Program Biodiesel B35 Mulai Diimplementasikan Besok 1 Februari 2023

Implementasi B35 bukan hanya energi mixs saja. Melainkan juga untuk mendukung penciptaan tenaga kerja baru hingga mendorong penurunan emisi gas rumah kaca.

oleh Tira Santia diperbarui 31 Jan 2023, 12:00 WIB
Diterbitkan 31 Jan 2023, 12:00 WIB
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdalifah Mahmud dalam Energy Corner Special B35, Selasa (31/1/2023).
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdalifah Mahmud dalam Energy Corner Special B35, Selasa (31/1/2023).

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah siap mengimplementasikan program campuran biodiesel ke solar atau B35 mulai besok 1 Februari 2023. Program B35 ini merupakan langkah pemerintah untuk menciptakan tenaga kerja baru, penurunan emisi gas rumah kaca, dan melakukan pengelolaan devisa negara.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdalifah Mahmud mengatakan, pelaksanaan mandatori B35 ini telah dimulai dengan kerjasama yang sangat baik dari seluruh pemangku kepentingan, yang tercermin dari suksesnya uji jalan pada tahun 2022 yang lalu.

"Penyaluran biodiesel yang akan kita selenggarakan B35 ini diperkirakan sebesar 13,15 juta liter," kata Musdalifah dalam Energy Corner Special B35, Selasa (31/1/2023).

Sebagai salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia, terdapat 16,3 juta hektare lahan di Indonesia yang ditanami kelapa sawit. Di samping itu, tercatat 16 juta masyarakat perekonomiannya bergantung pada kelapa sawit.

"Ada 16,3 juta hektare yang ditanami oleh kelapa sawit dan sekitar 16 juta rakyat kita tergantung dari adanya ekonomi kelapa sawit," katanya.

Sebagai badan pengelola dana, tugas pokok BPDPKS ini melakukan pengelolaan dana sesuai arahan komite pengarah, dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian.

Oleh karena itu, berkat kerjasama yang solid bisa mewujudkan B35 sebagaimana kebijakan Pemerintah.

Implementasi B35 ini bukan hanya energi mixs saja, melainkan mendukung penciptaan tenaga kerja baru, menciptakan penurunan emisi gas rumah kaca, melakukan save terhadap devisa negara mengenai pembelian energi fosil dari luar.

"Kita menjalankan energi biru untuk rakyat kita, Kementerian perhubungan dapat menghirup udara yang lebih baik dibandingkan kita menghirup udara dari energi fosil.

Maka dari itu, Kemenko Perekonomian mengapresiasi kepada seluruh pelaku industri dan Kementerian Perindustrian yang turut mendukung terwujudnya B35 ini, kemudian untuk badan usaha bahan bakar minyak sebagai pihak yang melakukan pencampuran maupun kepada seluruh badan usaha BBM sebagai produsen-produsen biodiesel.

Kolaborasi Program B35 dan Bursa Acuan Bakal Perkuat Sawit Indonesia

Uji Coba Penggunaan Bahan Bakar B30
Sampel biodiesel B0, B20, B30, dan B100 dipamerkan saat uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, menilai pembentukan indeks/bursa harga acuan komoditas plus program B35 bakal memperkuat posisi industri sawit Indonesia di tingkat global.

Program B35 sebagai campuran minyak sawit 35 persen dan 65 persen BBM jenis solar ini rencana mulai diterapkan per 1 Februari 2023.

Sahat meyakini, program B35 akan mengangkat konsumsi minyak sawit mentah (CPO) di dalam negeri, yang selama ini lebih sering dilempar ke pasar ekspor.

"Sangat bagus itu (B35), tambah konsumsi dalam negeri. Kalau porsi ekspor bisa berubah enggak masalah, karena harga lebih bagus lagi," kata Sahat di Kantor KPPU, Jakarta, Jumat (20/1/2023).

Menurut catatannya, saat ini dunia butuh suplai minyak sawit sekitar 248 juta ton per tahun. Jumlah itu terus bertambah 3 persen setiap tahunnya, atau sekitar 7 juta ton.

Oleh karenanya, ia mengajak para produsen sawit Tanah Air untuk menjemput peluang tersebut, dan tidak mengeluhkan kebijakan B35 yang dicanangkan pemerintah.

"Mereka harus bisa tingkatkan produktivitas, sekarang itu paling tidak 25 ton tandan buah sawit per hektar per tahun. Jangan cuma 12 ton, apalagi petani kita itu perlu dibantu," ungkap Sahat.

 

Bursa Harga Acuan Komoditas

Di sisi lain, Sahat juga mendukung keras rencana pembentukan bursa harga acuan komoditas, termasuk harga acuan sawit. Dengan catatan pengelola bursa komoditi itu berasal dari pihak independen yang tidak menggeluti bisnis sawit.

"Saya sangat setuju. Itu perlu didukung. Yang persoalannya adalah kalau ada bursa komoditi ini, itu pengelolanya jangan ikut campur yang berbisnis sawit. Jadi harus ada independent party," kata Sahat.

"Kalau tidak (dikelola oleh pengusaha non-sawit), ya itu udah tidak benar. Itu yang perlu dicegah," tegas dia.

 

infografis journal
infografis 10 Daerah Penghasil Kelapa Sawit Terbesar di Indonesia pada 2021. (Liputan6.com/Tri Yasni).
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya