KSP: Impor Beras Tetap Perlu Meski Produksi Surplus

Sebenarnya produksi beras tahun ini mengindikasikan adanya surplus. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus mencapai 1,7 juta ton.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 22 Des 2022, 13:10 WIB
Diterbitkan 22 Des 2022, 13:10 WIB
5000 Ton Beras Impor Asal Vietnam Tiba di Pelabuhan Tanjung Priok
Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/12/2022). Perum Bulog mendatangkan 5.000 ton beras impor asal Vietnam guna menambah cadangan beras pemerintah (CBP) yang akan digunakan untuk operasi pasar. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kantor Staf Presiden (KSP) menepis anggapan bahwa kebijakan impor beras sebanyak 500 ribu ton dilakukan terburu-buru dan tanpa perencanaan. Impor beras terlihat terburu-buru karena tidak ada penyesuaian antara data valid produksi dengan proyeksi kebutuhan.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Bustanul Arifin menegaskan, pemerintah dalam mengambil kebijakan impor beras sudah melalui pertimbangan yang matang dan koordinasi intensif dengan stakeholder terkait.

Bustanul menyampaikan, kebijakan impor beras dilakukan hanya oleh Perum Bulog untuk memperkuat Cadangan Beras Pemerintah (CBP).

Cadangan beras tersebut, lanjut dia, memiliki peran penting dalam program pemerintah. Seperti penyaluran beras untuk penanggulangan bencana, stabilisasi harga, bantuan sosial, dan kegiatan pemerintah lainnya.

“Impor yang dilakukan sangat terbatas baik jumlah, waktu, dan penggunaannya. Dari sisi jumlah hanya satu koma tujuh persen dari kebutuhan nasional. Dari sisi waktu dilakukan sebelum musim panen tiba, dan penggunaannya hanya untuk menguatkan cadangan beras pemerintah,” kata Bustanul Arifin di Jakarta, Kamis (22/12/2022).

“Impor beras ini juga tidak mengganggu status swasembada beras, karena masih jauh di bawah 10 persen. Ini sesuai standar FAO,” imbuhnya.

Di sisi lain, Bustanul tak menepis, sebenarnya produksi beras tahun ini mengindikasikan adanya surplus. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus mencapai 1,7 juta ton.

Hanya saja, saat ini keberadaan stok beras 68 persen berada di rumah tangga, sehingga tidak bisa dibeli oleh pemerintan sebagai tambahan cadangan.

Selain itu, sambung Bustanul, Bulog memiliki keterbatasan untuk menambah cadangan dari dalam negeri karena harga beras di pasar jauh lebih tinggi dibandingkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), yakni Rp 8.300 per kg.

“Untuk itu lah mengapa penguatan cadangan beras pemerintah dalam jangka pendek perlu dilakukan melalui impor, meskipun secara nasional produksi beras masih surplus,” terangnya.

Sebelumnya, pemerintah telah memetakan, realisasi kebijakan impor beras sebanyak 500 ribu ton akan dilakukan secara bertahap. Sebanyak 200 ribu ton beras akan masuk pada Desember 2022, dan sisanya sebanyak 300 ribu ton direncanakan tiba pada awal 2023.

Impor 2023 akan dilakukan sebelum Maret, sehingga tidak berbenturan dengan masa panen raya yang diperkirakan akan jatuh pada Maret-April 2023.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Mendag: Pemerintah Sebenarnya Tak Ingin Impor Beras

Budi Waseso dan Zulkifli Hasan Tinjau Kedatangan Beras Impor di Pelabuhan Tanjung Priok
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (kiri) bersama Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (tengah) saat meninjau aktivitas bongkar muat beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/12/2022). Perum Bulog mendatangkan 5.000 ton beras impor asal Vietnam guna menambah cadangan beras pemerintah (CBP) yang akan digunakan untuk operasi pasar. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengungkapkan, sebenarnya Pemerintah tidak ingin mengimpor beras apabila stoknya mencukupi.

"Sebenarnya tidak ada yang ingin impor jika stoknya cukup, tetapi beberapa bulan terakhir harga beras meroket dan stok Bulog untuk Operasi Pasar makin berkurang sehingga dibutuhkan segera stok dari luar negeri untuk meredam kenaikan harga beras ini" kata Zulkifli Hasan, saat menerima beras di Pelabuhan Tanjung Priok, Jumat (16/12/2022).

Adapun jumlah beras yang akan diimpor adalah sebanyak 500.000 ton, yang akan masuk secara bertahap sampai dengan Februari atau sebelum panen raya.

Hal serupa juga disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, bahwa impor beras ini bukan keinginan Bulog melainkan hasil keputusan 2 kali Rakortas dalam rangka penambahan stok cadangan beras pemerintah guna menjaga stabilitas harga di pasaran.

"Jika diperlukan Beras impor ini akan digelontorkan dalam rangka menghadapi Natal dan Tahun Baru sehingga tidak ada gejolak harga" kata Arief.

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menambahkan, sampai dengan akhir Bulan Desember 2022 ini akan masuk beras impor sebanyak 200.000 ton.

Impor tersebut untuk menambah cadangan beras pemerintah ke 14 titik pelabuhan di Indonesia yaitu Pelabuhan Malahayati dan Lhokseumawe (Aceh), Belawan (Medan), Dumai (Riau), Teluk Bayur (Padang), Boom Baru (Palembang), Panjang (Lampung), Tanjung Priok (Jakarta), Merak (Banten), Tanjung Perak (Surabaya), Tenau (Kupang), kemudian sisanya akan direalisasikan tahun depan sampai dengan sebelum panen raya.

 


Perkuat Cadangan

Perum Bulog mengimpor beras dari beberapa negara total mencapai 500 ribu ton. Pada Jumat (16/12/2022), fase pertama impor telah tiba di pelabuhan Tanjung Priok.
Perum Bulog mengimpor beras dari beberapa negara total mencapai 500 ribu ton. Pada Jumat (16/12/2022), fase pertama impor telah tiba di pelabuhan Tanjung Priok.

“Alhamdulillah hari ini Bulog mendapat tambahan stok Cadangan Beras Pemerintah sebanyak 10.000 ton untuk kapal impor perdana dari Vietnam yang baru tiba (5.000 ton di tanjung priok dan 5.000 ton di Merak) dan secara terus menerus akan terus bertambah karena sudah banyak kapal impor dari Vietnam, Thailand, Pakistan dan Myanmar yang sudah antri akan bersandar”, kata Budi Waseso.

Dirut Bulog menyatakan kebijakan pengadaan beras dari luar negeri semata-mata untuk memperkuat cadangan beras nasional.

"Kebijakan yang diambil ini tidak akan mengganggu beras petani karena hanya dipergunakan pada kondisi tertentu. Seperti penanggulangan bencana, intervensi harga jika diperlukan, dan beberapa kegiatan pemerintah lainnya," pungkasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya