Dibayangi Ancaman Resesi, Kepercayaan Warga AS Mulai Luntur

Kepala ekonom di Moody's Analytics, Mark Zandi mengungkapkan bahwa ancaman resesi mempengaruhi kepercayaan diri konsumen di AS.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 20 Des 2022, 13:20 WIB
Diterbitkan 20 Des 2022, 13:20 WIB
Ilustrasi resesi, ekonomi
Ilustrasi resesi, ekonomi. (Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Amerika Serikat masih dibayang-bayangi kekhawatiran resesi, meski inflasi di negara itu mulai menunjukkan penurunan.

Dikutip dari CNN Business, Selasa (20/12/2022) ekonom ternama asal Inggris, John Maynard Keynes mengatakan bahwa ketakutan, harapan, ketidakpastian, dan kepercayaan diri dalam perekonomian merupakan hal yang sangat sulit diukur.

Bahkan, mengkhawatirkan resesi hanya akan membuat prakiraan tersebut terjadi dengan sendirinya.

Kepala ekonom di Moody's Analytics, Mark Zandi juga melihat bahwa ancaman resesi mempengaruhi kepercayaan diri konsumen, salah satunya konsumen khawatir kehilangan pekerjaan sehingga menarik kembali pengeluaran, dan pemimpin bisnis khawatir penjualan menurun dan mulai merumahkan pekerja.

"Pada akhirnya, resesi adalah hilangnya kepercayaan" ujar Zandi. 

"Anda masuk ke dalam siklus negatif yang memperkuat ketakutan diri sendiri. Jadi, ketika sentimen seburuk ini dan mulai memakan diri sendiri, kita sangat berisiko," sambungnya. 

Menjelang akhir 2022, ekonomi AS mulai mencatat kemajuan. Negara itu tumbuh 2,9 persen pada kuartal ketiga, dan tingkat pengangguran juga mendekati level terendah dalam 50 tahun terakhir.

Namun, kata Zandi, hal itu tidak akan bertahan lama, ketika The Fed, bank sentral AS menurunkan proyeksi pertumbuhan negara itu menjadi hanya 0,5 persen pada 2023. Adapun tingkat pengangguran yang diproyeksikan naik menjadi 4,6 persen pada akhir tahun depan.

CEO maskapai United Airlines, Scott Kirby mengakui bahwa pegiat bisnis mulai mengantisipasi dengan berpikir seolah-olah akan ada resesi ringan pada 2023 mendatang.

Dan banyak orang di dunia bisnis membicarakan hal itu, dan menjadi hal yang kadang-kadang saya sendiri rasakan," kata Kirby. 

"Tetapi, jika saya tidak menonton acara bisnis atau membawa Wall Stress Journal, maka kata resesi tidak akan ada dalam kamus saya, karena memang saya tidak melihatnya dalam data," tambahnya.

Sementara itu, Gubernur The Fed Jerome Powell dan sejumlah ekonom AS, termasuk Menteri Keuangan AS Janet Yellen masih melihat jalan keluar resesi dengan soft landing.

"Selalu ada risiko resesi. Ekonomi masih rentan terhadap guncangan," beber Yellen dalam 60 Minutes CBS.

 

 

 

 

 

Jokowi: Saya Tidak Menakut-nakuti, Ekonomi ke Depan Tidak Makin Mudah

Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memberikan sambutan 'Peluncuran dan Penyuntikan Perdana Vaksin IndoVac' di Kantor Pusat Bio Farma, Bandung, Jawa Barat pada Kamis, 13 Oktober 2022. (Dok Humas Sekretariat Kabinet RI/Jay)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengingatkan Indonesia untuk waspada menghadapi ancaman resesi global pada 2023 mendatang.

"Saya tidak menakut-nakuti, hanya mengingatkan bahwa tantangan ekonomi yang kita hadapi ke depan itu tidak semakin mudah," kata Jokowi dalam acara Penyerahan KUR Klaster di Istana Negara, dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden Senin (19/12/2022). 

Tahun depan, ini tinggal 2 minggu, dunia masih dihantui oleh pandemi Covid-19, masih dihantui oleh ketidakpastian ekonomi global," sambungnya.

Jokowi mengingatkan, situasi geopolitik yang tidak menentu bisa memicu krisis keuangan, energi, pangan, dan berujung pada resesi global. 

Presiden pun mengajak masyarakat untuk bersyukur karena ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 5,72 persen pada kuartal III 2022.

"inflasi masih bisa dikendalikan di 5,4 persen," tambahnya. Jokowi juga melihat masih ada peluang bagi Indonesia, meskipun dunia sedang dalam situasi sulit.

 

Masih Ada Daya Beli

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kegiatan Pemberian Nomor Induk Berusaha (NIB) Pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Perseorangan, di Jakarta, Rabu (13/7/2022).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kegiatan Pemberian Nomor Induk Berusaha (NIB) Pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Perseorangan, di Jakarta, Rabu (13/7/2022).

"Indonesia masih memiliki peluang untuk tumbuh dan yang paling penting pertumbuhan itu bisa menjaga daya beli masyarakat, membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya, sektor riil, utamanya UMKM juga masih bergerak dengan cepat," pungkasnya.

Selain itu, Jokowi juga melihat masih adanya daya beli masyarakat Indonesia. Hal itu terlihat dari antrean di warung-warung makan.

Presiden mengungkapkan, dirinya kerap melihat warung, restoran dan pedagang kaki lima (PKL) di malam hari yang dipenuhi antrean.

"Artinya, daya beli itu ada. Sekali lagi ekonomi tetap tumbuh positif dan salah satu caranya adalah ingin terus memperkuat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang telah terbukti menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi negara kita Indonesia," katanya.

Ekonomi Dunia 2023 Terancam Resesi, Bagaimana Nasib Indonesia?

Ilustrasi resesi. Foto: Freepik
Ilustrasi resesi. Foto: Freepik

Pemerintah Indonesia tengah melakukan mitigasi guna mencegah ekonomi Indonesia masuk ke jurang resesi pada 2023 mendatang. Lantas bagaimana nasib ekonomi Indonesia di 2023 mendatang?

CEO Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani mengatakan pihaknya masih melihat perkembangan yang cukup positif dalam pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

"Kendati demikian, kita tetap harus mewaspadai dampak pandemi covid 19 dan sejumlah risiko yang dapat mempengaruhi perekonomian tanah air, seperti belum membaiknya kondisi geopolitik Rusia-Ukraina sehingga berimbas terhadap peningkatan inflasi di sejumlah negara, tak terkecuali Indonesia," jelas dia dikutip Senin (19/12/2022).

Ekonom INDEF, Ariyo DP Irhamna yang mengatakan meskipun pertumbuhan ekonomi global akan mengalami perlambatan di tahun 2023 akibat kenaikan harga energi dan komoditas pangan, namun harus disyukuri karena ekonomi Indonesia masih tumbuh positif di kisaran 5 persen. Selain itu, neraca perdagangan juga bertahan dalam posisi surplus selama 29 bulan berturut-turut.

"Hal tersebut disebabkan karena kinerja ekspor dan impor Indonesia yang tidak terhubung erat dengan ekonomi global sehingga ancaman resesi global terhadap perekonomian Indonesia tidak akan terlalu terasa namun hanya akan melambat. Ditambah dengan ekonomi mitra dagang negara utama Indonesia seperti Tiongkok dan Amerika Serikat pada 2022 Triwulan-II yang tetap mengalami pertumbuhan," jelas Ariyo.

Berjuang di tengah kondisi ekonomi yang fluktuatif dan gejolak geopolitik global, perekonomian Indonesia masih menunjukkan tren positif di berbagai indikator. Meskipun demikian, menyambut tahun 2023, Indonesia tetap harus waspada dan mengantisipasi ancaman resesi 2023.

"Agar tetap berada dalam jalur pertumbuhan positif, pemerintah sebaiknya mengoptimalkan belanja negara untuk sektor yang lebih penting seperti pendidikan, kesehatan, dan juga energi. Saya lebih optimis menyambut tahun 2023 karena kita sudah melewati masa sulit tahun-tahun sebelumnya seperti pandemi covid-19 dan juga naiknya suku bunga global beberapa kali sehingga kita bisa lebih siap untuk memasuki tahun 2023," ungkap dia.

Beberapa poin-poin menarik mengenai tantangan ekonomi global dan domestik 2023, pertama, tantangan global seperti inflasi tinggi, pengetatan moneter (suku bunga tinggi), eskalasi perang Rusia-Ukraina, harga energi tinggi, likuiditas keuangan global yang ketat, dan capital outflow dari emerging market.

Kedua,tantangan domestik seperti pemilu, investor cenderung wait and see, inflasi tinggi membayangi, penurunan daya beli, peningkatan biaya produksi, depresiasi rupiah, inflasi pangan dan transportasi kemudian bayangan PHK yang kemungkinan akan berlanjut.

Infografis Harapan & Langkah Nyata G20 Jadi Katalis Pemulihan Ekonomi
Infografis Harapan & Langkah Nyata G20 Jadi Katalis Pemulihan Ekonomi (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya