Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bergerak menguat pada Kamis pagi ini. Penguatan nilai tukar rupiah ini terjadi di tengah pasar yang menantikan rilis Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat (AS).
Pada Kamis (22/12/2022), rupiah menguat 17 poin atau 0,11 persen ke posisi 15.571 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.588 per dolar AS.
Baca Juga
"Pasar sedang menunggu data penting hari ini dari kalender ekonomi AS seperti Produk Domestik Bruto AS untuk kuartal ketiga dan klaim pengangguran AS mingguan," tulis Tim Riset Monex Investindo Futures dikutip dari Antara.
Advertisement
Data belanja konsumsi pribadi atau Personal Consumption Expenditure (PCE) inti yang dijadwalkan dirilis pada Jumat (23/12/2022) yang akan mendapatkan perhatian khusus setelah kenaikan suku bunga baru-baru ini dari bank sentral AS The Federal Reserve.
Sebelumnya, The Fed menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin (bps), lebih rendah dari empat kenaikan suku bunga berturut-turut sebelumnya sebesar 75 bps.
Namun, Ketua The Fed Jerome Powell memberikan komentar hawkish selama konferensi pers, merujuk pada keinginan dewan untuk terus menaikkan suku bunga pada 2023 meskipun ada risiko resesi.
Powell dan kawan-kawan telah bertekad bahwa perlunya bank sentral membawa suku bunga lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama.
Dengan The Fed mengindikasikan suku bunga akan tetap tinggi sepanjang 2023, namun risikonya adalah pertumbuhan ekonomi lemah tahun depan.
BI Yakin Rupiah Tak Bakal Tumbang Lagi di 2023
Bank Indonesia (BI) yakin rupiah akan perkasa di 2022. Keyakinan BI ini didasari atas masuknya investasi asing ke Indonesia.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, nilai tukar rupiah akan menguat karena ketidakpastian global menurun setelah bank sentral Amerika Serikat berhenti menaikkan suku bunga acuan pada kuartal I 2023.
"Capital account akan masuk, begitu pula PMA (Penanaman Modal Asing) dan portofolio investasi. Sehingga kami perkirakan nilai tukar rupiah ke depan akan cenderung menguat ke arah fundamental," kata Perry dikutip dari Antara, Rabu (21/12/2022).
Nilai tukar rupiah pada 2022 mengalami pelemahan karena dolar AS menguat terhadap hampir seluruh mata uang dunia dan The Fed menaikkan suku bunga secara agresif.
BI juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan berkisar pada 4,5 sampai 5,3 persen dan inflasi akan kembali ke bawah 4 persen atau hanya sekitar 3 persen secara tahunan di 2023.
"Tahun depan, begitu ketidakpastian ekonomi global mereda berbagai faktor akan menguat kembali ke fundamental. Kredit juga akan terus kami dorong hingga tumbuh 11 sampai 12 persen sampai tahun berikutnya," ucapnya.
Â
Advertisement
Kebijakan Moneter
Untuk itu, Bank Indonesia mengatakan akan terus membuat kebijakan moneter yang mendukung stabilitas sistem keuangan dan melanjutkan sinergi dengan pemerintah untuk menjaga inflasi inti di bawah 4 persen, antara lain melalui insentif untuk sektor pangan.
"Jadi kami tidak harus merespons dengan menaikkan suku bunga acuan secara berlebihan dan agresif seperti Amerika Serikat dan negara lain. Kami pastikan inflasi inti bisa kembali ke bawah 4 persen di semester I 2023," ucapnya.
Bank Indonesia juga akan melanjutkan digitalisasi sistem pembayaran dengan merchant pengguna QR Indonesian Standard (QRIS) yang diharapkan mencapai 45 juta pada 2023 dan 80 persen di antaranya merupakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Untuk Keketuaan ASEAN 2023, QRIS payment akan diperluas untuk dapat digunakan oleh ASEAN five sehingga cross border connectivity terbangun," katanya.
Â