalah bertumbuh kembang bersama lingkungan di setiap lini bisnisnya. Saat ini PLTU Bolok sudah berhasil melakukan cofiring hingga 75 persen biomassa. Kami akan terus uji dan evaluasi agar bisa mencapai 100 persen biomassa seperti PLTU Tembilahan," kata Rully, Sabtu (22/10/2022).

Ruly menjelaskan, pengujian cofiring biomassa di PLTU Bolok dilaksanakan secara bertahap sesuai prosedur yang direncanakan. Uji coba ini telah dilaksanakan secara bertahap dengan penggunaan biomassa secara progresif mulai dari 0 persen, 25 persen, 50 persen, hingga 75 persen, dan akan terus dilakukan hingga bisa mencapai 100 persen biomassa.

"Berdasarkan evaluasi bersama, didapatkan hasil pemantauan teknis yang menunjukkan parameter operasi masih dalam batasan normal, beban pembangkit dapat dijaga dengan stabil hingga maksimum 75 persen biomassa," jelasnya.

 


Pencapaian EBT

PLN berhasil melakukan uji coba penggunaan 75 persen biomassa Woodchips (kepingan kayu) untuk bahan bakar pengganti batu bara (cofiring) di PLTU Bolok dengan kapasitas 2x16,5 Megawatt (MW) di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Dok PLN)
PLN berhasil melakukan uji coba penggunaan 75 persen biomassa Woodchips (kepingan kayu) untuk bahan bakar pengganti batu bara (cofiring) di PLTU Bolok dengan kapasitas 2x16,5 Megawatt (MW) di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Dok PLN)

Menurut dia, seluruh rangkaian pengujian cofiring biomassa sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022, tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

"Dengan inovasi yang kami lakukan, harapannya dapat mendukung pencapaian EBT 23 persen di tahun 2025," ungkap dia.

General Manager PLN Unit Induk Wilayah (UIW) NTT Fintje Lumembang berharap, penggunaan biomassa sebagai bahan bakar pada PLTU Bolok dapat menekan emisi, penghematan biaya pokok penyediaan listrik dan meningkatkan fuel alternate competitiveness bagi PLN. "Ini merupakan salah satu dari program PLN Green Booster, cofiring maupun full firing biomass digadang untuk mendukung target bauran energi baru terbarukan nasional," terang Fintje.

Tak hanya itu, pemanfaatan biomassa woodchips untuk cofiring PLTU juga dapat membangun ekonomi kerakyatan.

"Dengan adanya cofiring ini, kalau dulu banyak lahan kosong tidur yang tidak produktif, sekarang bisa dimanfaatkan untuk menanam pohon kaliandra dan digunakan untuk cofiring," pungkasnya.


Target EBT 20,9 Gigawatt di 2030, Dirut PLN: Tantangan Berat

PLN
PT PLN (Persero) telah menyalurkan 511.892 megawatt hour (MWh) listrik hijau melalui layanan sertifikat energi baru terbarukan (EBT) atau Renewable Energy Certificate (REC) kepada lebih dari 160 pelanggan bisnis dan industri hingga Juni 2022. (Dok. PLN)

Sebelumnya, Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengatakan, pengembangan energi baru terbarukan (EBT) bukan perkara mudah. Apalagi menyangkut target tambahan energi listrik harus dipasok EBT pada 2030.

Hal ini menyangkut target instalasi 20,9 Gigawatt (GW) kapasitas dari EBT. Atau sekitar 51,6 persen tambahan pembangkit yang bersumber dari energi hijau. Upaya ini, perlu dikejar dalam kurun waktu kurang dari 8 tahun.

"Dengan menambah 20,9 GW kapasitas energi baru terbarukan hingga 2030, 51,6 persen tambahan pembangkit berasal dari EBT. Ini tantangan berat, tapi kami akan lakukan," kata dia dalam SOE Commitment on Net Zero Emission, SOE International Conference, Selasa (18/10/2022).

Dia mengatakan kalau hal ini perlu dilakukan untuk kepentingan masyarkaat kedepannya. Pihaknya pun sudah memetakan sejumlah potensi EBT di dalam negeri. Diantaranya energi matahari, angin, air, hingga panas bumi.

"kami harus memastikan sumber energi terbarukan ini bisa menggantikan pembangkit yang lama," ujarnya.

Dia mengatakan kalau upaya transisi energi bersih ini untuk memastikan generasi selanjutnya dalam kondisi yang lebih baik. Artinya, ikut dalam upaya internasional mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil.

Kendari begitu, Darmawan menegaskan kalau upaya transisi energi yang dibawa PLN bukan karena adanya perjanjian internasional. Ataupun karena kebijakan semata.

"Jadi yang PLN lakukan adalah mengurangi efek gas rumah kaca dan PLN berkomitmen melakukannya, ini bukan karena perjanjian kerja sama internasional, bukan juga karena kebijakan, tapi karena peduli," ungkapnya.

 

infografis motor listrik
motor listrik lebih murah dalam perawatan, tapi tidak untuk baterai (liputan6.com/abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya