Skema Pemanfaatan Bersama Jaringan Listrik Dihapus dari RUU EBT, Pengamat Harap Tetap Dikawal

Pemerintah dan DPR akan melanjutkan pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT) pada pekan depan.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jan 2023, 22:46 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2023, 22:37 WIB
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tenayan menyuplai 31% dari energi listrik yang dibutuhkan Riau dan menyuplai 4% dari energi listrik yang dibutuhkan Pulau Sumatera. (Liputan6.com/Pool/PLN)
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tenayan menyuplai 31% dari energi listrik yang dibutuhkan Riau dan menyuplai 4% dari energi listrik yang dibutuhkan Pulau Sumatera. (Liputan6.com/Pool/PLN)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah dan DPR dihimbau berhati-hati dalam membahas RUU Energi Terbarukan. Salah satunya berkaitan dengan skema power wheeling.

Pemerintah dan DPR akan melanjutkan pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT) pada pekan depan.

Skema power wheeling merupakan pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik. Dengan skema ini, produsen listrik swasta ( independent power producer/ IPP) bisa menjual listrik langsung ke masyarakat dengan jaringan transmisi dan distribusi yang dimiliki dan dioperasikan PLN.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal khawatir jika klausul lolos maka akan merugikan masyarakat. Sebab dengan adanya keleluasaan pihak swasta memanfaatkan infrastruktur listrik milik negara dan kemudian menjual listrik langsung kepada masyarakat maka berpotensi membuat tarif listrik yang dibayar masyarakat akan mahal. Apalagi, belum ada skema kontrol terkait pengenaan tarif ini.

"Jika selama ini masyarakat mendapatkan tarif listrik yang transparan karena dikelola langsung oleh BUMN. Jika swasta menjual langsung kepada masyarakat maka siapa yang menjadi mengontrol soal tarif. Ini berpotensi akan lebih mahal dan memberatkan masyarakat," ujar Faisal.

Bahkan dia menilai dengan memanfaatkan aset negara tanpa harus memberikan kontribusi lebih kepada negara maka akan malah menjadi kerugian negara. "Karena jadinya swasta hanya mendompleng infrastruktur yang ada tanpa memberikan nilai tambah," tambah Faisal.

Mestinya, kata Faisal ajakan pemerintah dalam melibatkan swasta dalam sektor kelistrikan melalui pembangunan infrastruktur kelistrikan di pelosok.

 

Bantu Negara

PT PLN (Persero) berhasil merelokasi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Dan Gas (PLTDG) dari Batanghari, Sumatera Selatan ke Halmahera Timur, Maluku Utara
PT PLN (Persero) berhasil merelokasi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Dan Gas (PLTDG) dari Batanghari, Sumatera Selatan ke Halmahera Timur, Maluku Utara

Dengan skema investasi yang jelas swasta bisa turut membantu negara dengan membangun akses listrik di wilayah pedalaman yang selama ini justru belum terjangkau baik oleh PLN maupun negara.

"Indonesia Timur itu kan masih banyak daerah-daerah yang masih terbatas suplai listrik. Walaupun kita lihat elektrifikasi kita udah 90 sekian persen, tapi pada kenyataannya kan di Timur terutama yang di daerah pelosok itu masih ada yang belum menikmati listrik. Nah sebaiknya swasta ini didorong membangun kepada daerah-daerah yang mungkin susah dibangun oleh PLN," ujar Faisal.

Dengan membangun di daerah pelosok, swasta bisa memanfaatkan potensi sumber energi wilayah pedalaman dan juga meningkatkan elektrifikasi di daerah.

Melalui sumber daya energi yang ada justru investasi yang dibangun akan lebih murah sekaligus menghasilkan listrik yang bisa diakses oleh masyarakat 3T.

"Pemerintah bisa mendorong investasinya untuk masuk ke situ sehingga akan menggerakkan ekonomi lokal, karena pasti ada multiplier effect-nya kalau ada investasi masuk ke daerah situ," ujar Faisal.

Untuk itu, ia mengapresiasi langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menghapus pasal skema power wheeling dalam RUU EBT.

Dia berharap seluruh pihak mengawal proses pembahasan RUU EBT agar tidak ada lagi penyelundupan pasal siluman serupa power wheeling.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya