Hore, Tarif Listrik Tidak Naik hingga Akhir 2024

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan tarif listrik kuartal IV tahun ini, atau periode Oktober-Desember 2024 untuk 13 golongan pelanggan non subsidi PT PLN (Persero) tidak mengalami perubahan.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 01 Okt 2024, 16:02 WIB
Diterbitkan 30 Sep 2024, 15:45 WIB
Potongan Harga Tambah Daya Listrik Melalui Progam Ramadan
Petugas memeriksa meteran listrik di Rusun Bendungan Hilir, Jakarta, Rabu (7/4/2021). Lewat program Ramadan Peduli, pelanggan rumah tangga daya 450 VA sampai dengan 7.700 VA dapat membeli produk Renewable Energy Certificate (REC) sebesar Rp 115.500. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan tarif listrik kuartal IV tahun ini, atau periode Oktober-Desember 2024 untuk 13 golongan pelanggan non subsidi PT PLN (Persero) tidak mengalami perubahan.

Penyesuaian tarif tenaga listrik bagi pelanggan nonsubsidi dilakukan setiap 3 bulan mengacu pada perubahan terhadap realisasi parameter ekonomi makro, yakni: kurs, Indonesian Crude Price (ICP), inflasi, serta Harga Batubara Acuan (HBA).

Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2024 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PT PLN (Persero).

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman P Hutajulu mengatakan, parameter ekonomi makro kuartal IV 2024 menggunakan realisasi pada bulan Mei-Juli 2024. #ecara akumulasi pengaruh perubahan ekonomi makro tersebut seharusnya menyebabkan kenaikan tarif listrik.

"Berdasarkan empat parameter tersebut, seharusnya penyesuaian tarif tenaga listrik bagi pelanggan nonsubsidi mengalami kenaikan dibandingkan dengan tarif pada kuartal III 2024. Akan tetapi, demi menjaga daya beli masyarakat dan daya saing industri saat ini, pemerintah memutuskan tarif tenaga listrik tidak mengalami perubahan atau tetap," ujarnya di Jakarta, Senin (30/9/2024).

Lebih lanjut, Jisman menambahkan bahwa tarif tenaga listrik untuk 24 golongan pelanggan bersubsidi juga tidak mengalami perubahan.

Itu mencakup pelanggan sosial, rumah tangga miskin, bisnis kecil, industri kecil, dan pelanggan yang peruntukan listriknya bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

"Kementerian ESDM berharap PT PLN (Persero) dapat terus mengoptimalkan efisiensi operasional dan terus meningkatkan volume penjualan tenaga listrik. Dengan demikian Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik per kWh dapat terjaga," pungkas Jisman

Awas, Kebijakan Ini Bisa Bikin Tarif Listrik Naik

FOTO: Listrik Gratis di Tengah Pandemi Virus Corona COVID-19
Warga memeriksa meteran listrik di kawasan Matraman, Jakarta, Kamis (2/4/2020). Di tengah pandemi COVID-19, pemerintah menggratiskan biaya tarif listrik bagi konsumen 450 Volt Ampere (VA) dan pemberian keringanan tagihan 50 persen kepada konsumen bersubsidi 900 VA. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, Anggota Dewan Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia Riki Firmandha Ibrahim menilai pembahasan skema power wheeling pada RUU EBET sarat dengan kepentingan yang berisiko bertentangan dengan UUD 1945 karena membahayakan negara dan masyarakat.

“Klausul power wheeling sudah dua kali dibatalkan oleh MK, nah skarang ngapain pembahasannya masih masuk ke ranah yang sudah dinyatakan melanggar. Ngapain kita di situ,” tegas Riki dikutip Jumat (7/9/2024).

Dalam pembahasan RUU tersebut, lanjut Riki, masih terdapat indikasi kuat yang memaksakan skema power wheeling masuk ke dalam RUU EBET.

“Ini bakal berisiko mengerek tarif dasar listrik dan memperbesar anggaran subsidi yang diberikan oleh negara,” kata Riki yang kini juga menjadi anggota Dewan Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia.

Riki menjelaskan, masuknya power wheeling berisiko membuat harga listrik energi terbarukan menjadi berbeda dengan harga listrik yang sudah ditetapkan pemerintah. “Proses distribusinya pun akan membuat biaya energi makin mahal karena negara akan kesulitan menentukan tarif dasar listrik,” kata Riki.

Untuk itu, Riki berharap agar RUU EBET lebih fokus pada insentif yang diberikan kepada pengembang energi baru terbarukan. “Bukan malah melegitimasi liberalisasi sistem ketenagalistrikan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, menurut Riki, sebaiknya pembahasan RUU EBET juga berfokus pada bagaimana teknologi energi terbarukan dapat berjalan di Indonesia.

“Hal ini sejalan dengan pemberian insentif atas teknologi energi terbarukan tersebut,” katanya.

 

Pemberian Insentif

PLN Cek Langsung Meteran Rumah Warga
Petugas PLN melakukan pencatatan meteran listrik di rumah warga kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (30/6/2020). PLN memastikan seluruh petugas dikerahkan mencatat ke rumah pelanggan pascabayar untuk digunakan sebagai dasar perhitungan tagihan listrik bulan Juli 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dengan kebijakan pemberian insentif tersebut, Riki meyakini manfaat yang dihasilkan akan lebih besar untuk perkembangan atau pembangunan ekonomi melalui GDP.

“Apalagi ke depan ada pajak karbon, ada mengenai pinjaman hijau, dan lain sebagainya,” tegas Riki.

Dengan adanya pajak karbon yang dihasilkan dari RUU EBET, kata Riki, aturan itu bakal menguntungkan masyarakat.

“Bukan malah merugikan masyarakat dengan membebani tarif listrik yang tinggi,” katanya. Riki menegaskan, pembahasan yang memasukkan skema power wheeling ke dalam RUU EBET menjadikannya tidak tepat sasaran. “DPR dan pemerintah harusnya berpihak kepada masyarakat,” tutupnya.

Tak Mau Persulit Prabowo, Bahlil Minta RUU EBET Segera Rampung

FOTO: Listrik Gratis di Tengah Pandemi Virus Corona COVID-19
Warga memeriksa meteran listrik di kawasan Matraman, Jakarta, Kamis (2/4/2020). Pemerintah menggratiskan biaya tarif listrik bagi konsumen 450 Volt Ampere (VA) dan pemberian keringanan tagihan 50 persen kepada konsumen bersubsidi 900 VA mulai April hingga Juli 2020. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, meminta Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) bisa segera dirampungkan.

Hal itu diutarakan oleh Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, usai mengikuti rapat pimpinan (rapim) perdana bersama Bahlil Lahadalia di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (20/8/2024).

"Tadi tuh masalah undang-undang, RUU nih harus segera diselesaikan, RUU EBET. Ini masih belum terjadwalkan untuk sidang lagi. Tadi beliau juga meminta itu dipercepat," kata Eniya.Dengan akselerasi tersebut, pemerintah saat ini ingin agar masa pemerintahan berikutnya di bawah Prabowo Subianto tak lagi kerepotan dalam menyusun regulasi terkait energi hijau.

"Kalau UU ada, agar pemerintahan berikutnya itu tidak terhambat membaca lagi atau mengidentifikasi lagi RUU-nya," ujar Eniya.

Didesak Banyak Pelaku Usaha

Selain itu, penyelesaian RUU EBET ini juga didorong lantaran pihaknya banyak mendapat desakan dari para pelaku usaha agar bisa mengikuti perdagangan karbon.

"Karena begitu RUU disahkan, kita bisa lari ke carbon market trading di sektor energi. Sudah banyak sekali yang minta bisa trading. Karena dengan investasi renewable, harapannya mereka tuh trading carbon. Itu kita fasilitasi di undang-undang yang ada. Itu yang paling banyak," ungkapnya.

Padahal sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, memperkirakan bahwa RUU EBET tidak dapat disahkan dalam masa sidang DPR periode sekarang.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya