Menko Airlangga: UU Cipta Kerja Jadi Senjata Antisipasi Resesi Global

Sidang Paripurna DPR akhirnya menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang

oleh Tira Santia diperbarui 21 Mar 2023, 13:00 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2023, 13:00 WIB
FOTO: Sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju Hadiri Paripurna Pengesahan UU Ciptaker
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja merupakan salah satu langkah mitigasi dampak krisis global. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja merupakan salah satu langkah mitigasi dampak resesi global.

Hal itu disampaikan Menko Airlangga dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-19 masa persidangan IV tahun sidang 2022-2023, pada Selasa (21/3/2023).

"Ibaratnya 'mencegah lebih bagus daripada memadamkan kebakaran'. Perppu Cipta Kerja mencegah kebakaran terjadi dan meluas," kata Airlangga.

Lebih lanjut Airlangga mengatakan, kerentanan perekonomian global yang berpotensi berdampak signifikan terhadap perekonomian nasional. Sebab perekonomian global terus diterpa oleh berbagai tantangan yang dapat memicu terjadinya resesi global, kondisi yang disebut sebagai “The Perfect Storm”.

Tantangan Ekonomi Global

Adapun Airlangga merangkum dari berbagai laporan perekonomian global yang diantaranya dikeluarkan oleh IMF, Bank Dunia, dan OECD. Mereka melaporkan tantangan yang akan dihadapi tersebut antara lain, pandemi Covid-19 yang belum usai, inflasi yang semakin tinggi pasca pemulihan Pandemi Covid-19 yang diperparah dengan Perang Rusia-Ukraina, hingga pengetatan kondisi keuangan di berbagai negara di dunia yang kemudian menyebabkan perlambatan perekonomian global.

Menurutnya, dalam konteks kegentingan memaksa dalam penetapan Perpu Cipta Kerja, dapat disampaikan hal sebagai berikut, yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 91/PUU-XVIII/2020 memberi kesempatan kepada negara untuk melakukan perbaikan prosedur pembentukan UU Cipta Kerja dalam jangka waktu 2 tahun.

Dalam periode 2 tahun tersebut, tidak diperbolehkan untuk membuat kebijakan strategis, berdampak luas, danpembentukan peraturan pelaksanaan baru. Hal ini menciptakan kegamangan bagi pelaku usaha yang akhirnya memutuskan untuk “wait and see” terkait keputusan untuk berusaha atau berinvestasi di Indonesia.

 


Tak Ada Aturan yang Memadahi

FOTO: Sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju Hadiri Paripurna Pengesahan UU Ciptaker
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) memberikan pandangan akhir pemerintah mengenai UU Omnibus Law Cipta Kerja kepada Ketua DPR Puan Maharani saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta (5/10/2020). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Selain itu, pelaku usaha yang sudah berinvestasi dihadapkan pada kekosongan hukum dan/atau tidak memadainya perangkat peraturan perundang-undangan yang saat ini ada karena tidak dapat melakukan perubahan perubahan peraturan pelaksanaan yang diperlukan.

Oleh karena itu, timbul situasi kegentingan memaksa karena Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 91/PUU-XVIII/2020 perlu untuk segera dilaksanakan karena jika tidak dilaksanakan, maka upaya untuk beradaptasi dengan situasi global sulit untuk dilakukan.

"Bentuk Perpu dipilih karena jika negara menempuh proses pembentukan peraturan perundang-undangan secara business as usual (bukan melalui Perpu), maka negara akan berhadapan dengan waktu dan birokrasi panjangproses pembentukan peraturan perundang-undangan," ujarnya.

Airlangga menilai, situasi ini akan berdampak langsung tidak hanya pada kelompok UMK dan kelompok masyarakat rentan karena mereka akan berhadapan langsung dengan dampak ketidakpastian situasi global, tetapi juga pada global investor yang merasakan urgensi dalam mencari kepastian untuk mengevaluasi kembali peluang investasi mereka di Indonesia setelah masa sulit yang panjang dari Covid-19.


Tok, DPR Restui Perppu Cipta Kerja Jadi Undang-Undang

DPR RI menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani, Selasa (21/3/2023).
DPR RI menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani, Selasa (21/3/2023). (Liputan6.com/Delvira Hutabarat)

Sidang Paripurna DPR akhirnya menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Keputusan Perppu Cipta Kerja disetujui menjadi undang-undang tersebut diambil dalam Paripurna yang berlangsung, Selasa 21 Maret 2023.

Sebanyak tujuh fraksi yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, Nasdem, PAN, dan PPP setuju Perppu Cipta Kerja untuk menjadi undang-undang. Sementara Demokrat dan PKS menolak.

 Sebelum pengesahan, PKS menyatakan walk out dari paripurna lantaran menolak pengesahan Perppu Cipta Kerja.

"Dua fraksi yaitu Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS menyatakan belum menerima hasil kerja Panja dan menolak RUU tentang penetapan Perppu Cipta Kerja dilanjutkan dalam tahap pembicaraan tingkat dua dalam rapat paripurna DPR RI," ujar Ketua DPR RI Puan Maharani saat Sidang Paripurna.

"Selanjutnya kami akan menanyakan kembali kepada seluruh peserta sidang apakah Rancangan Undang-Undang tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Perppu nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang undang?" tanya Puan. "Setuju," jawab anggota DPR.

Badan Legislasi DPR RI sebelumnya telah menyetujui untuk membawa Perppu Cipta Kerja ke rapat paripurna agar selanjutnya dapat disahkan menjadi undang-undang atau UU Cipta Kerja.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya