Liputan6.com, Jakarta - Lembaga keuangan multinasional asal Inggris, Barclays memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi China tahun depan menjadi 3,8 persen, sebagian didasarkan pada ekspektasi penurunan permintaan global untuk barang-barang dari negara itu.
Dikutip dari CNBC International, Senin (7/11/2022) Barclays kini memproyeksi pertumbuhan PDB China 3,8 persen di 2023, turun dari perkiraan sebelumnya 4,5 persen pada bulan September karena merosotnya investasi properti.
Baca Juga
Pemotongan PDB terbaru para analis Barclays mencakup penurunan tajam investasi real estat, dari 8 persen menjadi 10 persen.
Advertisement
Ekonom Barclays di AS dan Eropa juga memproyeksi resesi tahun depan. Sehingga, bank tersebut sekarang memperkirakan ekspor China bakal turun 2 sampai 5 persen pada 2023, dibandingkan ekspektasi sebelumnya untuk pertumbuhan 1 persen.
"Pangsa China dari ekspor global telah menyusut tahun ini," kata para analis Barclays.
"Perusahaan asing terlihat telah mengalihkan pesanan mereka dari China ke tetangganya di Asia, termasuk Vietnam, Malaysia, Bangladesh dan India, juga untuk produksi beberapa barang padat," ungkap bank itu.
Ekspor China melonjak 29,8 persen tahun lalu dalam dolar AS, menyusul kenaikan 3,6 persen pada 2020. Namun, laju pertumbuhan melambat tahun ini.
Per September 2022, pertumbuhan ekspor year-to-date China hanya mencapai 12,5 persen.
Seperti diketahui, ekspor merupakan pendorong penting bagi ekonomi China, terutama ketika pandemi mengganggu rantai pasokan global dan menghasilkan permintaan yang kuat untuk produk kesehatan dan elektronik.
Selain ekspor, sektor real estat China dan industri terkait juga menyumbang sekitar seperempat dari PDB China.
China telah melihat kemerosotan pada pasar propertinya dalam dua tahun terakhir, karena Beijing menindak ketergantungan pengembang yang tinggi pada utang untuk pertumbuhan, sementara permintaan konsumen untuk membeli rumah menurun.
Barclays : Rasio Utang Rumah Tangga di China Melebihi AS
Bahkan jika China membuka kembali perbatasannya secara penuh, analis Barclays menyebut negara itu masih berhati-hati tentang seberapa besar sektor konsumsi dan jasa dapat pulih karena meningkatnya utang rumah tangga.
Analis Barclays menemukan bahwa rasio utang rumah tangga China terhadap pendapatan yang dapat dibelanjakan dalam beberapa tahun terakhir melampaui yang terlihat di AS pada tahun-tahun menjelang krisis keuangan 2008.
"Perkiraan kasus dasar kami mengasumsikan tidak ada pengumuman stimulus besar, setidaknya sebelum Konferensi Kerja Ekonomi Pusat Desember, ketika pemerintahan yang baru dibentuk akan menetapkan prioritas kebijakannya," kata laporan Barclays.
Pada kuartal ketiga, data resmi menunjukkan ekonomi China telah tumbuh 3 persen sejauh ini. Namun angka tersebut masih di bawah target resmi 5,5 persen.
Advertisement
Ada Wabah Baru Covid-19, Aktivitas Pabrik di China Menurun Oktober 2022
Aktivitas pabrik di China kembali menurun pada Oktober 2022 karena kemunculan wabah baru Covid-19. Penurunan itu diungkapkan oleh Biro Statistik Nasional China pada Senin (31/10).
Dilansir dari CNBC International, Senin (31/10/2022) data menunjukkan indeks manajer pembelian resmi untuk manufaktur China turun menjadi 49,2 bulan ini, turun dari 50,1 yang tercatat pada September 2022.
Angka di bawah 50 menunjukkan kontraksi dalam aktivitas bisnis, sedangkan angka 50 di atas mencerminkan ekspansi.
Indeks manajer pembelian resmi untuk manufaktur China telah berada di bawah 50 selama enam dari 10 bulan tahun ini sejauh ini.
Sub-indikator pekerjaan pabrik, produksi, pesanan baru dan waktu pengiriman pemasok juga menunjukkan kontraksi pada bulan Oktober dibandingkan dengan September.
"Penurunan PMI manufaktur didorong terutama oleh penurunan sub-indeks pesanan baru (menjadi 48,1 pada Oktober dari 49,8 pada September), menunjukkan permintaan lanjutan yang lebih lemah," kata Kepala Ekonom China di Nomura, Ting Lu dalam sebuah catatan.
Seperti diketahui, wabah baru Covid-19 yang tersebar di berbagai wilayah di China telah mendorong kebijakan yang lebih ketat pada aktivitas bisnis.
Salah satu perusahaan yang paling terkenal adalah pemasok raksasa gadget Apple, yakni Foxconn, yang mengatakan pekan lalu bahwa pabriknya di kota Zhengzhou menghadapi kasus penularan Covid-19.
Namun, sebuah laporan dari majalah China, Caijing yang mengutip dua karyawan Foxconn, menyebutkan bahwa beberapa pekerja merobohkan penghalang isolasi asrama dan meninggalkan pabrik akhir pekan ini.
Laporan itu mengutip seorang karyawan di pabrik Foxconn, mengatakan bahwa operasi pabrik masih berjalan normal sementara kebijakan pengendalian Covid-19 telah berubah dengan penerapan yang bervariasi selama beberapa hari terakhir.
Namun, pihak Foxconn belum memberikan komentar terkait laporan tersebut.
Sementara itu, dalam sebuah pemberitahuan online, otoritas kota Zhengzhou mengumumkan rencana untuk membantu pekerja yang ingin meninggalkan pabrik untuk kembali ke kampung halaman mereka.