2 Ganjalan Utama Negara Berkembang Terapkan Pajak Kekayaan

Pajak kekayaan adalah pajak yang dikenakan terhadap seluruh aset kekayaan yang dimiliki oleh Wajib Pajak.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Nov 2022, 20:45 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2022, 20:45 WIB
20161101-Tax-Amnesti-ITC-Glodok-AY4
Petugas menunjukan sosialiasi program tax amnesty di ITC Mangga Dua, Jakarta, Selasa (1/11). Dalam sosialisasi itu, Dirjen Pajak mengajak para pedagang dan pelaku UMKM untuk ikut serta program tax amnesty. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pihak mendorong seluruh negara anggota G20 untuk menerapkan pajak kekayaan. Namun ternyata implementasi pajak kekayaan ini bukan perkara mudah bagi negara yang sedang berkembang.

Untuk diketahui, pajak kekayaan adalah pajak yang dikenakan terhadap seluruh aset kekayaan yang dimiliki oleh Wajib Pajak. IMF membedakannya dalam 3 jenis, yaitu berdasarkan nilai harta, berdasarkan transfer kekayaan, dan berdasarkan kenaikan nilai suatu aset.

Tony Salvador dari Third World Network menjelaskan, implementasi pajak berbasis harta atau aset yang memiliki nilai ekonomi membutuhkan dua syarat utama.

Pertama, implementasi pajak kekayaan wajib mendapatkan dukungan politik. Kedua, hasil penerimaan yang dikumpulkan memiliki alokasi belanja yang spesifik pada kegiatan tertentu.

"Pajak kekayaan hanya akan berhasil secara politis jika Anda tunduk pada tujuan tertentu seperti pajak untuk makanan, rumah sakit, vaksin, dan pengeluaran lain untuk kesehatan," katanya dalam side event G20, Envisaging Wealth Tax in the Post-pandemic World dikutip dari Belasting.id, Kamis (17/11/2022).

Pajak kekayaan kerap kali diasosiasikan sebagai pungutan pajak berganda. Pasalnya, setelah penghasilan yang dipajaki kemudian ditambah pajak atas aset yang sudah dipungut PPh.

Menurutnya, tidak tepat menyebutkan pajak kekayaan sebagai pajak berganda. Pungutan pajak atas aset dengan nilai ekonomi justru diperlukan untuk meningkatkan keadilan dalam rezim perpajakan suatu negara.

Pasalnya, banyak negara yang masih menerapkan sistem pajak yang tidak adil dan membuat ketimpangan sosial-ekonomi makin melebar.

"Kita sekarang mengalami asimetri dan skema pajak yang tidak adil antara orang miskin dan orang super kaya. Bahkan jika orang super kaya tidak menjual asetnya, mereka masih bisa terkena pajak kekayaan ini karena memiliki asetnya. Itulah gagasan pajak kekayaan. Ini akan berlaku untuk kekayaan bersih saja dan desain yang ideal tidak memiliki masalah pajak berganda," paparnya. 

Pemerintah Terima Setoran Pajak Digital Rp 9,17 Triliun per Oktober 2022

Rencana BEA Materai untuk Belanja Daring
Warga mengenakan ponsel mencari barang yang ingin dibeli di platform digital di Jakarta, Rabu (15/6/2022). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan berencana menarik bea meterai Rp10 ribu untuk pelanggan platform digital termaksuk belanja online di e-commerce, untuk di atas pembelian Rp5 juta rupiah. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Dari keseluruhan jumlah pelaku usaha yang telah ditunjuk tersebut, 111 pelaku usaha telah melakukan pemungutan dan penyetoran pajak sebesar Rp9,17 triliun.

Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,90 triliun setoran tahun 2021, dan Rp4,53 triliun setoran tahun 2022.

Selanjutnya, sesuai dengan PMK-60/PMK.03/2022, pelaku usaha PMSE yang telah ditunjuk sebagai pemungut wajib memungut PPN dengan tarif 11 persen atas produk luar negeri yang dijualnya di Indonesia.

“Tidak hanya itu, pelaku usaha yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE wajib membuat bukti pungut PPN atas pajak yang telah dipungut. Bukti pungut tersebut dapat berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis lainnya yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dilakukan pembayaran,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor, Selasa (8/11/2022).

Level Playing Field

Ke depan, untuk terus memberikan kesempatan yang sama antara pelaku usaha konvensional dan digital (level playing field), DJP akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia dan telah memenuhi kriteria.

kriteria tersebut adalah:

- Nilai transaksi dengan pembeli Indonesia melebihi Rp 600 juta setahun atau Rp 50 juta sebulan

- dan atau jumlah traffic di Indonesia melebihi 12 ribu setahun atau seribu dalam sebulan.

Infografis: Deretan Bank Digital di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis: Deretan Bank Digital di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya