Survei BI: Penjualan Eceran Indonesia Tumbuh Positif di Desember 2022

Hasil survei BI mengungkapkan bahwa kinerja penjualan eceran pada Desember 2022 tumbuh positif. Simak selengkapnya.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 10 Jan 2023, 14:30 WIB
Diterbitkan 10 Jan 2023, 14:30 WIB
Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Hasil survei Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, kinerja penjualan eceran tumbuh positif pada Desember 2022.

Hal tersebut tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) per Desember 2022 sebesar 216,4, atau tumbuh positif 0,04 persen (yoy).

Kinerja penjualan eceran yang tumbuh positif tersebut didorong oleh pertumbuhan Kelompok Peralatan Informasi dan Komunikasi yang tercatat meningkat dari kontraksi pada bulan sebelumnya, ungkap BI.

"Secara bulanan, penjualan eceran diprakirakan tumbuh sebesar 6,3 persen (mtm), meningkat dari 0,4 persen (mtm) pada bulan sebelumnya," demikian keterangan tertulis Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, dikutip dari laman resmi BI, Selasa (10/1/2023).

Dijelaskan bahwa, peningkatan terjadi pada mayoritas kelompok, terutama Subkelompok Sandang, Kelompok Peralatan Informasi dan Komunikasi yang ditopang oleh masih tingginya penjualan TV digital, serta Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau.

Peningkatan juga didorong oleh perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal, periode libur dan akhir tahun, serta strategi potongan harga yang mendukung permintaan domestik. 

Sebelumnya, penjualan eceran telah tumbuh positif pada November 2022.

IPR November 2022 tercatat tumbuh sebesar 1,3 persem (yoy), meski lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 3,7 persen (yoy).

Kelompok Barang Budaya dan Rekreasi tercatat meningkat, sementara Kelompok Peralatan Informasi dan Komunikasi serta Perlengkapan Rumah Tangga lainnya membaik meski masih dalam fase kontraksi.

Secara bulanan, kinerja penjualan eceran juga tercatat tumbuh positif sebesar 0,4 persen (mtm). Kinerja tersebut ditopang oleh pertumbuhan pada Kelompok Perlengkapan Rumah Tangga Lainnya serta Suku Cadang dan Aksesori yang mengalami perbaikan setelah mengalami kontraksi pada bulan sebelumnya.

BI Prediksi Tekanan Inflasi RI Bakal Menurun di Februari dan Mei 2023

Gedung Bank Indonesia, Jakarta. Foto: BI
Gedung Bank Indonesia, Jakarta. Foto: BI

Dari sisi harga, hasil survei BI memprakirakan tekanan inflasi pada Februari dan Mei 2023 (3 dan 6 bulan yang akan datang) akan menurun.

Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) pada Februari dan Mei 2023 tercatat masing-masing sebesar 134,6 dan 140,2 turun dari 138,0 dan 140,8 (Januari dan April 2023).

Responden menginformasikan penurunan harga diprakirakan terjadi karena stok barang yang mencukupi, ungkap Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono.

Bos BI: Kebijakan Moneter 2023 Fokus Jaga Stabilitas

BI Kembali Pertahankan Suku Bunga Acuan di 5 Persen
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RGD) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (19/12/2019). RDG tersebut, BI memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 5 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menegaskan arah bauran Bank Indonesia 2023 sebagaimana disampaikan dalam pertemuan tahunan Bank Indonesia (PTBI) 30 November 2022 yang lalu. Kebijakan moneter 2023 akan tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas (pro-stability).

"Sementara kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta program ekonomi dan keuangan inklusif dan hijau terus diarahkan untuk mendorong pertumbuhan (pro-growth)," kata Perry dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Desember 2022, Kamis (22/12/2022).

Sehubungan dengan itu Bank Indonesia juga terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi sebagai berikut. Pertama, memperkuat operasi moneter melalui kenaikan struktur suku bunga di pasar uang sesuai dengan kenaikan suku bunga BI7DRR tersebut.

Kedua, memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi, terutama imported inflation, melalui intervensi di pasar valas dengan transaksi spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

Ketiga, melanjutkan penjualan/pembelian SBN di pasar sekunder untuk memperkuat transmisi kenaikan BI7DRR dalam meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN bagi masuknya investor portofolio asing guna memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah.

Keempat, menerbitkan instrumen operasi moneter (OM) valas yang baru untuk mendorong penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE), khususnya dari ekspor Sumber Daya Alam (SDA), di dalam negeri oleh bank dan eksportir untuk memperkuat stabilisasi, termasuk stabilitas nilai tukar Rupiah dan pemulihan ekonomi nasional.

"Instrumen OM Valas tersebut dilakukan dengan imbal hasil yang kompetitif berdasarkan mekanisme pasar yang transparan disertai dengan pemberian insentif kepada bank," ujarnya.

Transparansi SBDK

BI Tahan Suku Bunga Acuan 6 Persen
Gubernur BI Perry Warjiyo bersiap Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (20/6/2019). Rapat memutuskan untuk mempertahankan BI7DRR sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kelima, memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif, inklusif, dan berkelanjutan untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan, khususnya kepada sektor-sektor prioritas yang belum pulih, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan kredit/pembiayaan hijau, dalam rangka mendukung pemulihan perekonomian melalui penyempurnaan ketentuan insentif GWM, berlaku sejak 1 April 2023.

Keenam, melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan fokus pada respons suku bunga perbankan terhadap suku bunga kebijakan. Ketujuh, memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk meningkatkan efisiensi dalam rangka menjaga momentum pemulihan ekonomi dengan melanjutkan kebijakan kartu kredit dengan mempertahankan batas maksimum suku bunga kartu kredit 1,75 persen per bulan.

"Memperpanjang masa berlaku kebijakan batas minimum pembayaran oleh pemegang kartu kredit 5 persen dari total tagihan dari semula 31 Desember 2022 menjadi 30 Juni 2023. Memperpanjang masa berlaku kebijakan nilai denda keterlambatan pembayaran kartu kredit sebesar 1 persen atau maksimal Rp100.000,00 dari semula 31 Desember 2022 menjadi 30 Juni 2023," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya