Liputan6.com, Jakarta Pasar kripto tengah dalam tren positif sejak awal Januari 2023. Berbagai indikator bahkan memperlihatkan sinyal bahwa pasar kripto berada dalam tren yang baik.
Dikutip dari analisis pasar Pintu Academy, Selasa (7/2/2023), beberapa faktor yang mendorong perbaikan pasar kripto di antaranya ekonomi Amerika Serikat yang mencatatkan kinerja lebih baik dari perkiraan pada kuartal akhir 2022, yakni perlambatan ekonomi yang ringan. Kinerja tersebut sesuai dengan tujuan The Fed agar tetap dapat mengontrol laju inflasi dan menjaga pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga
The Fed sendiri menginginkan indikator inflasi pada Desember untuk turun ke level terendahnya di 2023, diiringi dengan daya beli konsumen yang juga turun. Hal tersebut bisa memudahkan pembuat kebijakan untuk mengurangi frekuensi kenaikan suku bunga ke depan.
Advertisement
"Proyeksi keputusan The Fed terkait kenaikan suku bunga dapat memberikan respons positif dari pasar keuangan seperti saham, obligasi, maupun kripto," kata Chief Marketing Officer Pintu, Timothius Martin.
Menurut dia, sinyal pasar kripto sedang mengalami penguatan dipengaruhi oleh beberapa indikator, seperti network fees, sebuah indikator yang merujuk pada keseluruhan uang yang dikeluarkan pada blockchain tertentu.
Saat ini network fee Bitcoin (BTC) berada di level tertingginya sejak insiden FTX lalu. Adapun dari sisi total market cap stablecoin mengalami kenaikan yang artinya terdapat permintaan akan likuiditas.
"Ketersediaan likuiditas di pasar kripto dipengaruhi oleh jumlah stablecoin dalam sirkulasi. Diharapkan pergerakan positif ini akan terus terjaga dan memberikan kepastian bagi investor untuk menentukan strategi investasi ke depan," tutup Timo.
Â
Suku Bunga
Senada, Direktur PT Laba Forexindo berjangka Ibrahim Assuaibi menilai kenaikan suku bunga The Fed bakal berimbas positif terhadap pasar kripto.
Dengan catatan, pasar tampaknya telah menganggap ini sebagai tanda bahwa bank sentral hampir mencapai tingkat suku bunga puncaknya selama siklus kenaikan ini, dengan harapan juga meningkat untuk poros dovish potensial oleh The Fed pada paruh kedua tahun ini.
"Bank sentral masih diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps lagi di bulan Maret 2023, pasar mengharapkan Fed kemudian mengumumkan penangguhan kenaikan suku bunga lebih lanjut," ujarnya.
Advertisement
The Fed Kerek Suku Bunga, Bagaimana Dampaknya ke Saham Bank?
Bank Sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (the Fed) kembali menaikkan tingkat suku bunga sebesar 25 basis poin pada Rabu, 1 Februari 2023 atau Kamis dini hari, 2 Februari 2023 waktu Indonesia.
The Fed menaikkan suku bunga ke kisaran 4,5 persen hingga 4,75 persen usai gelar pertemuan dua hari, menjadikannya suku bunga tertinggi sejak 2007.Â
BACA JUGA:BNI Bakal Buyback Saham Rp 905 Miliar, Ini Alasannya Lantas, bagaimana dampak kenaikan suku bunga the Fed terhadap saham sektor perbankan?Â
Research Analyst Henan Putihrai Sekuritas, Jono Syafei menuturkan, saham perbankan berpotensi diuntungkan dengan adanya kenaikan suku bunga the Fed tersebut. Lantaran, pendapatan bunga akan meningkat.
"Saham bank akan diuntungkan dengan kenaikan suku bunga karena pendapatan bunga akan meningkat," kata Jono saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Minggu (5/2/2023).
Di sisi lain, pulihnya kegiatan ekonomi, khusus aktivitas bisnis akan membuat para pengusaha untuk lebih ekspansif. "Selain itu, pulihnya aktivitas bisnis akan membuat para pengusaha untuk lebih ekspansif," kata dia.
Adapun, langkah yang diambil pengusaha, salah satunya mengambil pinjaman dari bank untuk modal kerja. Bagi para investor, Jono merekomendasikan untuk memperhatikan saham BMRI dengan target harga Rp 10.900 per saham. Setali tiga uang, Jono juga menyarankan para investor agar memperhatikan saham BBRI.
Sementara itu, Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana mengatakan, secara teknikal indeks finansial (IDX Financial) masih cenderung mengalami konsolidasi.
"IDX Financial masih kecenderungan konsolidasi di mana harus menembus resistance 1.436 untuk mengkonfirmasi adanya lanjutan uptrend," kata Herditya.
Bagi para investor, Herditya menyarankan wait and see untuk saham bank kapitalisasi besar, seperti BBRI, BMRI, BBNI, dan BBCA.
"Untuk saham bigbanks kami mencermati masih rawan koreksi dulu, jadi mayoritas adalah wait and see untuk bigbanks," ujar dia.
Herditya menargetkan harga saham BBRI di level Rp 4.760- Rp 4.880 per saham dan saham BBCA di level Rp 8.700- Rp 9.000 per saham.
Untuk target harga saham BMRI di level Rp 10.200 per saham dan target saham BBNI di level Rp 9.600 per saham.
Â
Disclaimer:Â Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
The Fed Dongkrak Suku Bunga 25 Basis Poin
Sebelumnya, Bank Sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve kembali menaikkan tingkat suku bunga sebesar 25 basis poin pada Rabu (1/2) waktu setempat.
Melansir CNBC International, Kamis (2/2/2023) The Fed menaikkan suku bunga ke kisaran 4,5 persen hingga 4,75 persen, menjadikannya suku bunga tertinggi sejak 2007.
Seperti diketahui, kenaikan suku bunga The Fed untuk meredam inflasi di AS dengan membuat biaya pinjaman lebih mahal, tetapi di sisi lain juga berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi, yang dapat menyebabkan resesi.
Jajak pendapat para ekonom baru-baru ini menempatkan peluang resesi AS pada tahun 2023 sebesar 61 persen.
Meski tingkat inflasi AS sudah turun dari puncaknya sebesar 9,1 persen menjadi 6,5 persen pada Desember 2022, angka itu masih jauh di atas target acuanThe Fed sebesar 2 persen.
Oleh karena itu, Ketua The Fec Jerome Powell menegaskan komitmennya untuk mempertahankan kenaikan suku bunga hingga inflasi AS dapat dijinakkan.
"Dampak dari kenaikan suku bunga seperempat poin cukup minim, tetapi ketika kita melihat efek kumulatif dari kenaikan suku bunga, dampaknya terhadap rumah tangga menjadi jelas," kata kepala analis keuangan di Bankrate, Greg McBride.
"Suku bunga kartu kredit telah mencapai rekor tertinggi, suku bunga jalur kredit ekuitas hampir dua kali lipat dalam satu tahun terakhir, dan dua kali lipat suku bunga hipotek membawa pasar perumahan dari merah panas ke es dingin dalam rentang beberapa bulan," bebernya.
Advertisement